Rabu, 29 April 2009

Penjualan rumah turun

Penjualan Kuartal I Turun
Mulai Akhir Bulan April 2009 Harga Rumah Naik
Rabu, 29 April 2009 | 03:38 WIB

Jakarta, Kompas - Penjualan rumah pada kuartal I tahun 2009 hanya 666 unit per bulan. Padahal, pada periode yang sama 2008, penjualan mencapai 1.257 unit per bulan dan pada kuartal IV-2008 sebanyak 948 unit per bulan. Penurunan yang tajam terjadi pada penjualan rumah dengan pangsa pasar untuk kalangan masyarakat menengah dan atas.

Adapun penjualan rumah untuk pangsa pasar menengah dan bawah, dari hasil survei yang dilakukan konsultan properti Procon Indah menunjukkan relatif masih banyak.

”Penjualan rumah untuk menengah dan atas turun tajam. Sebaliknya, pengembang yang menjual produk untuk menengah dan bawah, menjual cukup banyak,” kata Kepala riset konsultan properti Procon Indah, Utami Prastiana, Selasa (28/4) di Jakarta.

Hal itu juga diakui Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia Fuad Zakaria. ”Penjualan rumah memang anjlok,” ujar dia.

Rumah nonsubsidi yang banyak terjual adalah yang harga jualnya Rp 200 juta-Rp 500 juta per unit. ”Untuk harga di atas Rp 500 juta, penyerapannya 10-20 persen,” kata Fuad.

Menurut Fuad, dari seluruh rumah yang terjual, hanya 10 persen yang dibeli kontan, sisanya dibeli secara kredit. ”Saya ingin mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah lebih besar agar penjualan meningkat,” ujarnya.

Persoalan yang kini dihadapi, kata Fuad, bukan hanya tingginya bunga kredit pemilikan rumah (KPR), tetapi juga rendahnya persetujuan kredit yang diberikan oleh bank. ”Keuangan perbankan juga seret,” tuturnya.

Namun, hal itu tidak terjadi pada KPR untuk rumah bersubsidi. ”Untuk rumah subsidi, komitmen BTN tinggi. Tetapi, masyarakat menengah bawah tak punya uang akibat pemutusan hubungan kerja,” kata Fuad.

Optimisme

Meski penjualan menurun, tetapi, kata Utami, mulai bulan Maret telah diluncurkan 10 klaster perumahan baru. Ini menjadi indikasi bangkitnya optimisme sektor perumahan. ”Kami memantau 45 perumahan skala besar, mungkin ada yang lain yang juga diluncurkan,” ujarnya.

Turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia, yang diikuti turunnya suku bunga KPR, menurut Utami, akan dapat memicu masyarakat membeli rumah.

Menurut Manajer Procon Indah Milda Z Abidin, pengembang yang selama ini menahan kenaikan harga rumah, pada akhir April diperkirakan akan menaikkan harga 2-4 persen. ”Kenaikan harga rumah tak terlalu tinggi sebab permintaan juga tak terlalu tinggi,” kata Milda.

Pada Kuartal I-2009 telah diluncurkan 2.400 unit rumah, sedangkan pada kuartal IV-2008 hanya 2.200 unit rumah.

Tangerang memberi kontribusi terbesar dalam penyediaan rumah, yaitu 42 persen. Lokasi yang dikembangkan antara lain perumahan Bumi Serpong Damai City dan Bintaro.

Adapun wilayah Bekasi menyumbang 30 persen, Bogor 20 persen, dan Jakarta 8 persen. Sekitar 75 persen rumah yang ditawarkan untuk kalangan menengah dan bawah.

”Permintaan rumah di Tangerang memang tinggi. Dibanding Bekasi, Tangerang lebih banyak akses jalan. Kawasan itu juga diapit dua tol, yakni Jakarta-Tangerang dan Jakarta-Serpong. Tangerang juga bukan kawasan industri,” ujarnya.

Harga tanah di Tangerang Rp 750.000-Rp 6 juta per meter persegi. Adapun di Jakarta Rp 2 juta-Rp 8,1 juta per meter persegi, di Bogor Rp 250.00-Rp 3,5 juta, dan Bekasi Rp 500.000-Rp 2,7 juta per meter persegi. (RYO)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/03380311/penjualan.kuartal.i.turun

Indonesia masih akan impor beras

Kebijakan Swasembada Beras Dipaksakan
Vietnam Diwajibkan Cadangkan 1 Juta Ton untuk Indonesia
Rabu, 29 April 2009 | 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia memperpanjang kesepakatan impor beras dengan Vietnam hingga tahun 2012. Kesepakatan yang tertuang dalam nota kesepahaman antarpemerintah kedua negara ini mewajibkan Vietnam mencadangkan beras 1 juta ton untuk Indonesia.

Guru Besar Sosial Ekonomi dan Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) M Maksum, saat dihubungi, Selasa (28/4) di Yogyakarta, menilai, perpanjangan MOU itu menunjukkan bahwa swasembada beras yang dibanggakan itu ternyata sangat dipaksakan.

”Swasembada tidak ada jaminan bisa dipertahankan karena tidak didukung infrastruktur dasar yang memadai dan bersifat instan. Dalam sepuluh tahun terakhir, tidak ada investasi yang memadai untuk membangun dan memperbaiki jaringan irigasi, transportasi usaha tani, teknologi perberasan, juga tidak ada perbaikan dalam usaha tani padi,” tutur Maksum.

Dalam kondisi ini, terlihat sikap ambiguitas pemerintah. ”Ambiguitas para elite dalam kebijakan perberasan bukan main. Ini penipuan betul pada publik,” ujar Maksum.

Politisasi beras

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, menjelang pemilu telah terjadi politisasi beras.

”Banyak iklan partai politik yang menunjukkan keberhasilan produksi beras dan akan ekspor, tetapi nyatanya kita menghadapi kondisi yang tidak pasti sekarang,” katanya.

Berdasarkan ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, musim hujan akan berhenti akhir April atau awal Mei 2009. Belum bisa dipastikan kemarau seperti apa yang bakal terjadi tahun ini.

Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, ”Perpanjangan MOU ini demi menjalin hubungan sejarah yang bagus karena puluhan tahun Vietnam membantu Indonesia (memenuhi kebutuhan pangan) saat produksi beras tidak mencukupi,” katanya.

MOU ini tidak menuntut kewajiban pembiayaan apa pun dari Indonesia. Bisa direalisasikan, tetapi bisa juga tidak. ”Seperti tahun 2008, Indonesia sama sekali tidak mengimpor beras dari Vietnam meski sebelumnya ada kesepakatan serupa. Ini terjadi karena produksi beras 2008 bagus,” katanya.

Perpanjangan MOU impor beras 1 juta ton dilakukan pada 25 April 2009 ketika Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Dirut Perum Bulog, dan Kadin melakukan pertemuan bisnis dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam di Hocimin City, Vietnam.

Kesepakatan yang tertuang dalam MOU kali ini efektif berlaku 1 Januari 2010-31 Desember 2012. Adapun untuk 2009, masih terikat MOU yang diditandatangani 2007 dan berlaku hingga 31 Desember 2009.

”Tidak pernah ada kepastian dalam produksi karena siapa tahu ada gangguan bencana banjir, kekeringan, ataupun serangan hama penyakit,” ujar Mustafa.

Selain memperpanjang MOU, pemerintah juga tengah menyiapkan MOU dengan Filipina, Malaysia, dan Timor Leste terkait dengan ekspor beras. ”Jadi, kalau produksi beras kurang, kita bisa impor sewaktu-waktu, kalau surplus berlebih bisa ekspor juga,” katanya. (MAS)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/0341548/.kebijakan.swasembada.beras.dipaksakan

Laporan keuangan pemda memburuk

PEMERIKSAAN
Laporan Keuangan Pemda Memburuk
Rabu, 29 April 2009 | 03:44 WIB

Jakarta, Kompas - Kualitas pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah selama tahun 2004-2007 cenderung memburuk. Belum ada kemajuan yang signifikan dalam peningkatan transparansi keuangan.

Demikian opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2004 sampai tahun 2007, yang disampaikan Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi Pengembangan dan Diklat BPK Daeng Nazier di Jakarta, Selasa (28/4).

Menurut Daeng, LKPD tahun 2007 seharusnya diserahkan kepada BPK paling lambat bulan Maret 2008. Akan tetapi, sejumlah pemerintah kabupaten/kota terlambat menyerahkan laporan keuangan itu.

Dari total 469 pemda, hanya 275 pemda yang menyerahkan LKPD tahun 2007 tepat waktu. Sejumlah 191 pemda baru menyerahkan LKPD pada semester II tahun 2008. Sementara itu, tiga pemda lainnya belum menyerahkan LKPD, yaitu Kabupaten Kepulauan Aru, Serang Timur, dan Yahukimo.

Berdasarkan pemeriksaan BPK terhadap 191 LKPD, hanya satu LKPD yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian, yaitu Kabupaten Aceh Tengah.

BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas 72 LKPD, opini tidak wajar atas 8 LKPD, dan opini wajar dengan pengecualian atas 110 LKPD.

Daeng menambahkan, potensi kerugian daerah sebanyak 126 kasus dengan nilai Rp 1,31 triliun, di antaranya belanja bantuan sosial Kabupaten Kapuas Hulu Rp 9,14 miliar belum didukung bukti yang memadai sehingga kurang diyakini kebenarannya.

Sementara itu, kekurangan penerimaan daerah mencapai 629 kasus senilai Rp 2,2 triliun. Uang yang belum atau tidak dipertanggungjawabkan sebanyak 212 kasus senilai Rp 1,49 triliun.

BPK juga menemukan indikasi pemborosan terhadap keuangan daerah sebanyak 227 kasus senilai Rp 205,11 miliar, di antaranya alokasi anggaran bantuan sosial ormas di Kota Payakumbuh disalurkan secara berulang kepada ormas yang sama pada tahun 2006 dan 2007. (LKT)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/03442483/laporan..keuangan.pemda.memburuk

Penjualan mobil turun !

Ekonomi
29/04/2009 - 17:33
Penjualan Astra Turun 13%

INILAH.COM, Jakarta - Astra International Tbk mencatatkan penurunan penjualan mobil pada kuartal pertama 2009 sebesar 13%. Penurunan ini memicu penjualan mobil nasional juga turun 26% atau hanya mencapai 100.000 unit.

Hal ini disampaikan Presiden Direktur Astra, Michael D. Ruslim dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Rabu (29/4). Porsi penjualan mobil Grup Astra yang terdiri dari enam merek, yaitu Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel, BMW dan Peugeot, turun menjadi 58.000 unit.

Namun, pangsa pasar mobil Grup Astra mengalami peningkatan menjadi 58% dari sebelumnya 49%. Ini disebabkan pada 2009 ini Astra meluncurkan beberapa model facelift dan model barunya seperti Toyota Hilux D Cab 4x4 dan Daihatsu Luxio 1.500 cc.

Kondisi serupa juga terjadi pada penjualan sepeda motor. Penjualan PT Astra Honda Motor (AHM) turun 9% menjadi 585.000 unit, namun pangsa pasar meningkat dari 45% menjadi 48%. Selama kurun waktu ini, AHM meluncurkan new Absolute Revo. [cms]

http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/04/29/102967/penjualan-astra-turun-13/

Senin, 27 April 2009

Sby : Jgn galak-galak !

SBY: Jangan Galak-galak
Rabu, 22 April 2009 | 03:19 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di taman depan Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (21/4), minta elite politik tidak bicara galak.

”Hati-hati, jangan terlalu galak mengatakan curang, curang. Belum lama Pemilu 2004 berlangsung. Saya punya memori yang banyak. Tetapi, biarlah menjadi bagian dari masa lalu. Jangan banyak menguliahi soal curang dan tidak curang. Saya juga punya pengetahuan tentang beliau- beliau pada waktu yang lalu. Tetapi, biarlah. Ini proses dari pendewasaan demokrasi,” ujar Yudhoyono.

Terkait dengan rencana sejumlah pihak yang bersuara hendak memboikot pemilu presiden karena urusan daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak dibereskan, Yudhoyono mengaku memiliki suara yang sama. ”SBY sama berpendapat, selesaikan semua urusan yang timbul akibat pemungutan suara pemilu legislatif ini. Pelanggaran pidanakah, administrasi, gugatan, dan tuntutan. Posisi saya sama. Selesaikan. Lembaga yang berwajib, kepolisian, kejaksaan, MK, MA, Panwaslu, Bawaslu, laksanakan tugasnya,” ujarnya.

Yudhoyono mengaku merasa sakit dituduh curang dengan mempermainkan DPT. Yudhoyono tidak ingin sakit berkali-kali jika menang dalam pilpres, tetapi tetap dituduh berbuat curang dengan DPT. Soal kemungkinan calon tunggal, Yudhoyono mengaku kurang percaya dengan teori calon tunggal.

Persoalkan DPT

Sementara itu, usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, kemarin, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto kembali mengecam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009.

”Ada pihak-pihak yang mengatakan, bagaimanapun buruknya pemilu, rakyat menerima saja. Padahal, hitungan kita ada 50 juta rakyat Indonesia tidak bisa menggunakan hak pilihnya, bahkan bisa mendekati 70 juta. Ini kan benar-benar penzaliman hak politik,” kata Prabowo dalam konferensi pers didampingi Sekretaris Jenderal PDI-P Pramono Anung dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani.

Menurut Prabowo, persoalan buruknya DPT harus terus dipersoalkan. DPT ini berasal dari DP4 yang disusun Departemen Dalam Negeri, yang juga bermasalah. Penyelenggaraan pemilu yang sangat buruk juga akan memengaruhi legitimasi pemerintahan yang terbentuk pascapemilu apabila tidak diperbaiki.

”Kalau ada itikad baik, pemimpin bangsa ini kan harus punya itikad baik, kenapa DPT tidak diserahkan? DPT asli, soft copy, dan hard copy, sampai sekarang belum kami terima,” ujarnya. (SUT/INU)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/22/03194473/sby.jangan.galak-galak

Kecurangan terdeteksi di server KPU !

KPU Dinilai Langgar UU
Kamis, 23 April 2009 | 03:12 WIB

jakarta, kompas - Komisi Pemilihan Umum dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPRD, dan DPD, khususnya Pasal 201, sehubungan dengan molornya penetapan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota.

Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Abdul Mukthie Fadjar, Rabu (22/4).

Secara terpisah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menduga ada kecurangan dalam Tabulasi Nasional perolehan suara pemilu yang disajikan KPU di Hotel Borobudur. PDI-P memperoleh cakram padat (CD) yang menunjukkan adanya perbedaan data antara data yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional dan data yang terekam di server data KPU.

Soal penilaian KPU melanggar UU, Mukthie mengutip ketentuan Pasal 201 Ayat 3 yang menyatakan, KPU kabupaten/kota harus sudah menetapkan hasil perolehan suara dan kursi DPRD paling lambat 12 hari setelah pemungutan suara.

Apabila pemungutan suara dilaksanakan pada 9 April, hasil pemilu untuk DPRD kabupaten/kota harus sudah ditetapkan pada 21 April lalu. Sementara KPU provinsi harus sudah menetapkan paling lambat 15 hari atau 24 April. ”Kursi untuk DPRD kabupaten/kota seharusnya sudah ditetapkan,” ujar Mukthie.

Hal senada juga dikemukakan pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Dia mendesak Badan Pengawas Pemilu untuk merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan KPU. Bawaslu dapat mengusulkan pemberhentian anggota KPU terkait pelanggaran ini.

Pelanggaran tersebut, lanjut Irman, memang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Namun, mengingat hal tersebut terjadi secara nasional dari Sabang sampai Merauke, KPU Pusat harus bertanggung jawab un- tuk keterlambatan proses tersebut.

”Harus ada sanksi untuk pelanggaran itu. Soal apa bentuknya, apakah akan diberhentikan atau tidak, itu bergantung pada Dewan Kehormatan. Yang penting, ini diproses dulu,” ujarnya.

Namun, mantan anggota Panitia Khusus RUU Pemilu, Saifullah Ma’shum dan Agus Purnomo, menyatakan tidak ada sanksi hukum atas keterlambatan tersebut. Sekalipun demikian, akumulasi pelanggaran undang-undang yang dilakukan KPU bakal mengurangi legitimasi Pemilu 2009. ”Kepercayaan terhadap jajaran KPU sebagai institusi penyelenggara pemilu juga bakal anjlok,” katanya.

Dugaan kecurangan

Sementara itu, dari CD yang didapatnya, PDI-P menemukan, pada server KPU perolehan suara partai-partai terlihat turun naik (fluktuatif), sedangkan data di Tabulasi Nasional konsisten. Suara yang terhimpun dalam server KPU juga jauh lebih besar dibandingkan dengan suara yang terhimpun dalam Tabulasi Nasional.

Tim Jujur Adil Badan Pemenangan Pemilu Presiden Megawati menyampaikan temuan itu dalam konferensi pers, Rabu. Tim itu terdiri dari Agnita Singedekane Irsal, Hasto Kristiyanto, Arief Wibowo, dan Sudiatmiko Aribowo. Tim siap mempertanggungjawabkan data itu.

Dari data di layar lebar itu, Sudiatmiko menunjukkan adanya data yang sangat berbeda antara data yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional dan data yang ada di server KPU.

Data di server KPU pada 20 April pukul 19.19.00 menunjukkan suara terkumpul sudah mencapai 53.565.637 suara. Sementara pada saat Tabulasi Nasional ditutup KPU pada hari yang sama, hanya sekitar 13 juta suara.

Dalam CD itu juga diketahui bahwa data di server KPU tanggal 21 April pukul 18.07.00 menunjukkan suara terkum- pul sudah mencapai 78.023.386 suara. Sementara itu, data di Tabulasi Nasional tanggal 22 April pukul 21.31.10 baru terkumpul 13.984.142 suara. ”Ada informasi yang ditahan,” kata Sudiatmiko.

Dari temuan ini, tim itu menilai KPU telah melakukan kebohongan publik dan memalsukan data perolehan suara yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional.

Data di server KPU juga menunjukkan adanya fluktuasi perolehan suara partai-partai peserta pemilu. Perolehan suara Partai Demokrat, misalnya, meski selalu berada di posisi teratas, suaranya juga fluktuatif. Pada 17 April pukul 08.06.39, misalnya, Partai Demokrat meraih 23,45 persen suara, tetapi pada pukul 19:36:07 meraih 26,04 persen. Akan tetapi, pada 21 April, suara Demokrat turun menjadi 16,49 persen. Namun, pada Tabulasi Nasional, Partai Demokrat selalu ditampilkan konsisten sekitar 20 persen. Dengan temuan ini, tim menduga data yang dimunculkan di Tabulasi Nasional terkesan dibuat untuk memenuhi hasil hitung cepat (quick count) yang sudah dibuat.

Anggota Tim Ahli Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk Teknologi Informasi KPU, Oskar Riandi, membantah tudingan adanya upaya dari Tim TI KPU mengutak-atik data hasil penghitungan suara sehingga hasilnya mirip dengan hasil hitung cepat dari lembaga survei.

Adanya selisih suara antara yang masuk di server KPU dan yang ditampilkan dalam internet Tabulasi Nasional pemilu juga dibantahnya. Terlebih lagi disebutkan jumlah suara yang masuk ke pusat tabulasi mencapai 74 juta suara. ”Tim TI KPU siap diaudit oleh auditor mana pun,” katanya. (ana/dik/sut/MZW)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/23/03125548/kpu.dinilai.langgar.uu

Sekolah gratis, atau ngibul ?

Menggugat Pendidikan Gratis
Senin, 27 April 2009 | 05:01 WIB

JC Tukiman Taruna

Rupanya Jawa Tengah menjadi satu-satunya pemerintahan provinsi yang ”berani” mengadakan perlawanan terhadap kebijakan pendidikan gratis.

Salah satu indikasi perlawanan itu ialah akan dipanggilnya Gubernur Jawa Tengah oleh Komisi X DPR terkait pernyataan Gubernur Jateng yang bernada tidak setuju terhadap kebijakan pendidikan (dan kesehatan) gratis. Alasannya, penggratisan ini akan membuat masyarakat kian bergantung dan dibodohi.

Pada tataran bawah, sebutlah tingkat kabupaten/kota sampai ke sekolah, ”pendidikan gratis” membawa dampak pada sejumlah persoalan. Pertama, kosakata dan implementasinya menimbulkan salah tafsir dan pertentangan pendapat. Di satu pihak gratis itu berarti tanpa ada pungutan apa pun, tetapi di pihak lain sering dikatakan gratis hanya untuk komponen tertentu.

Kedua, implementasi pendidikan gratis terbukti meresahkan sekolah-sekolah swasta karena sumber pendanaannya yang kian terbatas/tersumbat karena masyarakat sering tidak amat peduli terhadap perbedaan negeri dan swasta dalam pembiayaan.

Ketiga, kebijakan pendidikan gratis ternyata hanya menyangkut komponen biaya operasional, sedangkan biaya investasi dan biaya perseorangan (sesuai PP No 47/2008) tidak termasuk di dalamnya.

Keempat, berbeda dan terbatasnya kemampuan pendanaan kabupaten/kota untuk menunjang pendidikan gratis ini sehingga implementasi gratis di satu kabupaten berbeda dengan kabupaten lain.

Kelima, kebijakan pendidikan gratis telah begitu menyurutkan peran serta masyarakat. Dan tragisnya, termasuk segala bentuk iuran dihilangkan (termasuk iuran saat ada kematian warga sekolah).

Keenam—mungkin ini hanya terjadi di Jawa Tengah—terbukti subsidi pendidikan untuk 22.295 SD dan SMP di Jawa Tengah sudah menghabiskan dana Rp 11 triliun pada 2009.

Ketujuh, nuansa politis pendidikan gratis lebih mengemuka dibandingkan kandungan maksudnya. Contohnya, para siswa dari keluarga kaya tidak dipungut biaya apa pun karena pendidikan gratis dimaknai secara politis sebagai ”hasil perjuangan politis” yang harus dinikmati oleh siapa pun tanpa membedakan kaya miskin.

Jalan keluar

Kebijakan pendidikan gratis telah diputuskan, uang/pembiayaan telah disediakan, tetapi implementasi di tingkat bawah (sekolah dan masyarakat) menimbulkan banyak persoalan, seperti disebutkan di awal tulisan. Jalan keluar terbaik harus ditemukan/disepakati bersama dalam empat pokok pikiran substansial.

Satu, kosakata gratis sebaiknya diganti sesuai realitas yang terjadi, yaitu tidak dipungut biaya untuk komponen tertentu, sedang komponen lain tetap harus dibayar orangtua/masyarakat. Kosakata pengganti itu, misalnya pendidikan terjangkau atau pendidikan bersubsidi atau pendidikan murah bermutu. Penggantian kosakata ini amat penting mengingat dalam kata ”gratis” terkandung satu makna saja, yaitu tidak dipungut biaya.

Dua, tri-matra pendidikan, yaitu pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus terus dibuktikan dalam implementasi sehari-hari. Kebijakan pendidikan gratis secara drastis telah menurunkan peran serta masyarakat dan sekolah. Sementara itu, seolah-olah matra pemerintah kian kuat. Siapa pun pasti tidak bermaksud membuat kepincangan seperti ini. Semua pihak pasti ingin agar tri-matra pendidikan berkembang dan berperan optimal.

Tiga, sudah tiba saatnya analisis pembiayaan pendidikan berbasis subsidi silang. Artinya, pihak-pihak yang memang mampu (perusahaan, masyarakat, orangtua, dan lainnya) layaklah diminta untuk memberikan kontribusi besar/banyak ke pendidikan, sementara mereka yang tidak mampu harus disubsidi dari uang kontribusi mereka yang mampu. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita harus semakin adil demi peningkatan mutu, adil di mata pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

Empat, bagaimanapun kemampuan pemerintah itu terbatas dan keberdayaan masyarakat dapat ”menutup” keterbatasan itu sehingga pelaksanaan pendidikan sehari-hari di sekolah terjamin keberlangsungannya. Bukankah sekolah (pendidikan) selalu dihadapkan pada tantangan biaya investasi, operasional, dan perseorangan?

JC Tukiman Taruna Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/27/05015190/menggugat.pendidikan.gratis