Selasa, 14 April 2009

Anggaran Pemilu 2009 10 kali lipat 2004

Kamis, 1 November 2007

Naik 10 Kali Lipat
Biaya Pemilu 2009 Capai Rp47,9 T



JAKARTA - Demokrasi harus kita bayar mahal. Tak hanya proses panjang yang membutuhkan martil korban jiwa, tapi juga biaya finansial. Untuk penyelenggaraan Pemilu 2009, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin (31/10) mengusulkan anggaran Rp 47,9 triliun.
Artinya, anggaran tersebut membengkak hampir sepuluh kali lipat karena dana Pemilu 2004 hanya sekitar Rp 4,4 triliun. Rincian dana penyelenggaraan Pemilu 2004 adalah Rp 3,8 triliun dari APBN dan tambahan dari instrumen APBD Rp 600 miliar.

Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari menuturkan, usul anggaran pemilu tersebut akan digunakan untuk dua tahun anggaran. Yakni, persiapan pemilu pada 2008 sebesar Rp 18,6 triliun dan anggaran pada 2009 Rp 29,3 triliun. ''Jadi, dalam dua tahun, anggaran yang dibutuhkan Rp 47,9 triliun,'' jelasnya.

Untuk diketahui, dana tersebut bakal cukup menguras APBN. Untuk diketahui, RAPBN 2008 yang sudah dipleno di DPR mencapai Rp 836 triliun.

Hafiz yang baru sepekan dilantik menjadi ketua KPU tersebut menuturkan hal itu usai rapat koordinasi yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin. Hadir Menko Polhukam Widodo A.S., Mendagri Mardiyanto, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala Bappenas Paskah Suzetta.

Dana Rp 47,9 triliun itu dialokasikan untuk KPU pusat, 33 KPU provinsi, 456 KPU kabupaten/kota, 5.622 panitia pemungutan kecamatan, 138 panitia pemilihan luar negeri, serta 77.757 panitia pemilihan kelurahan.

Menurut mantan ketua KPU Kalimantan Selatan itu, rincian alokasi anggaran pelaksanaan Pemilu 2009 terdiri atas biaya pelaksanaan pemilu di tingkat panitia pemungutan suara (PPS) Rp 8,2 triliun; panitia pemilihan kecamatan (PPK) Rp 437,6 miliar; serta panitia pemungutan suara luar negara (PPLN) Rp 43 miliar.

Selain itu, anggaran pemutakhiran data pemilih (Rp 479 miliar), anggaran operasional Setjen KPU (Rp 2,2 triliun), anggaran operasional KPUD provinsi (Rp 528 miliar), dan anggaran operasional KPU kabupaten/kota (Rp 2,5 triliun).

Hafiz mengakui adanya pembengkakan anggaran yang cukup fantastis tersebut. Menurut dia, ada sembilan komponen anggaran yang menyebabkan biaya pemilu membengkak dibandingkan Pemilu 1999 maupun 2004.

Sembilan komponen itu, antara lain, sosialisasi pemilu yang dilakukan seluruh elemen penyelenggara pemilu hingga tingkat KPPS. Pada pemilu sebelumnya, sosialisasi pemilu hanya dilakukan KPU pusat.

Faktor lain adalah tahap pemutakhiran data pemilih oleh KPPS serta penambahan partai politik peserta pemilu. ''Kalau jumlah parpol peserta pemilu sampai 50 parpol, salinan data hasil perhitungan suara yang diserahkan kepada saksi-saksi partai juga akan meningkat. Otomatis juga membutuhkan dana tambahan,'' ungkapnya.

Komponen lain penyumbang pembengkakan anggaran adalah formalisasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bappilu). Dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU ditugaskan membentuk Bappilu maksimal lima bulan setelah KPU. ''Berbeda dari Panwaslu yang bersifat ad hoc (sementara), Bappilu akan bertugas selama lima tahun,'' jelas Hafiz.

Pembengkakan anggaran juga disebabkan adanya pemekaran wilayah yang membuat KPU pusat harus membentuk KPUD di setiap provinsi dan kabupaten/kota baru. Pemekaran wilayah juga menyebabkan penambahan daerah pemilihan serta jumlah anggota DPR/DPRD. ''Faktor lain adalah penambahan jumlah penduduk yang berhak memilih dalam pemilu dan peningkatan harga peralatan serta distribusi pemilu,'' katanya.

Dia menuturkan, usul dana penyelenggaraan Pemilu 2009 tersebut memang dibuat KPU periode 2002-2007 yang ditandatangani Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti.

Menanggapi presentasi KPU tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan agar KPU dan Departemen Dalam Negeri melakukan berbagai upaya untuk menghemat dana pemilu. Karena itu, Depdagri dan KPU akan membentuk tim kecil di bawah koordinasi Mendagri Mardiyanto untuk membahasnya.

Mardiyanto menuturkan, komponen anggaran yang paling mungkin dipangkas adalah pengurangan jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Pada Pemilu 2004, jumlah TPS mencapai 684.477 buah. Satu TPS mencakup 300 pemilih. ''Bila pada Pemilu 2009 satu TPS menampung 600 hingga 1.000 pemilih, akan terjadi efisiensi anggaran yang cukup besar,'' tegasnya.

Efisiensi anggaran tersebut, antara lain, berupa pengurangan biaya untuk petugas, biaya pendirian TPS, logistik pemilu, serta biaya distribusi.

Selain pengurangan TPS, kata Mardiyanto, Kalla meminta ukuran dan kualitas surat suara disederhanakan dibandingkan Pemilu 2004.

Upaya-upaya memangkas anggaran biaya pemilu tanpa melanggar ketentuan dalam RUU Pemilu tersebut akan dibahas tim kecil yang dia pimpin. ''Ukuran keberhasilan pemilu legislatif akan diaplikasikan dalam pemilu presiden,'' jelasnya.

Mardiyanto menuturkan, pengurangan anggaran pemilu juga terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah pusat. Berbeda dari pembiayaan Pemilu 1999 dan 2004 yang berasal dari APBN dan APBD, biaya Pemilu 2009 sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui alokasi APBN. (noe/jpnn)

Tidak ada komentar: