Kamis, 04 Desember 2008

JK akui gagal atasi krisis

Pemerintah Akui Gagal Atasi Krisis
(12 Nov 2008, 138 x , Komentar)

Sektor Perpajakan Mulai Terimbas

JAKARTA - Wakil Presiden HM Jusuf Kalla mengakui pemerintah gagal mengatasi dampak krisis keuangan global yang menghantam industri berbasis komoditas di pedesaan (rural crisis). Menurut JK, krisis kali ini lebih berat daripada krisis moneter 1998, karena ketika itu industri yang terdampak hanya industri yang berbasis di perkotaan.
"Kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk krisis yang sekarang ini. Karena, kalau sepuluh tahun lalu, yang kena industri perkotaan, urban crisis, sekarang justru rural crisis," ujar Jusuf Kalla.

Pengakuan cukup mengejutkan dari pemerintah itu disampaikan Wapres saat membuka Konferensi United Nations Development Programme (UNDP) yang membahas solusi krisis finansial di Asia-Pasifik di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 11 November.
Kata JK, karena harga komoditas dunia seperti minyak sawit, karet, dan kopi anjlok jika dibandingkan dengan awal tahun ini, kinerja ekspor merosot. Pendapatan sektor swasta yang bergerak di perdagangan komoditas pun menurun. Wapres menilai, akibat

terburuk justru dialami petani sehingga daya beli di pedesaan menurun tinggal separuh.
"Dampak tidak langsungnya, pendapatan pemerintah turun karena penerimaan pajak dari sektor komoditas menurun. Begitu pula potensi penurunan penerimaan devisa akibat aktivitas ekspor komoditas yang melambat," katanya.

Karena pajak amat diperlukan untuk pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, dan bendungan, kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur juga menurun. Agar tetap dapat membangun infrastruktur selama krisis, pemerintah akan bekerja sama dengan lembaga-lembaga donor internasional.

Dampak lain krisis, pemerintah juga merevisi target pertumbuhan ekonomi dalam rencana jangka menengah. Awal tahun ini, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi akan mencapai 11 persen pada 2011. "Kalau tidak ada krisis, tahun ini kita bisa tumbuh 8 persen. Tapi, karena krisis, terpaksa kita revisi target pertumbuhan 6,4 persen menjadi 6 persen," terangnya.

Meski demikian, JK menegaskan, sektor riil dan fondasi ekonomi Indonesia tidak banyak terpengaruh oleh krisis finansial di Amerika Serikat. Meski ekspor sejumlah komoditas turun, industri tetap bergerak. "Semua tetap berjalan. Pabrik-pabrik tetap berproduksi. Dampak krisis kali ini beda dengan sepuluh tahun lalu karena fundamental ekonomi kita sangat kukuh," terangnya.

Selain faktor fundamental yang lebih baik, pemerintah menilai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah membaik dengan sistem jaminan dana di perbankan yang lebih aman. "Pemerintah telah bekerja keras mencegah risiko-risiko krisis finansial ini. Ke depan, mari kita ciptakan ekonomi yang riil, bukan bubble economy," kata JK.

Ganggu Pemasukan Pajak

Di tempat terpisah, Dirjen Pajak, Darmin Nasution mengatakan, krisis keuangan dunia mulai memengaruhi penerimaan pajak. Sebagai bukti, katanya, penerimaan pajak Oktober mulai melambat. Pertumbuhan pajak non migas pada bulan itu hanya tumbuh 21,55 persen, atau lebih kecil dari rata-rata bulan sebelumnya yang biasa menembus 40 persen.

"Memang dampak dari krisis keuangan dunia sudah mulai terlihat walaupun belum signifikan terhadap penerimaan pajak kita," kata Darmin di kantornya, kemarin.

Darmin mengatakan, pajak penghasilan (PPh) non migas belum terlalu terpengaruh perlambatan ekonomi. Ini karena PPh lebih terkait dengan laba perusahaan yang penyesuaiannya lebih lama.

Jenis pajak yang langsung cepat terpengaruh adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). "Ini karena terkait langsung dengan transaksi," kata Darmin.

PPN yang paling terkena imbas adalah PPN impor. Menurut Darmin, kegiatan produksi juga menurun karena ekspektasi pengusaha. Sedangkan impor menurun drastis karena persoalan pembiayaan. Permasalahan saling tidak percaya antarlembaga keuangan, sehingga terjadi kemacetan letter of credit (LC). "Periode ini kita sebenarnya belum terkena krisis, tapi pinjam meminjam agak susah," kata Darmin.

Meski Oktober mulai menurun, karena sebelumnya sudah tinggi, penerimaan pajak Januari-Oktober masih tumbuh tinggi. Total penerimaan pajak hingga 31 Oktober mencapai Rp 463,980 triliun atau tumbuh 43,07 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Jika dibandingkan rencana pencapaian sampai akhir Oktober, sudah mencapai 110,28 persen. Kemudian terhadap total APBNP 2008, sudah mencapai 86,6 persen. noe/sof/iro)

http://cetak.fajar.co.id/news.php?newsid=79384

Tidak ada komentar: