Jumat, 20 Februari 2009

Senoro lebih buruk ketimbang Tangguh

Jumat, 20 Februari 2009 21:38 WIB
Formulasi Harga tidak Jelas
Donggi Senoro Lebih Buruk Ketimbang Tangguh
Penulis : Jajang Sumantri
JAKARTA--MI: Akibat tidak jelasnya acuan formula harga penjualan LNG, potensi kehilangan penerimaan negara dari kesepakatan harga jual gas (GSA) Donggi Senoro bisa melampui Rp50 triliun. Selain itu, dengan menggunakan mekanisme besaran persentasi mengikuti fluktuasi harga minyak dunia slope tanpa mengacu pada formulasi harga yang ada, penerimaan negara dari kontrak itu juga akan naik turun.

"Kontrak LNG Tangguh senilai US$2,4 per mmbtu yang mengacu pada formula harga Guangdong saat harga crude US$30 per barel saja sudah cukup rendah. Sekarang dengan US$2,75 pada kisaran crude US$45 tidak akan memberi hasil yang lebih baik meski dengan mekanisme slope yang diberlakukan. Justru akan naik turun dan ini lebih buruk dari Tangguh," ujar Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisa Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, di Jakarta, Jumat (20/2).

Rendahnya penentuan angka patokan (konstanta) itu akhirnya akan membuat harga jual terpaku pada besaran kurva 6,7% saat harga crude dibawah US$45 dan 12% pada saat di atas US$45.

"Sekarang yang harus dimintakan kejelasan ke pihak terkait adalah patokan harga mana yang dianut dalam negosiasi itu. Demikian halnya dengan patokan konstanta US$2,75 per mmbtu itu. Kalaupun selalu dinyatakan masih dalam tahap negosiasi korporasi, tetap saja akan minimal sekali pendapatan negara hingga berakhirnya kontrak," papar Firdaus.

Dia menjelaskan, desain atau perumusan formula harga sangat menentukan berapa besaran penerimaan negara dari penjualan LNG. Formula harga LNG secara umum adalah menggunakan metode "ax +b".

Dimana, "x" merupakan harga Japan Crude Coctail (JCC), sedangkan "a" dan "b" adalah konstanta (negoitable). Dan, berdasarkan formulasi harga tersebut ada beberapa tipe formula harga yang biasa digunakan, yakni Guandong formula, Japan Formula serta New Zealand formula.

Dengan harga minyak US$45 per barel maka, secara Guandong formula harga gas adalah US$4,45 per mmbtu, Japan formula US$6,75 per mmbtu serta New Zealand formula adalah US$7,53 per mmbtu.

Sementara itu, negara merugi yang berasal dari kekurangan penerimaan negara dari kontrak penjualan gas setidaknya senilai Rp74,595 triliun. Hal tersebut hasil penghitungan Indonesia Corruption Watch (ICW) berdasarkan penghitungan pola bagi hasil 65% untuk pemerintah dan 35% untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama kurun waktu 2000-2008.

Menurut Firdaus berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) selama periode 2000-2008, total penerimaan negara dari gas adalah Rp440,447 triliun. "Sedangkan menurut perhitungan ICW, berdasarkan jumlah konsumsi atau lifting gas per tahun, seharusnya total penerimaan negara dari gas dari tahun 2000-2008 adalah Rp515,042 triliun," jelas Firdaus.

Seperti dijelaskan tadi, perhitungan di atas menggunakan asumsi bagi hasil 65:35, asumsi tersebut merupakan asumsi yang berada di bawah perhitungan standar. Sedangkan jika digunakan asumsi standar, yakni dengan bagi hasil 70:30, kekekurangan penerimaan negara dari tahun 2000-2008 adalah Rp114,218 triliun.

"Hitungan kami mungkin saja bisa meleset, namun itu tidak akan jauh karena kami melakukan perhitungan dengan sangat hati- hati dan teliti," pungkas Firdaus. (JJ/OL-03)

Rabu, 18 Februari 2009

Jangan sombong donk !

18/02/2009 - 20:46
Ekonomi Lamban Kok Koar-koar!
Yusuf Karim

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi kuartal keempat tahun lalu hanya tumbuh 5,2%, di bawah target yang dicanangkan. Belum pulihnya perekonomian global dijadikan kambing hitam rendahnya pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut.

Kondisi tersebut rentan aksi window dressing yang dilakukan oleh pemerintah menjelang pemilihan umum. Klaim-klaim keberhasilan ekonomi harus diwaspadai oleh masyarakat.

Analisis Citibank N.A menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal keempat, berada di bawah target yang diproyeksikan yakni 5,7%. Bank asing itu memprediksikan bahwa perlambatan akan terus terjadi ditandai dengan kejatuhan produksi dan ekspor.

Perlambatan ekonomi triwulan keempat 2008 diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan pertama 2009. Dampaknya, PHK terus bertambah. Parahnya, rekayasa statistik ekonomi yang sering terjadi menjelang Pemilu akan semakin memperparah keadaan.

Managing Director Econit Advisary Group, Hendri Saparini menjelaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, terdapat sejumlah hidden risk (risiko tersembunyi). Di antaranya, adanya peningkatan ketertutupan informasi dan rekayasa statistik.

Mendekati Pemilu, biasanya banyak terjadi rekayasa data statistik secara sistematis. Data itu antara lain menyangkut angka kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan investasi.

“Dalam mengatasi krisis sekarang ini, pemerintah berhenti sampai mengeluarkan peraturan, instruksi, dan paket kebijakan, tapi tanpa penyelesaian,” papar Hendri.

Padahal, dalam situasi seperti ini, banyak hal yang bisa menggoncang ekonomi. Selain bakal munculnya PHK besar-besaran, tentunya akan ada pengkerutan ekonomi.

Solusi tercepat, Hendri meminta pemerintah benar-benar serius mengatasi masuknya barang-barang impor, apalagi yang ilegal. Dengan begitu, dia berharap daya saing produk dalam negeri dapat terjaga. Dari sisi fiskal, lanjutnya, pemerintah harus berpihak kepada industri dalam negeri.

Hendri yakin kalau solusi terpadu itu dijalankan serius oleh pemerintah, maka dunia industri tidak akan dengan mudah mengurangi karyawan. Berdasarkan analisa Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) potensi pengurangan pekerja diperkirakan mencapai 500 ribu hingga 1 juta pekerja tahun ini.

“Saya melihat pemerintah tidak memiliki kebijakan konkret untuk mengatasi potensi terjadinya pengangguran. Pendekatan yang digunakan pemerintah hanya hand-off,” ketusnya.

Sedangkan Direktur Inter-Cafe, Iman Sugema juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, hasil survey Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan perlambanan kegiatan usaha, masih akan berlangsung hingga kuartal pertama tahun ini. Bahkan dia menegaskan, perlambanan yang terjadi merupakan tanda-tanda bahwa Indonesia sedang memasuki masa resesi. “Ukurannya kan ekspektasi pengusaha yang memang mengerti demand public,” katanya.

Dampak yang perlu diwaspadai dalam situasi seperti itu, kata Iman, adalah pemutusan hubungan kerja. Bagi perusahaan yang permanen, tuturnya, ukurannya adalah enam bulan. Tapi untuk perusahan yang biasa-biasa saja sudah pasti akan melakukan pengurangan pekerja sejak saat ini. “Puncaknya akan terjadi hingga akhir 2009. Kalau pemerintah terus terbuai, situasi akan semakin gawat,” jelasnya.

Survey Kegiatan Usaha yang dilakukan BI pada bulan ini menemukan, perlambanan ekonomi telah terjadi pada triwulan keempat tahun lalu. Penurunan kegiatan usaha terjadi pada empat sektor: industri pengolahan (-2,75%), pertambangan dan penggalian (-2,38%), pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (-0,57%), serta sektor bangunan (-0,29%). Diperkirakan perlambatan ini masih akan berlangsung di triwulan pertama 2009.

Oleh karena itu, antisipasi harus segera disiapkan. Yang perlu diutak-atik adalah kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Jangan justru angka pertumbuhan ekonominya yang diobok-obok untuk kepentingan politis sesaat. [I4]

Illegal loging era Sby (1)

SP3 Kasus Riau Alot Dibahas
Rapat Kerja Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR Bahas Penghentian Perkara

Selasa, 17 Februari 2009 | 00:28 WIB

Jakarta, Kompas - Surat Perintah Penghentian Penyidikan perkara menjadi tema yang dibahas panjang dan alot dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung, Senin (16/2).

Penghentian penyidikan yang menjadi sorotan Komisi III DPR adalah dalam perkara korupsi penjualan kapal tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) Pertamina dan penebangan liar di Provinsi Riau.

Pada hari Senin, raker diskors selama tiga jam. Raker sempat dibuka pukul 09.45. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyampaikan, ia dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk rapat terbatas. Akhirnya, raker dihentikan sementara. Raker dibuka lagi pukul 13.30, setelah Hendarman kembali ke Gedung DPR.

Pertanyaan tentang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara penebangan liar di Riau disampaikan Maiyasyak Djohan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Panda Nababan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Arbab Paproeka dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Mereka mempertanyakan petunjuk Kejaksaan Tinggi Riau kepada Kepolisian Daerah Riau, saat pemberkasan perkara itu.

Pada 23 Desember 2008, Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal (Pol) Hadiatmoko menerbitkan SP3 untuk 13 perusahaan pemilik izin hutan tanaman industri, setelah berkoordinasi dengan Kepala Kejati Riau Suroso. Menurut kejaksaan, unsur melawan hukum terhadap tuduhan perusakan lingkungan dan pembalakan liar hutan sulit dibuktikan.

Berkas penyidikan sempat bolak-balik dari kejaksaan ke Polri dan sebaliknya, dan tak pernah dinyatakan lengkap. Perusahaan itu berada di bawah dua perusahaan besar, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper serta Indah Kiat Pulp and Paper. Dari 14 perusahaan yang diproses terkait pembalakan liar, hanya yang melibatkan PT Ruas Utama Jaya yang dilanjutkan penyidikannya.

”Apabila SP3 memang sesuai undang-undang, selama dua tahun kan kayu dalam status sita. Dua tahun mondar-mandir perkaranya dari polisi ke kejaksaan. Apa tidak abuse? Dua tahun tanpa pertanggungjawaban hukum,” kata Maiyasyak.

Keterangan ahli dari Departemen Kehutanan dalam perkara itu juga dipertanyakan Komisi III DPR. Mengenai ahli dari Dephut, Hendarman menjelaskan, dalam perkara yang menyangkut kehutanan, sudah ada nota kesepahaman (MOU) antara polisi, jaksa, dan Dephut.

”Dari MOU disepakati, keterangan ahli diambil dari Dephut,” kata Hendarman.

Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyampaikan, Komisi III membentuk tim untuk meneliti lebih lanjut soal penerbitan SP3 kasus di Riau itu. Tim yang diketuai Maiyasyak itu rencananya akan menggelar rapat dengan Kepala Polda Riau, Rabu besok.

Kepala Kejati Riau Suroso yang hadir dalam raker juga diminta menjelaskan perkara pembalakan liar itu. Menurut Suroso, terkait 13 perusahaan pemilik izin hutan tanaman industri, unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi. Pengusaha memiliki izin hutan tanaman industri serta memiliki hak menebang kayu. Berdasarkan keterangan Dephut, mereka tak melanggar undang-undang.

”Hutan yang rusak nanti kan ditanami lagi tanaman industri,” kata Suroso. Ia menambahkan, pencurian juga tidak ada karena kayu yang dibawa keluar dari hutan sah. Pengusaha membayar Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan secara legal.

Dalam berkas penyidikan, ada keterangan ahli, yakni ahli kesuburan tanah dan ahli kebakaran hutan dari Institut Pertanian Bogor. ”Tetapi, tidak ada kebakaran hutan,” ujar Suroso.

Arbab menyinggung pentingnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dengan disampaikannya SPDP ini dari polisi ke kejaksaan saat penyidikan dimulai, mestinya bolak-balik berkas perkara tak akan terjadi.

Perkara VLCC

Mengenai perkara korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa Pertamina, T Gayus Lumbuun dari F-PDIP menanyakan SP3 yang diterbitkan kejaksaan. Dengan dihentikannya penyidikan, status tersangka pada mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Direktur Utama PT Pertamina Ariffi Nawawi, dan mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Alfred H Rohimone otomatis dicabut.

Hendarman menyatakan, saat menyidik perkara korupsi penjualan VLCC, penetapan tersangka dilakukan untuk membuat terang perkara itu. Dengan demikian, bisa meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memeriksa aliran dana. Namun, ternyata aliran dana itu tidak ada.

”Yang ada dalam kasus VLCC itu adalah pelanggaran administrasi. Satu-satunya jalan, diserahkan ke Pertamina supaya ada sanksi administrasi,” ujarnya.

Dalam raker, untuk pertama kalinya semua kepala kejati hadir. Trimedya menjelaskan, Komisi III DPR memang meminta agar semua kepala kejati hadir. ”Biar mereka juga tahu, seperti apa rapat kerja dengan DPR itu,” kata Trimedya.

Selain itu, kehadiran kepala kejati berhubungan dengan posisi kepala daerah sebagai orang partai politik. ”Kita tidak ingin, untuk kepentingan penguasa, dicari-cari kesalahannya. Jaksa kan menangani perkara korupsi,” ujar Trimedya. (idr)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/17/00283145/sp3.kasus.riau.alot.dibahas

Mengapa rupiah tak kunjung menguat ?

ANALISIS EKONOMI
Mengapa Rupiah Tak Kunjung Menguat?
MYE
Senin, 16 Februari 2009 | 00:13 WIB

A TONY PRASETIANTONO

Kurs rupiah, pekan lalu, terus melemah ke level Rp 12.000 per dollar AS. Meski fenomena pelemahan kurs ini juga praktis terjadi pada hampir semua mata uang dunia terhadap dollar AS, tetap saja ini menimbulkan kekhawatiran. Kita masih dihinggapi trauma pelemahan rupiah sebagaimana terjadi pada krisis 1998.

Setidaknya bisa dipetakan adanya lima faktor penyebabnya. Pertama, dalam setahun terakhir terjadi penurunan hebat arus modal masuk (capital inflow) dari negara-negara maju ke negara-negara emerging markets di Asia. Pada Januari-Agustus 2008, modal masuk terpangkas 40 persen, dari 100 miliar dollar AS menjadi 60 miliar dollar AS (World Bank, Global Economic Prospects 2009: Commodities at the Crossroads).

Modal asing yang masuk dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni penerbitan obligasi, penjualan saham (equity issuance), dan pinjaman perbankan. Ini belum termasuk penurunan modal asing langsung.

Situasi kian memburuk sejak 15 September 2008 ketika Lehman Brothers bangkrut. Investor di New York, Amerika Serikat, pun kemudian melakukan konsolidasi. Mereka menarik dananya dari seluruh dunia untuk menata ulang portofolionya.

Kini emerging markets bahkan diperkirakan mengalami defisit aliran modal, berarti lebih banyak modal keluar daripada modal masuk. Dalam kasus Indonesia, hal itu dapat dideteksi dari merosotnya cadangan devisa dari level tertinggi 57 miliar (Juli 2008) menjadi 51 miliar dollar AS. Repatriasi modal menyebabkan naiknya permintaan terhadap dollar AS sehingga kurs dollar AS menguat. Inilah penjelasan, mengapa dollar AS justru menguat ketika perekonomian AS memburuk?

Kedua, surplus perdagangan Indonesia menurun tajam, dari 40 miliar dollar AS (2007 dan 2006) menjadi hanya 11 miliar dollar AS (2008). Surplus 2008 berasal dari ekspor 136 miliar dollar AS dikurangi impor 125 miliar dollar AS. Ekspor mulai melemah sejak Oktober 2008 ketika AS dan seluruh dunia sudah memasuki periode krisis. Hal ini juga diikuti oleh menurunnya impor, seiring dengan kian mahalnya dollar AS. Menipisnya surplus perdagangan menghilangkan peluang untuk menambah cadangan devisa.

Ketiga, euforia Barack Obama dan stimulus fiskal AS. Keputusan untuk menginjeksi stimulus fiskal 787 miliar dollar AS juga berkorelasi dengan kenaikan kurs dollar AS.

Keempat, sebelum 15 September 2008, banyak mata uang dunia cenderung terlalu mahal (overvalued) terhadap dollar AS. Akibatnya, neraca perdagangan tertekan hebat (defisit).

Indonesia kurang lebih punya masalah mirip. Karena kurs dollar AS terlalu murah (undervalued), impor melonjak sangat besar. Pada Juli 2008, impor kita mencapai rekor tertinggi 12,82 miliar dollar AS, padahal ekspor cuma 12,55 miliar dollar AS. Akibatnya, terjadi defisit perdagangan hampir 300 juta dollar AS. Saya menduga hal ini terjadi karena dollar AS undervalued, atau sebaliknya rupiah overvalued. Koreksi yang diperlukan adalah kombinasi antara dollar AS menguat dan rupiah melemah.

Kelima, Bank Indonesia menurunkan suku bunganya terlalu cepat. Kebijakan ini memang sangat diperlukan untuk memacu sektor riil. Namun, penurunan BI Rate yang terakhir dari 8,75 persen ke 8,25 persen justru dilakukan pada saat rupiah lemah, yakni Rp 11.700 per dollar AS. Saya rasa waktunya salah.

Masih bisa menguat

Rupiah saya yakini masih bisa menguat. Syarat utamanya, modal global yang kini sedang mudik ke New York harus kembali lagi ke sini. Pemilik dana sedang menimbang-nimbang, mau dikemanakan uangnya? Mereka pasti cenderung menghindari derivatif, dan mencari portofolio aman, misalnya obligasi pemerintah dan korporasi kredibel. Cepat atau lambat, dana-dana itu akan mengalir lagi ke emerging markets karena tetap paling prospektif.

Dalam berbagai versi proyeksi pertumbuhan ekonomi, Indonesia menempati urutan ketiga sesudah China dan India. Dalam versi Bank Dunia (2009), misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 4,4 persen, atau di bawah China (7,5 persen) dan India (5,8 persen). Level ini masih di atas kompetitor terdekat kita dalam menarik modal global, yaitu Thailand (3,6 persen), Malaysia (3,7 persen), dan Filipina (3,0 persen).

Negara-negara emerging markets masih bisa tumbuh, meski melambat, karena kecilnya exposure pada produk surat berharga yang berbasis subprime mortgage. Sedangkan negara Asia yang banyak bermain derivatif semuanya terpukul dan mengalami kontraksi: Singapura dengan pertumbuhan ekonomi minus 2,2 persen, Hongkong (minus 1 persen), dan Korea Selatan (minus 1,7 persen).

Berdasarkan peta ini, Indonesia masih cukup prospektif menerima lagi aliran modal. Indonesia dapat meminimalkan krisis karena dua hal. Pertama, tidak terlibat derivatif terlalu dalam. Kedua, punya andalan komoditas primer. Meski harganya sempat terpukul, diyakini pada 2009 akan membaik, meski tidak setinggi 2008.

Ketika sebagian modal global kelak kembali mengalir ke sini, rupiah pun akan menguat. Setidaknya rupiah menjadi Rp 11.000 per dollar AS, atau bahkan lebih kuat lagi. Itu saya perkirakan bakal terjadi pada semester II nanti. A Tony Prasetiantono Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Chief Economist BNI

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/16/00135546/mengapa.rupiah.tak.kunjung.menguat

Pembiayaan mobil turun

Pembiayaan Mobil Merosot
Astra Finance Terbitkan Obligasi
Rabu, 18 Februari 2009 | 00:11 WIB

Jakarta, Kompas - Tingkat penjualan mobil nasional yang terus merosot selama beberapa bulan terakhir memaksa perusahaan pembiayaan untuk menurunkan target pendanaan pada tahun 2009. Penurunan target ini merupakan pilihan terbaik.

Tingkat penjualan mobil nasional yang terus merosot selama beberapa bulan terakhir memaksa perusahaan pembiayaan untuk menurunkan target penjualannya pada tahun 2009. Penurunan target ini merupakan pilihan terbaik agar perusahaan pembiayaan dapat menekan biaya modal (cost of fund) di tengah ancaman penurunan laba perseroan pada tahun ini.

Presiden Direktur PT Astra Sedaya Finance (ASF) Djony Bunarto Tjondro, seusai Paparan Publik Penerbitan Obligasi ASF X, Selasa (17/2), mengatakan, pada tahun ini pihaknya hanya menargetkan pembiayaan atas 74 ribu unit mobil atau turun 19,27 persen dari tahun 2008 sebanyak 91.674 unit.

Cadangkan dana

Untuk membiayai pembelian mobil sebanyak itu, perseroan akan mencadangkan dana sebesar Rp 8,5 triliun atau turun 26,08 persen dari total pembiayaan ASF pada tahun 2008 sebesar Rp 11,5 triliun. ”Kami memang harus menyesuaikan target dengan tren penjualan mobil tahun 2009 ini,” kata Djony.

Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan, penurunan target pembiayaan mobil itu merupakan langkah yang cukup realistis. Pasalnya, penjualan mobil tahun ini diperkirakan akan turun drastis, yaitu hanya 400.000-450.000 unit. Target sebesar itu turun signifikan dibandingkan dengan realisasi penjualan mobil nasional tahun 2008 sebesar 603.700 unit.

Saat ini, kata Bambang, perusahaan pembiayaan memang harus membuat target yang konservatif. Jika nanti penjualan mobil ternyata cukup baik, perusahaan pembiayaan lebih baik kehilangan nasabah daripada harus menanggung biaya modal cukup besar tetapi penjualan mo- bil ternyata benar-benar merosot.

Tidak akan naik

Menurut Bambang, realisasi penjualan mobil selama tiga bulan pertama ini akan menjadi indikator untuk melihat tren penjualan mobil selama tahun 2009, apakah akan lebih turun lagi atau landai. ”Yang pasti tidak akan naik,” kata Bambang.

Setelah turun berturut-turut selama lima bulan sebelumnya, Januari lalu realisasi penjualan mobil nasional tercatat hanya 31.725 unit. Penjualan sebesar itu turun 20 persen dibanding Desember 2008 atau 23 persen dibanding Januari 2008.

Terkait dengan kebutuhan pendanaan, kemarin ASF mulai melakukan penawaran awal (book building) atas obligasi ASF ke-10 senilai Rp 600 miliar. Sumber pendanaan lainnya berasal dari kas perseroan serta pinjaman bank yang tahun ini diperkirakan Rp 3,4 triliun. (REI)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/18/00115511/pembiayaan.mobil.merosot

Presiden palsu hasil Pilpres 2009

17/02/2009 - 19:43
Khofifah: Pemenang Pilpres Sudah Ketahuan
Nusantara HK Mulkan
Khofifah Indar Parawansa
(inilah.com/ Subekti)

INILAH.COM, Jakarta - Kecurangan proses pemilihan Gubernur Jawa Timur akan menjadi cermin pada proses Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Presiden 2009. Sehingga, sudah terbaca siapa yang akan menjadi pemenang pada Pilpres 2009.

Hal itu diungkapkan Khofifah Indar Parawansa yang menjadi rival Soekarwo yang kini telah menjadi Gubernur Jawa Timur, saat berkunjung ke redaksi INILAH.COM, Selasa (17/2).

Khofifah mendasarkan pernyataan ini pada temuan data yang dikumpulkannya saat dilakukan pencoblosan putaran pertama, putaran kedua, maupun putaran ulang Pilgub Jatim. Pihaknya, kata Khofifah, menemukan adanya sejumlah modus kecurangan yang dilakukan secara sistematis.

Di antaranya, dengan memanipulasi suara melalui nama-nama fiktif pemilih di TPS. Ia memberi contoh salah satu kecamatan di Kabupaten Bangkalan, Madura. Pada putaran pertama, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di salah satu desa hanya sekitar 100 nama. Namun, di putaran kedua meningkat menjadi 284.

"Di putaran ketiga meningkat lagi menjadi 339 nama, lengkap dengan nomor induk kependudukan (NIK)," jelasnya.

Yang menarik, dari sejumlah nama-nama baru yang masuk, semuanya memiliki tanggal lahir yang sama namun tahun yang berbeda. Semuanya lahir pada 7 Januari dengan tahun yang bervariasi, bahkan ada pemilih yang terdata lahir pada 2009 dan 2019 alias belum mencapai usia hak pilih, bahkan ada yang baru lahir 10 tahun lagi.

"Yang memprihatinkan, hal itu justru dianggap biasa saat kami mengadukan ke Depdagri," ujar mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

Karena itu, ia memberi peringatan bahwa rekayasa kecurangan ini masih akan mungkin terjadi saat Pileg dan Pilpres. "Kalau sekarang kami jadi korbannya, kan yang lain tinggal menunggu giliran. Jadi, dari sekarang saja sudah tergambar siapa yang akn menang di Pilpres mendatang," Khofifah memperingatkan.

Apabila benar DPT Pileg dan Pilpres ternyata banyak yang fiktif alias palsu, maka hasil pemilihannya juga palsu. "Maka legislatifnya akan palsu dan presidennya juga palsu," ujarnya. [nuz]

http://www.inilah.com/berita/politik/2009/02/17/84437/khofifah-pemenang-pilpres-sudah-ketahuan/

Obral gas ala Sby ...(3)

Minggu, 15 Februari 2009 13:44 WIB
GSA Donggi-Senoro Berpotensi Rugikan Negara Rp20 Triliun
Penulis : Jajang
JAKARTA--MI: Potensi kerugian negara (opportunity loss) dari gas sales agreement (GSA) yang ditandatangani 20 Januari lalu untuk gas dari Donggi-Senoro disinyalir BISA mencapai lebih dari Rp20 triliun.

Pasalnya dengan patokan harga minyak dunia yang tengah menurun sekalipun, nilai jual gas tersebut dianggap terlalu rendah sehingga pemerintah disarankan melakukan renegosiasi untuk harga jual yang lebih layak.

"Harus dilakukan penyelidikan terkait rendahnya harga gas ini. Demikian juga dengan dokumen kontrak jual belinya, sehingga menjadi jelas klausul-klausul mana yang berpotensi merugikan itu. Sebaiknya dilakukan negosiasi ulang. Pemerintah mesti didesak untuk melakukan itu," ujar Direktur Eksekutif Refor-Miner Institute Pri Agung Rakhmanto, Minggu (15/2).

Idealnya harga jual gas yang berasal dari Donggi-Senoro adalah sebesar US$5-US$6 per mmbtu. "Dugaan saya, penentuan harga dasar yang dijadikan patokan dalam formula harga gasnya terlalu rendah. Mestinya, dengan harga minyak US$45 per barel, harga jual gas ada di kisaran US$5-US$6 per mmbtu, bukan US$2,6 atau US$2,8 per mmbtu," papar Pri Agung.

Potensi kerugikan negara ini merupakan akumulasi perhitungan dengan asumsi harga gas yang dijual US$2,75 per mmbtu, dengan jangka waktu selama 15 tahun sesuai dengan agreement tersebut. Disinyalir, formulasi harga GSA antara PT Pertamina EP dengan DSLNG dan GSA PT Pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori dengan PT Donggi Senoro LNG yang ditandatangani pada 22 Januari 2009 adalah menjadi sekira US$2,80/mscf (setara dengan US$2,75 per mmbtu) pada harga JCC minyak US$44 per barel.

Sebelumnya, Deputi Finansial dan Pemasaran BP Migas Eddy Purwanto pernah menyebutkan harga gas Senoro telah disepakati US$3,85 per mmbtu, pada harga JCC minyak US$44 per barel sekaligus menjadi harga batas bawah yang bergerak mengikuti fluktuasi harga minyak mentah. Namun, konsorsium tersebut kembali menegosiasi ulang harga tersebut.

Terakhir, Kepala BP Migas R Priyono mengungkapkan jika dijual pada saat ini harga LNG Blok Senoro tersebut hanya US$2,6/mmbtu. Dengan demikian, potensi kerugian bisa dipastikan dapat lebih besar dari angka tersebut. (JJ/OL-06)

20 BUMN diprivatisasi 2009

Senin, 16 Februari 2009 12:50 WIB
20 BUMN Masuk Daftar Privatisasi 2009
JAKARTA--MI: Kementerian BUMN mencatat 20 BUMN masuk dalam daftar privatisasi 2009, sebagian merupakan carry over (limpahan) dari program privatisasi 2008.

Menurut Menneg BUMN Sofyan Djalil dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin (16/2), rencana privatisasi ke 20 perusahaan itu sudah masuk dalam Program Tahunan Privatisasi 2009, yang memerlukan arahan kembali dari Komite Privatisasi dan Rekomendasi Menteri Keuangan.

Tercatat privatisasi sembilan perusahaan menggunakan pola penjualan saham kepada publik (IPO) yaitu PT Pembangunan Perumahan maksimal 30% dari total kepemilikan saham, PT Waskita Karya (maksimal 35%).

PT Bank Tabungan Negara (BTN) (maksimal 30 persen), PT Krakatau Steel (maksimal 49%), PTPN III (maksimal 30%), PTPN IV (maksimal 30%). Selanjutnya PTPN VII (maksimal 30%), PT
Asuransi Jasa Indonesia (maksimal 30%) dan PT Rekayasa Industri (maksimal 4,7%).

Tujuh perusahaan privatisasi dilakukan dengan pola penjualan strategis yaitu PT Rukindo, PT Bahtera Adiguna, PT Industri Sandang, PT Sarana Karya. "Divestasi ke tiga perusahaan bisa dilakukan hingga 100 persen saham," ujarnya.

Namun dalam rangka restrukturisasi BUMN, PT Rukindo akan diambilalih PT Pelindo, sedangkan PT Bahtera Adiguna dibeli PT PLN.

BUMN lain yang dilepas melalui pola penjualan strategis adalah PT Cambrics Primissima divestasi maksimal 52,79 persen, PT Industri Gelas maksimal 63,82% , dan PT BNI Tbk maksimal 4,24%. Sedangkan Semen Kupang divestasi maksimal 61,48% dan Semen Baturaja maksimal 35%.

Menurut Sofyan Djalil, sebagian BUMN tersebut sudah mendapat persetujuan dari komite tim privatisasi dan sebagian lagi harus menunggu pembahasan dengan DPR.

Rencana privatisasi tiga BUMN Konstruksi, PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan dan PT Waskita Karya sudah melalui surat Ketua DPR Nomor TU.03/6893/DPR/IX/2008, 22 September 2008.

"Komisi IX DPR meminta agar pelaksanaan privatisasi BUMN Karya itu tetap mempertahankan kepemilikan negara mayoritas," ujar Sofyan.

Menneg BUMN menambahkan sebagian dari BUMN sudah mendapat persetujuan IPO tahun 2008, namun tidak terealisasi atau ditunda karena situasi pasar saham yang buruk. (Ant/OL-01)

Obral gas ala Sby ...(2)

Rabu, 18 Februari 2009 18:40 WIB
Harga Jual Gas Senoro Dinegosiasi Ulang
Penulis : Jajang
JAKARTA-MI: Kepala BP Migas R Priyono menjanjikan pihaknya akan meninjau ulang harga jual yang dinegosiasikan dalam proyek Donggi Senoro. Bahkan ia mengaku sudah mempersiapkan formula harga yang akan menjadi patokan dalam kesepakatan penunjukan penjualan (SAA).

"Kita tentunya akan review harga negosiasi yang mereka tetapkan ini. Kita akan sesuaikan dengan dinamika harga minyak karena tentunya kita menginginkan harga maksimal yang nantinya disetujui dalam kontrak akhir," ujar Priyono. Namun ia belum bersedia menyebutkan harga yang akan diajukan BP Migas.

"Kita sudah menyiapkan harga namun tentunya belum bisa kita ungkapkan hari ini," ujar Priyono, Rabu (18/2).

Selain itu, imbuh Priyono patokan harga dan semua kesepakatan korporasi masih bisa dirubah sebelum menjadi keputusan akhir yang ada di tangan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro.

"Apa yang dibahas dalam GSA tersebut masih belum final. Itukan baru GSA, belum sales appointed agreement (SAA). Setelah SAA juga masih harus menunggu persetujuan dan keputusan akhir dari Menteri ESDM," ujar Priyono.

Menurut Priyono, dalam GSA apa yang disepakati masih merupakan hal yang umum dan bersifat b to b.

"Penekanannya lebih kepada besar cadangan, berapa lama, aturan bisnis, dan untuk harganyapun masih menggunakan formula. Sedangkan dalam SAA, peranan BP migas akan lebih dominan karena BP migas sudah mulai memasukan kepentingan pemerintah misalnya terkait peninjauan harga. Dan apa yang disepakati dalam SSA ini juga bisa batal tergantung keputusan akhir dari menteri," ungkap Priyono.

Ia juga mengklarifikasi pernyataan yang menyebut Purnomo tidak tahu menahu tentang GSA itu.

"Saya dan Pak Menteri memang hadir pada saat penandatanganan GSA itu. Namun kami tidak campur tangan terhadap isi dari GSA karena masih dalam tahap korporasi," ujar Priyono.

Sebelumnya anggota Komisi VII DPR asal fraksi PAN, Tjatur Sapto Edy juga mengkritik pernyataan menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang menyatakan dirinya tidak mengetahui harga di kesepakatan tersebut.

"Menteri bilang dia tidak tahu soal harga gas Donggi Senoro dan itu adalah B to B, tidak mungkin karena dia ada di situ. Jangan sampai Menteri melakukan kebohongan publik," tandas Tjatur.

Selain itu, dengan asumsi harga crude

di kisaran US$45 per barel, potensi kerugian negara dari perjanjian gas sales agreement (GSA) penjualan gas Donggi Senoro diprediksi mencapai Rp50 triliun.

"Dengan rata-rata harga minyak saat ini US$45 per barel, harganya bisa mencapai US$5- US$6 per mmbtu. Sedangkan pada GSA yang ditandatangani bulan lalu tersebut, menggunakan harga minyak US$44 per barel, dengan demikian harga gas mencapai US$2,75 per mmbtu. Besaran konstanta ini terlalu kecil sehingga apabila dikalikan dengan potensi produksi 2 juta metrik ton per tahun," papar Tjatur saat menanggapi pemaparan Kepala BP Migas R Priyono sebagai saksi panitia khusus hak angket BBM DPR, di Jakarta lemarin.

Sehingga, imbuh Tjatur, terdapat potensi kerugian hingga Rp50 triliun itu dengan mengambil asumsi harga minyak di APBN-P sebesar US$45 per barel.

"Kita akan dorong supaya harga yang muncul saat SAA maupun keputusan Menteri tidak serendah harga yang ada dalam negosiasi ini. Kita akan pantau terus," pungkas Tjatur. (JJ/OL-02)

Obral gas ala Sby ...

Rabu, 18/02/2009 14:46 WIB
Kerugian Harga Gas Senoro Bisa Capai Rp 50 Triliun
Nurseffi Dwi Wahyuni - detikFinance


Foto: lih/detikFinance
Jakarta - Potensi kerugian negara dari perjanjian jual beli gas (Gas Sales Agreement/GSA) Donggi Senoro diprediksi mencapai Rp 50 triliun. Hitungan kerugian tersebut dengan asumsi gas Senoro dijual dengan harga minyak US$ 44-45 per barel.

Hal ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR Tjatur Sapto Edi kepada wartawan usai rapat panitia angket DPR, di gedung DPR, jakarta, Rabu (16/2/2009).

Menurut Tjatur, dengan rata-rata harga minyak saat ini yang sebesar US$ 45 per barel, seharusnya harga gas Senoro bisa mencapai US$ 5-6 per mmbtu.

Sementara menurut Tjatur, pada GSA yang ditandatangani bulan lalu tersebut harga gas hanya US$ 2,8 per mmbtu meskipun acuan harganya tak jauh berbeda, yaitu US$ 44 per barel.

"Jadi kerugian itu kalau kita ambil harga minyak pada saat ini," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Tjatur juga mengkritisi pernyataan menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang menyatakan dirinya tidak mengetahui harga di kesepakatan tersebut.

"Menteri bilang dia tidak tahu soal harga gas Donggi Senoro dan itu adalah B to B, tidak mungkin karena dia ada di situ," tandasnya.

Sementara itu, Kepala BP Migas R Priyono menjelaskan apa yang disepakati tersebut belum final karena baru dalam GSA. "Apa yang dibahas dalam GSA tersebut masih belum final. Itu kan baru GSA, belum sales appointed agreement (SAA)," katanya.

Menurut Priyono, dalam GSA apa yang disepakati masih merupakan hal yang umum dan bersifat B to B.

"Penekanannya lebih kepada besar cadangan, berapa lama, aturan bisnis, dan untuk harganyapun masih menggunakan formula. Sedangkan dalam SSA, peranan BP migas akan lebih dominan karena BP migas sudah mulai memasukan kepentingan pemerintah misalnya terkait peninjauan harga. Dan apa yang disepakati dalam SSA ini juga bisa batal tergantung Menteri." ungkapnya.(epi/lih)
http://www.detikfinance.com/read/2009/02/18/144621/1086746/4/kerugian-harga-gas-senoro-bisa-capai-rp-50-triliun

Bukti PNPM jadi alat kampanye Sby (2)

18/02/2009 - 12:05
SBY di Tuban, Beri Bantuan Kok Kampanye?
Susilo Bambang Yudhoyono
(inilah.com/ Raya Abdullah)

INILAH.COM, Tuban – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rupanya belum dapat membedakan tugasnya sebegai kepala negara dan peserta Pilpres 2009. Bahkan, saat memberikan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, di alun-alun Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Rabu (18/2), ia justru terkesan tengah berkampanye.

Dalam pidatonya, SBY meminta pihak-pihak yang selama ini mengkritik pemerintahannya, untuk menghormati kinerja para pemimpin. Mulai dari pusat, gubernur, bupati hingga ke bawahnya. "Memang masih ada kekurangan dan hal itu sangat wajar. Tidak ada yang sempurna, namun hal itu bisa diperbaiki," kata SBY sambil tersenyum.

Ia juga meminta pihak-pihak tertentu menghormati dan menghargai jerih payah pemimpin yang dalam beberapa tahun belakangan ini. Serta terus bekerja tanpa lelah untuk bersama-sama membangun bangsa.

"Kita tidak mengetahui, siapa nanti pemimpin bangsa di tahun mendatang. Namun, yang pasti apa yang sudah baik harus tetap dilanjutkan," tegasnya sambil kembali mendapat tepukan meriah dari para undangan.

Yang menarik, di antara bagian pidatonya, SBY terkesan tengah berkampanye. Ia menggembar-gemborkan keberhasilannya selama memimpin Indonesia. "Alhamdulillah, berkat rahmat Tuhan, kami bisa menurunkan harga BBM hingga tiga kali," katanya, disambut tepuk tangan ribuan undangan.

Kunjungan SBY ke Tuban ini, dalam rangka menyerahkan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sebesar Rp1,448 triliun untuk Jatim. Secara simbolis, bantuan program PNPM Mandiri yang diserahkan kepada Gubernur Jatim Soekarwo sebesar Rp 1 triliun. [beritajatim/nuz]

http://www.inilah.com/berita/politik/2009/02/18/84576/sby-di-tuban-beri-bantuan-kok-kampanye/

Bukti PNPM jadi alat kampanye Sby

18/02/2009 - 19:24
PD: SBY Bilang 'Lanjutkan' Wajar
Djibril Muhammad

Susilo Bambang Yudhoyono
(inilah.com/ Raya Abdullah)

INILAH.COM, Jakarta - Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri sebesar Rp1,448 triliun di Tuban, Jawa Timur, sempat menyisipkan jargon kampanye Partai Demokrat (PD). Namun, hal itu dinilai PD wajar.

Dalam kunjungan itu, SBY sempat mengeluarkan sejumlah kata-kata yang menjadi jargon Partai Demokrat dan SBY. Di antaranya, saat dia menyebut apa yang sudah baik dari pemimpin saat ini harus tetap dilanjutkan. Ia juga menyebut, pemerintah telah berhasil menurunkan harga BBM hingga tiga kali.

Seperti diketahui, kata 'lanjutkan' maupun kalimat ‘telah menurunkan BBM tiga kali’ merupakan jargon yang didengungkan dalam iklan kampanye Partai Demokrat

Namun, hal ini dibantah oleh Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Ali, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (18/2). Menurut dia, pernyataan SBY merupakan pernyataan yang standar dan normatif. Karena pada dasarnya memang sesuatu yang baik itu harus dilanjukan

"Mungkin kalimatnya hampir sama dengan slogan. Lalu bahasa lain dari ‘lanjutkan’ apa? Kalau memang bagus, ya dilanjutkan. Itu bahasa normatif. Siapapun akan menggunakan itu," paparnya.

Dituturkan dia, SBY bukanlah pemimpin yang memanfaatkan segala sesuatu (jabatan) demi kepentingan golongan. Bahkan SBY mengajarkan pada para kader PD agar taat pada azas hukum yang berlaku. "Jadi, ya memang beliau menyampaikan hal-hal yang baik untuk dilakukan. Itu wajar," kata Marzuki.

Ia juga menolak jika disebut pernyataan tesebut menyimpang secara etika politik. Sebab, sambutan SBY tersebut tidak ada kaitannya dengan kampanye yang dilakukan Partai Demokrat selama ini. "Tidak ada yang disisipkan. Sebagai presiden beliau tidak promosi, karena yang iklan itu adalah Partai Demokrat," sergahnya.

Mengenai posisi SBY sebagai Ketua Dewan Pembina, dinilai Marzuki tidak berbeda dengan posisi Dewan atau Majelis Syura di PKS dan PKB. Karena itu, ia meminta agar menghentikan penilaian atas kata-kata seorang tokoh, karena dinilainya tidak produktif.

“Kita ngurusin omongan orang saja. Harusnya kita bicara yang positif. Omongan SBY selalu dimaknai. Demokrasi ini membuat kita menjadi tidak produktif, tidak efisien," pungkasnya. [jib/nuz]

http://www.inilah.com/berita/politik/2009/02/18/84708/pd-sby-bilang-lanjutkan-wajar/

Defisit naik, hutang naik

Selasa, 17/02/2009 11:34 WIB
Defisit APBN 2009 Naik Jadi 2,6%
Wahyu Daniel - detikFinance


Foto: Wahu/detikFinance
Jakarta - Defisit APBN 2009 bisa kembali naik dari 2,5% (Rp 132 triliun) menjadi 2,6% (Rp 137 triliun) seiring menurunnya pendapatan negara di 2009 akibat imbas krisis ekonomi global akan tetapi belanja tetap.

Hal ini dikatakan oleh Dirjen Anggaran Anny Ratnawati dalam acara seminar yang diadakan PT PNM di Gedung Arthaloka, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (17/2/2009).

"Penerimaan negara turun sekitar Rp 130 triliun. Kalau belanja tidak berubah, pembiayaan akan besar. Tidak mudah mencari dana, di tengah keketatan likuiditas. Kalaupun ada, biayanya tinggi. Belanja diturunkan, karena subsidi turun akibat harga minyak turun. Belanja Kementerian/Lembaga tidak dipotong," tuturnya.

Dengan naiknya defisit ini, Anny mengatakan pembiayaan tambahan akan berasal dari SILPA atau surplus APBN 2008 sebesar Rp 51 triliun dan tambahan utang dari pinjaman luar negeri atau standby loan sebanyak Rp 37 triliun.

"Defisit anggaran naik, Rp 136,9 triliun (2,6% dari PDB). Kita dapat standby hampir US$ 5 miliar, US$ 3,5 miliar akan ditarik untuk pembiayaan, pokoknya aman lah," jelasnya.

Dikatakan Anny kebijakan fiskal bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah kondisi ekonomi global, dimana investasi turun.

"Ekspor dan impor juga turun, dikhawatirkan minus. Kalau terjadi, penerimaan ekspor turun, tapi penerimaan impor turun, jadi balance," imbuhnya.
(dnl/lih)
http://www.detikfinance.com/read/2009/02/17/113444/1086002/4/defisit-apbn-2009-naik-jadi-26

Jumat, 13 Februari 2009

Mega heran APBN besar Jalan tidak dibangun

Megawati Heran, APBN Besar, Tapi Jalan Tidak Dibangun
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersaMa Sekjen PDIP Pramono Anung dan tim ekonominya dalam "Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab", Jumat (13/2), di Ballroom Four Seasons Hotel, Jakarta Selatan


Jumat, 13 Februari 2009 | 11:20 WIB

JAKARTA, JUMAT - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri menyayangkan proyek infrastruktur yang tidak berjalan maksimal dalam 4 tahun terakhir.

"Saya heran, kenapa pemerintah tidak bisa membangun jalan dengan APBN yang besar itu," kata Megawati, saat acara Pengusaha Bertanya Parpol Menjawab, di Jakarta, Jumat ( 13/2 ).

Megawati mengatakan saat masa pemerintahannya, dia menjalankan sejumlah proyek pembangunan jalan dalam jangka waktu 3 tahun Padahal APBN saat itu hanya berkisar Rp 350 triliun, dibandingkan APBN saat ini yang mencapai Rp 1.030 triliun.

"Sekarang kok tidak kelihatan ada pembangunan jalan, padahal APBN dulu lebih sedikit. Seharusnya yang salah dimana. Apa pemerintahan atau birokrasi," ujar Megawati.


ANI
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/02/13/11202779/megawati.heran.apbn.besar.tapi.jalan.tidak.dibangun

Mega : Inilah kegagalan sby tangani krisis !

Mega Beberkan Kegagalan Pemerintahan SBY Atasi Krisis
Jumat, 13 Februari 2009 | 11:03 WIB
JAKARTA, JUMAT — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menilai, kondisi perekonomian negara saat ini telah kehilangan fondasinya sejak runtuhnya stabilitas ekonomi pada pertengahan tahun 2005. Perekonomian negara pun, menurut partai oposisi itu, semakin diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah menghadapi badai krisis pada tahun 2008. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri membeberkan sejumlah bukti yang menunjukkan ketidaksiapan pemerintah menghadapi krisis.

Saat menyampaikan visi misinya dihadapan pengusaha, pada acara Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab, Jumat ( 13/2 ), Mega mengatakan, salah satu buktinya adalah nilai tukar rupiah yang mencapai titik terparah dalam 10 tahun terakhir. "Bukti-bukti ketidaksiapan pemerintah adalah anjloknya nilai tukar rupiah hingga ke 13.500 dan ini yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir," ujar Mega.

Bukti lain yang dibeberkan Mega, di antaranya depresiasi rupiah yang mencapai 35 persen. Angka ini, menurutnya, angka yang sangat tinggi jika dibandingkan negara lain, seperti Malaysia (21 persen) dan Singapura (13,6 persen). "Harga komoditas juga mengalami penurunan tajam setelah naik drastis pada tahun 2005," ujar mantan presiden ini.

Implikasinya, kata dia, produsen dalam negeri saat ini mengalami penurunan pendapatan. Hal ini juga, menurut PDI-P, konsekuensi dari penarikan dana besar-besaran oleh investor asing. Larinya modal asing dipandang sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap fundamental ekonomi. "Kalau makroekonomi baik, mengapa imbas krisis global ini demikian parahnya," kata Mega.

Klaim Mega, saat ia berkuasa pada 2001-2004 ia berhasil menyelamatkan Indonesia dari krisis yang terjadi sejak 1998. Kebijakan yang diterapkannya saat itu memberikan kepercayaan kepada timnya untuk mengimplementasikan kebijakan yang dibuat. "Presiden adalah pemimpin yang memberikan arahan kebijakan dari mandat rakyat," ujar Mega.


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/02/13/11033230/megabeberkankegagalanpemerintahansbyatasikrisis


Megawati sindir parpol yg pandai umbar janji

Jumat, 13 Februari 2009 18:09 WIB
Megawati Sindir Parpol yang Pandai Umbar Janji
Penulis : Mahfud
JAKARTA--MI: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyindir parpol yang sangat terampil mengumbar janji dan pandai pula ngeles kalau janjinya tidak terwujud.

"Pengalaman di masa lalu menunjukkan ada partai politik yang sangat terampil dalam membuat janji-janji," kata Megawati saat tampil sebagai narasumber dalam 'Dialog Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab' di Jakarta, Jumat (13/2).

Kalimat Megawati masih koma, belum titik. Kalimat lanjutannya justru yang lebih menohok. "Mereka selalu menjelaskan ketidakmampuan memenuhi janji-janji tersebut sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal yang tak dapat kita kendalikan," tambah Mega.

Mega tak menyebut siapa parpol yang dimaksudkannya. Namun sebagai partai oposan, bisa jadi kritik dilancarkan kepada partai utama pendukung pemerintah.

Mega berbicara dalam kontek ekonomi nasional yang begitu terombangambing oleh goyangan hebat ekonomi global. Mega mengakui faktor eksternal memang berperan. Namun peranan yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengantisipasi dinamika ekonomi global. Salah satunya dengan membangun tata kelola yang tepat sehingga mampu meredam perubahan lingkungan sekitar.

Mega mengarisbawahi perlunya koordinasi yang kuat dan ketegasan dalam melaksanakan program-program ekonomi. Megawati lalu menunjuk dirinya sendiri.

Saat diberikan mandat melalui MPR menjadi Presiden, Mega mengaku dia beserta jajaran kabinet bekerja bahu membahu dan gotong royong menyelamatkan Indonesia dari badai krisis. "Saya memberikan kepercayaan penuh kepada para anggota tim saya untuk menjalankan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan teknis dengan penuh tanggung jawab," tegas Mega. (Fud/OL-06)

Mega : Saya presiden yang sudah jatuh tertimpa tangga

Jumat, 13/02/2009 11:19 WIB

Mega: Saya Presiden yang Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Hery Winarno - detikPemilu

Jakarta - Di hadapan pengusaha, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri menceritakan pengalamannya saat menjadi Presiden RI. Mega mengaku bak jatuh tertimpa tangga pula.

"Saya ini presiden yang sudah jatuh tertimpa tangga pula. Saya harus menyelesaikan masalah krisis. Tetapi di sisi lain, saya juga harus menyelesaikan masalah BPPN. Saya tidak bisa membayangkan jika masalah BPPN tidak selesai," kata Mega.

Hal ini disampaikan Mega saat menanggapi pertanyaan yang dilontarkan panelis Chris Kanter tentang pembangunan ekonomi ke depan di acara 'Pengusaha Bertanya Parpol Menjawab' di Hotel Four Seasons, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2009).

Saat memimpin, kata Mega, anggaran pembangunan infrasuktur hanya Rp 350 triliun. Sementara sekarang telah naik menjadi Rp 1.030 triliun. Tetapi, pengelolaannya masih jauh dari memuaskan.

"Apa pemerintahannya yang salah? Padahal kita kan punya menteri pemberdayaan aparatur negara. Kalau kita pegang dengan baik, birokrat akan baik karena mereka juga butuh makan," papar Mega disambut tawa hadirin. ( aan / iy )
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/13/111948/1084371/700/mega-saya-presiden-yang-sudah-jatuh-tertimpa-tangga

Mega : Pemr sby lamban tangani krisis

Jumat, 13 Februari 2009 18:33 WIB
Mega: Pemerintah Lambat Tangani Dampak Krisis Ekonomi
Penulis : Rini Widuri Ragillia
JAKARTA--MI: Pemerintah dinilai lambat menangani krisis ekonomi global yang sedang melanda. Hal itu terlihat dari runtuhnya stabilitas makro ekonomi mencakup inflasi, anjloknya nilai tukar, melonjaknya harga-harga komoditas, dan hilangnya cadangan devisa.

Demikian diungkapkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dalam acara diskusi dengan tema Pengusaha Bertanya Parpol Menjawab, di Jakarta, Jumat (13/2).

"Kalau kita sudah betul-betul pandai mengelola ekonomi makro dengan baik, mengapa pasar modal dan pasar uang kita menjadi begitu rentan dan termasuk yang paling parah terimbas krisis global. Logikanya imbas krisis global terjadi pada fundamental ekonomi lemah atau pemerintahannya lemah. Itu yang sebenarnya terjadi pada kita," ujarnya.

Mega menjelaskan pemerintah gagal membangun stabilitas dan mengatasi krisis global dimulai sejak tahun 2005 lalu ditandai dengan inflasi mencapai 18% yang merupakan tingkat inflasi tertinggi selama sepuluh tahun terakhir ini, dan rupiah sempat terdepresiasi hingga 11.500 per dolar AS. Di pemerintahan saat ini, rupiah juga sempat menyentuh angka 13.500 per dolar AS. Depresiasi juga mencapai angka 35%.

Indonesia, kata Mega, termasuk negara yang nilai mata uangnya mengalami depresiasi paling parah. Bahkan lebih tajam dibanding euro(28,6%), rupee (28,1%), baht (20%), Rubel (19,1%), ringgit Malaysia (15,9%), dan dolar Singapura (13,6%).

"Itu diperparah oleh ketidiaksiapan pemerintah lambat dan salah langkah, rupiah sempat 13.000 paling lemah 10 tahun terakhir, depresiasi 35%," katanya.

Selain itu, lanjutnya, ketidakstabilan juga ditandai dengan tertekannya pasar saham gabungan yang sempat menyentuh angka Rp11.000 atau mengalami koreksi sebesar 60% dari nilai tertingginya. Mega menambahkan, kembali melonjaknya harga komoditas pada pertengahan 2008 berdampak pada transmisi harga international ke pasar domestik yang relatif penurunannya jauh lebih tinggi. Kondisi ini diperparah dengan larinya modal asing akibat ketidakpercayaan mereka untuk berinvestasi di Indonesia.

"Kalau pemerintah mengatakan bahwa aliran hot money yang masuk Indonesia merupakan bentuk kepercayaan pada fundamental ekonomi yang membaik, maka saya juga bisa mengatakan dengan logika yang sama bahwa larinya modal asing merupakan vote of no confidence terhadap fundamental ekonomi Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, Sekjen PDIP Pramono Anung mengatakan bahwa pemerintah saat ini dan ke depan harus lebih realistis dalam upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, pemerintah saat ini, menurutnya, belum tegas dalam mengambil keputusan.

"Pemerintah harus lebih realistis. Yang pasti presiden yang berkuasa harus tegas ambil keputusan karena masyarakat saat ini butuh ketegasan," ujarnya.

Pramono mengatakan, dalam hal kebijakan ekonomi, jika memenagkan Pemilu 2009 nanti, PDIP memiliki platform perekonomian 28. Yaitu dua prioritas misi melalui delapan langkah strategis. Diantaranya adalh terkait penguatan kedaulatan pangan dan energi, penguatan kedaulatan keuangan, memajukan pendidikan dan teknologi, memajukan usaha nasional, memajukan perdesaan, dan manata pelayanan pemerintah. (*/OL-06)

Kamis, 05 Februari 2009

Pasca penurunan BBM, harga beras melonjak

Stok Tipis, Harga Beras Melonjak
Bulog Kediri Terlambat Membeli
Kamis, 5 Februari 2009 | 01:23 WIB

Purbalingga, Kompas - Bencana banjir telah memicu kenaikan harga beras di Jawa Tengah dalam sepekan terakhir. Di tingkat penggilingan, harga beras mencapai Rp 4.750 per kg atau naik Rp 350 per kg dari bulan Januari lalu, sedangkan pedagang pasar menjual Rp 5.300 per kg atau naik Rp 500 per kg dari seminggu sebelumnya.

Banjir juga mengakibatkan 49,4 hektar lahan padi rusak dan 21,1 hektar sawah siap tanam terendam di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, di samping lima bendungan dan 330 meter saluran irigasi hancur.

Di Kabupaten Blora, Jateng, luapan Sungai Bengawan Solo mengakibatkan sejumlah petani terpaksa panen lebih awal dan penambang pasir tradisional libur sepekan.

Gara-gara banjir pula, pembelian beras petani oleh Perum Bulog terganggu. Bulan Februari ini jumlah pembelian turun dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. ”Namun, kami optimistis pengadaan beras untuk masyarakat tidak akan terganggu karena stok cukup banyak,” ujar Kepala Perum Bulog Subdivre Kediri Rizal Effendi.

Menurut Ketua Asosiasi Perberasan Banyumas Mustangin, Rabu (4/2), kenaikan harga beras dipicu belum tibanya masa panen, gangguan banjir, dan belum turunnya jatah beras untuk keluarga miskin sehingga stok beras mepet di pasaran. ”Penggilingan banyak yang kosong karena tak mendapatkan gabah sama sekali. Pengeringannya pun susah karena curah hujan tinggi,” katanya.

Tanaman padi di wilayah Kroya (Cilacap) dan Tambak (Banyumas) sebenarnya sudah ada yang menguning. Namun, akibat terendam, petani enggan memanennya. Sepinya stok gabah membuat 50 persen penggilingan di Banyumas juga tutup.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Purbalingga Lily Purwati, Rabu, mengungkapkan, bencana banjir terjadi di 12 desa meliputi 4 kecamatan, yakni Karangmoncol, Kertanegara, Rembang, dan Karanganyar. ”Hujan juga mengakibatkan 10.455 batang pohon alba, 3.225 batang tanaman pisang, dan 1 hektar lahan kapulaga rusak. Total kerugian material kami Rp 1,8 miliar,” kata Lily.

Lima bendungan di Purbalingga yang rusak parah adalah Bendungan Laban, Sijati, Klawing, Suro, dan Tajuk yang mengairi 709 ha sawah di Desa Banjarsari. Di Solo, banjir juga merendam 86,5 ha sawah di Kelurahan Nglanjuk, Sumberpitu, Jipang, Ngloram, Gadon, dan Getas.
(NIK/SIR/HAN/HEN/ MDN/WHO/NIK/SIR)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/05/01231589/stok.tipis.harga.beras.melonjak

Politisasi Beras oleh Sby

Pertanian
Politisasi Beras di Tengah Kemiskinan
Kamis, 5 Februari 2009 | 01:08 WIB

Hermas E Prabowo dan Wisnu Nugroho

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (4/2), datang ke kantor Perum Bulog, satu-satunya lembaga pemerintah yang berperan untuk menjaga stabilitas harga beras. Selain membahas berbagai kisah sukses Bulog, isu ekspor beras juga mendapat perhatian.

Saya tahu ada wacana, pemikiran di kalangan masyarakat tentang apakah sudah saatnya kita mengekspor beras? Kalau mengekspor beras berapa banyak, jenis apa? Lantas bagaimana kepentingan untuk mencukupi kebutuhan beras sendiri dan sebagainya? Bulog telah merencanakan setelah mencukupi kebutuhan dalam negeri, apabila ada peluang untuk ekspor pada jenis tertentu akan dilakukan,” tutur Presiden.

Terkait rencana ekspor itu, Presiden memberi arahan agar ekspor beras direncanakan dan dipersiapkan secara matang.

Bulog diingatkan, untuk terus mengantisipasi keadaan dengan melihat perkembangan harga beras di pasar dunia, termasuk perkembangan harga dan suplai di dalam negeri.

”Manakala kita sudah bisa mencukupi kebutuhan sendiri dan ada peluang untuk mengekspor beras dalam jumlah tertentu, yang mendatangkan keuntungan ekonomi, tentu hal itu bisa dilakukan,” tegas Presiden.

Kedatangan Presiden ke Bulog dengan mengangkat isu ekspor beras menjadi pelengkap ”politisasi beras”, yang sejak beberapa bulan lalu mulai bergulir.

Beras memang ditampilkan sebagai bagian dari pencitraan terhadap keberhasilan pembangunan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga tahun terakhir memang menunjukkan adanya peningkatan produksi beras, rata-rata 4-5 persen.

Bahkan, tahun 2009, Departemen Pertanian menargetkan produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 63 juta ton atau setara 36 juta ton beras bersih.

Peningkatan produksi beras menjadi ”jualan” politik menjelang Pemilu 2009. Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, pun menjadikan peningkatan produksi beras bagian dari iklan politiknya.

Melalui iklan di berbagai media, Jusuf Kalla menyatakan keberhasilan pemerintah bersama Partai Golkar meningkatkan produksi beras nasional, sehingga Indonesia yang sebelumnya menjadi importir beras, dalam waktu kurang dari tiga tahun telah menjadi pengekspor.

Jika peningkatan produksi beras dijadikan salah satu tolok ukur keberhasilan pemerintahan Yudhoyono-Kalla, lantas, di manakah posisi Menteri Pertanian Anton Apriyantono, yang notabene berasal dari Partai Keadilan Sejahtera?

Lalu, di mana peran Departemen Pertanian (Deptan), sebagai departemen teknis yang paling bertanggung jawab soal naik-turunnya produksi beras.

Dan, di manakah peran Perum Bulog, sebagai lembaga yang bertugas menjamin stabilitas pasar beras?

Apakah Deptan dan Bulog juga harus ikut dalam perebutan klaim keberhasilan peningkatan produksi beras?

Anggaran Rp 1 triliun

Peningkatan produksi beras harus diakui bukan hasil kerja Deptan semata. Dukungan pemerintahan Yudhoyono-Kalla terhadap sejumlah program unggulan Deptan juga menentukan.

Dukungan itu antara lain dalam Program Pengembangan Usaha Agrobisnis Pedesaan (PUAP), yang tahun 2008 menelan dana Rp 1,1 triliun, dan pada 2009 dianggarkan sekitar Rp 1 triliun.

Meskipun banyak kejanggalan dalam mekanisme penunjukan desa penerima dana PUAP, yakni Rp 100 juta per desa per kelompok tani, dan sempat memicu ketegangan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Mentan, tetapi, program Deptan ini melenggang tanpa hambatan.

Bandingkan dengan anggaran dana bergulir yang dikelola Kementerian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang tak kunjung bergulir.

Program PUAP relatif mulus meski sejumlah anggota Komisi IV DPR menyebut PUAP sebagai program menarik simpati masyarakat terhadap partai politik tertentu.

Lalu, apakah peningkatan produksi beras dan bergulirnya PUAP telah menyejahterakan petani sebagai produsen utama beras?

Tidak signifikan

Menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, kenaikan produksi beras dan rencana ekspor tidak mengangkat taraf hidup petani. Kebijakan ekspor hanya akan mencitrakan pembangunan pertanian di Indonesia seakan berhasil.

Dengan model pengembangan pertanian ala revolusi hijau, tetap menjadikan petani sebagai obyek program pemerintah. ”Produksi beras boleh surplus, tetapi petani tetap miskin,” katanya.

Bila tahun 2009 model ”revolusi hijau” tetap dijalankan, maka, menurut Henry, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah akan semakin besar. Ini karena subsidi input pertanian akan terus bertambah.

Di sisi lain, ketergantungan petani terhadap subsidi akan semakin dalam. Kreativitas dan kemandirian petani sulit dibangkitkan dengan politik pembangunan pertanian seperti yang dikembangkan saat ini.

Petani Indonesia akan selalu tergantung pada benih yang diproduksi perusahaan benih multinasional. Kondisi ini menyebabkan petani menanggung beban biaya produksi relatif besar, dan tidak mandiri.

Sementara dalam pemenuhan kebutuhan pupuk, berbagai penyimpangan harus dihadapi petani. Ini membuat petani setiap musim tanam menghadapi ”perburuan” pupuk.

Di sisi lain, kenaikan harga beras karena terangsang kenaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan hidup petani.

Akibatnya, peningkatan produksi beras belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Survei Litbang Pertanian yang dikutip SPI tahun 2006 menunjukkan, pendapatan per kapita petani padi kurang dari 1 dollar AS per hari.

”Lebih dari 80 persen pendapatan rumah tangga petani disumbang dari kegiatan di luar pertanian. Sumbangan usaha tani padi dalam struktur pendapatan rumah tangga merosot dari 36,2 persen tahun 1980-an, kini 13,6 persen,” tutur Henry.

Kurang dari 2 dollar

Tahun 2007, pendapatan petani padi, yang menyewa sawah 1 hektar, hanya Rp 17.500 per hari rumah tangga, atau petani atau Rp 4.300 per anggota keluarga.

Dengan mengacu standar Bank Dunia, yakni keluarga miskin adalah keluarga yang berpendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari, jelas betapa miskinnya petani Indonesia.

Pengamat pertanian Khudori menyatakan, tetap miskinnya petani di tengah peningkatan produksi beras nasional karena keterbatasan lahan yang dimiliki petani untuk usaha tani padi.

Salamuddin Daeng dari Institute for Global Justice (IGJ) mengatakan, surplus beras tidak menyejahterakan petani karena pangan yang dihasilkan adalah produk yang bernilai tambah rendah dalam perdagangan.

Daeng menyatakan, di lokasi desa mandiri pangan dicanangkan, masih ada yang angka kemiskinannya 55,36 persen. Bagaimana dengan yang belum mandiri?

Oleh karena itu, hentikan politisasi beras. Pikirkan bagaimana menyejahterakan petani.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/05/01085010/politisasi.beras.di.tengah.kemiskinan

Penyelesaian BLBI oleh Sby

Penerima BLBI Baru Setor Rp 303 Juta
Lelang Hanya atas Aset yang Sudah Jelas Nilainya
Kamis, 5 Februari 2009 | 01:14 WIB

Jakarta, Kompas - Penyelesaian utang delapan pemegang saham bank eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI baru terkumpul Rp 303 juta. Itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan total utang Rp 2,297 triliun karena mayoritas dibayar dengan aset bukan uang tunai.

”Uang tunai yang masuk ke kas negara baru Rp 303 juta, sisanya aset tanah, saham, dan lain-lain,” ujar anggota Tim Pengawas Penyelesaian Kasus BLBI DPR, Dradjad H Wibowo, seusai rapat konsultasi Tim Pengawas dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (4/2).

Kedelapan pemegang saham tersebut merupakan kelompok penerima BLBI yang ditangani perhitungan kewajibannya oleh Departemen Keuangan. Mereka adalah Marimutu Sinivasan, pemegang saham Bank Putera Multi Karsa; Lidia Mochtar (Bank Tamara), Atang Latief (Bank Bira), Agus Anwar (Bank Pelita Istismarat), James Januardy (Bank Namura Internusa), Adisaputra Januardy (Bank Namura Internusa), Omar Putihray (Bank Tamara), dan Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian).

Uang tunai yang sudah disetorkan ke kas negara itu adalah pembayaran dari James Januardy dan Adisaputra Januardy. Utang keduanya sudah dianggap lunas, tinggal menunggu penerbitan surat keterangan lunas. Mereka melunasi semua utangnya plus biaya administrasi Panitia Urusan Piutang Negara senilai 10 persen dari total tunggakan pada Januari 2009.

Obligor lain yang akan mulai menyelesaikan utangnya dalam waktu dekat adalah Agus Anwar berjumlah Rp 557,812 miliar. Dia akan membayar Rp 5 miliar paling lambat 31 Maret 2009, sedangkan sisanya dicicil selama 84 bulan.

Selain itu, Omar Putihrai yang mengakui utang senilai Rp 159,141 miliar membayar tunggakannya dengan penjualan aset berupa saham pada Februari 2009. Tadinya, pelunasan dilakukan Desember 2008, tetapi gagal karena calon investor yang berniat mengambil alih agunan berupa saham tidak jadi membeli akibat krisis keuangan global.

Proses penagihan untuk empat obligor lainnya, yakni Marimutu Sinivasan, Ulung Bursa, Atang Latif, dan Lidia Mochtar, masih dalam tahap persiapan perhitungan aset. Lelang aset dimulai Februari 2009.

”Seharusnya, seluruh total utang penerima BLBI Rp 2,297 triliun itu 100 persen harus lunas tahun ini juga,” ujar Dradjad.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Departemen Keuangan, Hadiyanto mengatakan, lelang aset para pemegang saham bank itu akan segera dilakukan, tetapi hanya atas aset yang sudah dikuasai Depkeu dan telah dihitung nilai pastinya. Pelaksanaan lelang dilakukan dalam waktu dekat ini.

Di luar delapan pemegang saham yang diproses di Depkeu, masih ada 16 obligor yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung, masing-masing delapan orang. Tim Pengawas Penyelesaian Kasus BLBI DPR segera melanjutkan pengawasannya atas delapan obligor yang ditangani Kejaksaan Agung karena lembaga ini mengaku kesulitan menemukan data pendukung.

”Tidak masuk akal kalau dibilang tidak ada dokumennya. Saya pertanyakan dokumen-dokumen tersebut hilang ke mana?” ungkap Dradjad. (OIN)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/05/01141983/penerima.blbi.baru.setor.rp.303.juta

PHK melambung tinggi (2)

PHK Karyawan Tekstil 24.000
Produk Kayu Olahan Terancam
Kamis, 5 Februari 2009 | 01:14 WIB

Jakarta, Kompas - Sejak Oktober 2008 hingga Januari 2009, jumlah karyawan pabrik tekstil di Indonesia yang sudah terkena pemutusan hubungan kerja sebanyak 24.000 orang. Industri tekstil termasuk usaha yang sarat dengan tenaga kerja, tetapi kini terkena dampak krisis global.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno di Jakarta, Rabu (4/2), mengatakan, industri tekstil telah mengalami pukulan cukup dahsyat akibat krisis global.

Menurut Benny, umumnya pengusaha tidak mengambil kebijakan merumahkan terlebih dahulu karena kebijakan itu hanya akan menanggung biaya pengeluaran tanpa produktivitas.

”PHK memang mengeluarkan uang banyak secara langsung, tetapi manajemen keuangan tetap terjaga,” kata Benny. Menurut dia, program restrukturisasi tekstil dan produk tekstil (TPT) memang dirasakan membantu untuk meningkatkan produktivitas. Masalahnya, industri TPT kini dihadapkan pada menciutnya pasar ekspor.

Restrukturisasi mesin TPT dipandang membantu karena pemerintah memberikan bantuan sebesar 10 persen dari harga mesin. Namun, menurut Benny, persoalan baru muncul karena dari 90 persen harga mesin, pengusaha masih menggantungkan pada kredit dari perbankan.

”Dari 90 persen itu, pengusaha biasanya hanya mampu menanggung rata-rata 27 persen, sedangkan 63 persennya merupakan pinjaman perbankan. Kini, likuiditas perbankan yang ketat berpotensi menyebabkan industri TPT sulit memperoleh kredit untuk permesinan,” ujar Benny.

Berhenti bekerja

Dari Bandung dilaporkan, sekitar 380 buruh dari empat perusahaan tekstil di Jawa Barat berhenti bekerja pada Januari 2009.

Mereka kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempatnya bekerja tutup. Sebanyak dua perusahaan yang tutup itu di Kabupaten Bandung dan dua lainnya di Bogor.

Ketua API Daerah Jabar Ade Sudradjat mengatakan, perusahaan tekstil di Bogor yang biasa ekspor ke Uni Eropa dan Amerika Serikat, kini mengalami penurunan order.

Permintaan mulai menurun pada awal 2008 dan bertambah parah ketika krisis global semakin menjadi. Kesulitan itu akhirnya membuat perusahaan tutup.

Ade mengatakan, terdapat survei di AS dan Uni Eropa yang menunjukkan, tiga dari 10 perempuan tidak akan membeli pakaian tahun 2009.

Saat ini, di Jabar, terdapat sekitar 1.700 perusahaan dengan 700.000 buruh. Menurut Ade, tahun 2009 akan terjadi penyusutan pasar sehingga terjadi pengurangan produksi.

Sementara itu, ratusan usaha produk kayu olahan di Kota Palembang dan sekitarnya terancam gulung tikar. Situasi tersebut terjadi akibat krisis ekonomi global yang menyebabkan pasar ekspor dan domestik menjadi lesu.

Untuk menekan pengeluaran, pengusaha terpaksa merumahkan sebagian buruh harian. Menurut Ujang Bagus, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Olahan di Kelurahan 27 Ilir, saat ini terjadi penumpukan stok produk kayu di sanggarnya. Selama enam bulan terakhir, penjualan menurun tajam. (osa/BAY/ONI)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/05/01144894/phk.karyawan.tekstil.24.000

Perbankan saat ini lebih buruk dari tahun 1998

Ternyata, kondisi perbankan kita saat ini lebih buruk dari tahun 1998 lalu.

Posisi Perbankan kita masih rentan
Kamis, 5 Februari 2009 | 11:00 WIB
JAKARTA, KAMIS - Di tengah krisis finansial global yang berkecamuk, Danareksa Research Institute (DRI) merilis banking pressure index (BPI). Celakanya, nilai BPI per November 2008 mencapai 0,75. "Ini sudah melewati BPI Maret 1997 yang menandai akan datangnya krisis," ujar Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom DRI.

BPI adalah salah satu sistem peringatan dini atau early warning system untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis perbankan di suatu negara. Menurut Purbaya, nilai BPI di atas 0,5 menunjukkan sistem perbankan sudah rentan krisis. Semakin tinggi nilainya, sistem perbankan itu semakin tertekan.

Karena itu, Purbaya memperingatkan agar BI mewaspadai kemungkinan terjadi krisis lagi. "Kalau tidak hati-hati, bisa terjadi sistemic default. Ada peluang terjadinya banyak bank yang bangkrut," imbuh Purbaya.

Menanggapi hal itu, BI tidak cemas. "Kondisi sekarang masih jauh lebih baik daripada 1997. Semua indikator, termasuk nilai tukar, pasar saham, inflasi, sektor riil, dan NPL, jauh lebih rendah," tukas Wimboh Santoso, Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI.

Purbaya juga sepakat situasi sekarang masih lebih baik kendati BPI mencapai 0,75. Apalagi, sekarang BI melakukan pendekatan yang berbeda. "Dulu BI justru menaikkan bunga sangat tinggi dan mencetak uang," kenang Purbaya. Tapi, ia menilai masih banyak pekerjaan rumah BI untuk mencegah meletusnya krisis di perbankan.

Pertama, BI mesti menaikkan kepercayaan di sistem perbankan. Kedua, nilai rupiah harus stabil. Ketiga, jangan takut menurunkan bunga lagi. Keempat, BI harus memaksa bank menurunkan bunga kredit. "Bila perlu, paksa bank BUMN untuk memelopori penurunan bunga. Sekarang saya lihat intervensi BI masih tanggung," kata dia.

Ia menambahkan, BI mestinya berani memotong BI rate menjadi 7 persen-7,5 persen. Bahkan, jika inflasi mencapai 5,5 persen, BI rate bisa turun lagi ke 6,5 persen-7 persen.

Kemarin, BI sudah menurunkan lagi BI rate menjadi 8,25 persen. Tapi, agaknya BI tak akan lebih agresif lagi. "BI memutuskan secara bertahap, sesuai kondisi setiap bulan," kata Gubernur BI Boediono. (Asih Kirana Wardani, Dyah Megasari/Kontan
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/02/05/11001673/Posisi.Perbankan.Kita.Masih.Rentan

Selasa, 03 Februari 2009

30% minyak tanah diselewengkan

03/02/2009 - 15:34
Distribusi Mitan 30% Diselewengkan
Wahid Ma'ruf

Arie Soemarno
(inilah.com/ Raya Abdullah)

INILAH.COM, Jakarta - Dirut Pertamina, Arie Soemarno menegaskan sekitar 30 % minyak tanah (mitan) diselewengkan. Masyarakat selalu menyerbu minyak tanah walaupun sudah ada yang mendapat program konversi gas LPG.

Penyelewengan distribusi mitan terjadi dengan menyalurkan secara illegal dari daerah non konversi ke daerah konversi. "Jadi banyak mitan yang diselundupkan ke Jabodetabek setelah dilakukan konversi dari mitan ke gas. Kondisi ini yang masih sulit diselesaikan," kata Arie Soemarno dalam diskusi di Kantor DPP Partai Golkar, Selasa (3/2).

Terkait dengan kelangkaan mitan, Arie mengatakan minyak tanah sebenarnya tidak langka. "Tetapi karena masyarakat masih lebih senang memakai minyak tanah, kalau kita operasi pasar selalu terjadi antrean sehingga dikira terjadi kelangkaan," tukasnya.

Konsumsi mitan di Jabodetabek sekitar 1 miliar liter dalam setahun. Dengan konversi ke gas LPG kebutuhannya sekitar 500 ribu ton, tetapi ternyata distribusinya tidak sampai 500 ribu ton.

Jadi sebenarnya tidak terjadi kelangkaan. Itu hanya disebabkan volume konsumsi masyarakat yang selalu meningkat. "Hal inilah yang selalu sulit untuk dipenuhi pemerintah selaku regulator," tuturnya. [cms]

http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/02/03/80887/distribusi-mitan-30-diselewengkan/

Rupiah dekati 12.000

Ekonomi
02/02/2009 - 16:14
Rupiah Hancur Dekati 12.000

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Senin sore masih bergerak turun, namun tekanan pasar agak berkurang sehingga terkoreksi 274 poin atau sedikit membaik dibanding pagi hari yang turun 414 poin.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun menjadi Rp 11.650/11.750 per dolar dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp 11.376/11.400 per dolar atau turun 274 poin.

Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, mengatakan, Bank Indonesia (BI) mulai masuk pasar, namun hanya mengamati kegiatan perdagangan antar bank terutama bank-bank asing yang bermain valas.

"Akibatnya tekanan pasar berkurang, sehingga rupiah masih dapat bernafas dan hanya mengalami koreksi sekitar dua ratus poin lebih," ucapnya.

BI, menurutnya, masih belum mau melakukan intervensi pasar apabila kondisi seperti masih dapat diatasi dengan baik seperti melakukan pengontrolan secara ketat kegiatan perdagangan valas antar bank.

"Pengawasan BI di pasar terhadap bank-bank asing cukup efektif, meski rupiah masih cenderung turun terhadap dolar," katanya.

Ia mengatakan, penurunan rupiah itu terjadi hanya sementara saja, namun peluang rupiah untuk menguat masih bisa terjadi.

Hal ini disebabkan paket stimulus yang direncanakan pemerintah saat ini sedang dibahas di DPR yang diperkirakan akan mendapat persetujuan.

Paket stimulus pemerintah sebesar Rp 71,3 triliun diharapkan dapat menggerakkan sektor riil yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh lebih baik, ucapnya.

Apalagi, lanjutnya, BI akan tetap menjaga rupiah agar tetap berkisar antara Rp 11.300 sampai Rp 11.500 per dolar AS yang memungkinkan rupiah kesulitan untuk mendekati angka Rp 12.000 per dolar AS.

"Karena itu BI akan berusaha menjaganya dengan ketat pergerakan kedua mata uang itu agar tetap berada dalam kisaran tersebut di atas," ucapnya. [*/cms]

http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/02/02/80618/rupiah-hancur-dekati-12000/

Harga minyak ICP Januari USD 41,89

Selasa, 03/02/2009 18:10 WIB
ICP Januari US$ 41,89/Barel
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Alih Istik/detikFinance
Jakarta - Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama Januari mencapai US$ 41,89 per barel. ICP ini berarti naik US$ 3,44 per barel bulan Desember 2008 yang sebesar US$ 38,45 per barel. ICP ini juga berarti masih jauh dari asumsi harga minyak dalam APBN 2009 yang sebesar US$ 80 per barel.

Tim Harga Minyak Indonesia mengemukakan, peningkatan harga minyak Indonesia itu sejalan dengan peningkatan harga minyak mentah utama di pasar internasional yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah meningkatnya permintaan minyak mentah dunia pada kuartal I-2009 sebesar 0,1 barel per hari dibandingkan kuartal IV-2008 dan dinginnya temperatur di wilayah Northeast Amerika Serikat (konsumen heating oil terbesar dunia) yang merupakan musim dingin terdingin dalam satu dekade terakhir.

"Selain itu, terus menurunnya produksi minyak mentah OPEC sehubungan tingginya tingkat compliance atau kepatuhan negara-negara anggota OPEC menyusul keputusan pengurangan kuota produksi sebesar 2,2 juta barel per hari yang berlaku efektif 1 Januari 2009," demikian seperti dikutip dari situs Ditjen Migas, Selasa (2/2/2009).

Kekhawatiran pasar mengenai kemungkinan terganggunya suplai minyak mentah dari sejumlah negara produsen minyak akibat masalah geopolitik, juga mempengaruhi harga minyak Januari 2009.

Masalah geopolitik itu terutama konflik senjata antara Israel dan Palestina selama bulan Januari 2009 yang dapat berdampak terhadap kepastian suplai minyak mentah dari negara-negara Arab. Juga ada masalah serangan kelompok militan Nigeria terhadap fasilitas produksi minyak di wilayah Tebidaba milik Nigeria Agip Oil Company pada awal Januari 2009.

Faktor lainnya adalah meningkatnya penggunaan produk minyak dibandingkan gas alam oleh negara-negara Eropa akibat sengketa antara Rusia dan Ukraina mengenai pembayaran gas dan aksi pembelian komoditas termasuk minyak mentah yang dilakukan para pelaku pasar sebagai alternatif investasi yang lebih aman dibandingkan saham dan obligasi yang saat ini masih merosot.

Selengkapnya perkembangan harga minyak mentah utama di pasar internasional, sebagai berikut:
  • WTI (Nymex) turun US$ 0,31 per barel dari US$ 42,25 menjadi US$ 41,94 per barel.
  • Brent (ICE) naik US$ 2,44 per barel dari US$ 43,28 menjadi US$ 45,72 per barel.
  • Tapis (Platt’s) naik US$ 2,53 per barel US$ 44,92 menjadi US$ 47,45 per barel.
  • Basket OPEC naik US$ 3 per barel dari US$ 38,60 per barel menjadi US$ 41,60 per barel.
  • Minas/SLC naik US$ 2,98 par barel dari US$ 41,68 per barel menjadi US$ 44,66 per barel.
http://www.detikfinance.com/read/2009/02/03/181015/1078989/4/icp-januari-us$-4189/barel

Bakrie menang tender panas bumi

Selasa, 03/02/2009 19:31 WIB
Bakrie Power Menang Lelang WKP Sokoria
Nurseffi Dwi Wahyuni - detikFinance


Foto: Nurseffi/detikFinance
Jakarta - Bakrie Power ditetapkan menjadi pemenang wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi Sokoria, di Nusa Tenggara Timur. Penetapan Bakrie Power sebagai pemenang di wilayah kerja ini sudah dilakukan pada awal Januari 2009.

Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Ditjen Minerbapabum Departemen ESDM di Departemen ESDM, Jakarta, Selasa (3/2/2009).

"Mereka tinggal menunggu izin usaha pertambangan dari Pemerintah Daerah setempat untuk dapat melakukan tahap konstruksi selanjutnya," katanya.

Potensi kapasitas listrik yang bisa dihasilkan dari WKP Sororia diperkirakan mencapai 30 MW.

WKP selanjutnya yang akan ditender adalah WKP Ungaran di Jateng yang berkapasitas 50 MW dan Telaga Ngebel di Jatim berkapasitas 120 MW.

"Daerah bersangkutan telah menyediakan anggaran pelaksanaan tendernya tahun ini," kata Sugiharto.

WKP Sororia merupakan satu dari 9 WKP yang ditender melalui pemerintah daerah. Total kapasitas dari 9 WKP tersebut mencapai 680 MW.

Kesembilan lokasi tersebut adalah Seulawah-Agam (Aceh) 160 MW, Jaboi (Aceh) 50 MW, Jailolo (Maluku Utara) 75 MW, Telaga Ngebel (Jatim) 120 MW, Ungaran (Jateng) 50 MW, Tampomas (Jabar) 50 MW, Cisolok-Sukarame (Jabar) 45 MW, Tangkuban Perahu (Jabar) 100 MW, dan Sokoria (NTT) 30 MW.

Empat WKP lainnya yang sudah ditenderkan adalah Tangkuban Perahu, Cisolok-Sukarame, Tampomas, dan Jailolo. Sementara WKP lainnya masih menunggu peraturan daerah yang mengatur pengelolaan WKP di wilayah setempat.(lih/qom)
http://www.detikfinance.com/read/2009/02/03/193121/1079035/4/bakrie-power-menang-lelang-wkp-sokoria