Rabu, 29 April 2009

Penjualan rumah turun

Penjualan Kuartal I Turun
Mulai Akhir Bulan April 2009 Harga Rumah Naik
Rabu, 29 April 2009 | 03:38 WIB

Jakarta, Kompas - Penjualan rumah pada kuartal I tahun 2009 hanya 666 unit per bulan. Padahal, pada periode yang sama 2008, penjualan mencapai 1.257 unit per bulan dan pada kuartal IV-2008 sebanyak 948 unit per bulan. Penurunan yang tajam terjadi pada penjualan rumah dengan pangsa pasar untuk kalangan masyarakat menengah dan atas.

Adapun penjualan rumah untuk pangsa pasar menengah dan bawah, dari hasil survei yang dilakukan konsultan properti Procon Indah menunjukkan relatif masih banyak.

”Penjualan rumah untuk menengah dan atas turun tajam. Sebaliknya, pengembang yang menjual produk untuk menengah dan bawah, menjual cukup banyak,” kata Kepala riset konsultan properti Procon Indah, Utami Prastiana, Selasa (28/4) di Jakarta.

Hal itu juga diakui Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia Fuad Zakaria. ”Penjualan rumah memang anjlok,” ujar dia.

Rumah nonsubsidi yang banyak terjual adalah yang harga jualnya Rp 200 juta-Rp 500 juta per unit. ”Untuk harga di atas Rp 500 juta, penyerapannya 10-20 persen,” kata Fuad.

Menurut Fuad, dari seluruh rumah yang terjual, hanya 10 persen yang dibeli kontan, sisanya dibeli secara kredit. ”Saya ingin mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah lebih besar agar penjualan meningkat,” ujarnya.

Persoalan yang kini dihadapi, kata Fuad, bukan hanya tingginya bunga kredit pemilikan rumah (KPR), tetapi juga rendahnya persetujuan kredit yang diberikan oleh bank. ”Keuangan perbankan juga seret,” tuturnya.

Namun, hal itu tidak terjadi pada KPR untuk rumah bersubsidi. ”Untuk rumah subsidi, komitmen BTN tinggi. Tetapi, masyarakat menengah bawah tak punya uang akibat pemutusan hubungan kerja,” kata Fuad.

Optimisme

Meski penjualan menurun, tetapi, kata Utami, mulai bulan Maret telah diluncurkan 10 klaster perumahan baru. Ini menjadi indikasi bangkitnya optimisme sektor perumahan. ”Kami memantau 45 perumahan skala besar, mungkin ada yang lain yang juga diluncurkan,” ujarnya.

Turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia, yang diikuti turunnya suku bunga KPR, menurut Utami, akan dapat memicu masyarakat membeli rumah.

Menurut Manajer Procon Indah Milda Z Abidin, pengembang yang selama ini menahan kenaikan harga rumah, pada akhir April diperkirakan akan menaikkan harga 2-4 persen. ”Kenaikan harga rumah tak terlalu tinggi sebab permintaan juga tak terlalu tinggi,” kata Milda.

Pada Kuartal I-2009 telah diluncurkan 2.400 unit rumah, sedangkan pada kuartal IV-2008 hanya 2.200 unit rumah.

Tangerang memberi kontribusi terbesar dalam penyediaan rumah, yaitu 42 persen. Lokasi yang dikembangkan antara lain perumahan Bumi Serpong Damai City dan Bintaro.

Adapun wilayah Bekasi menyumbang 30 persen, Bogor 20 persen, dan Jakarta 8 persen. Sekitar 75 persen rumah yang ditawarkan untuk kalangan menengah dan bawah.

”Permintaan rumah di Tangerang memang tinggi. Dibanding Bekasi, Tangerang lebih banyak akses jalan. Kawasan itu juga diapit dua tol, yakni Jakarta-Tangerang dan Jakarta-Serpong. Tangerang juga bukan kawasan industri,” ujarnya.

Harga tanah di Tangerang Rp 750.000-Rp 6 juta per meter persegi. Adapun di Jakarta Rp 2 juta-Rp 8,1 juta per meter persegi, di Bogor Rp 250.00-Rp 3,5 juta, dan Bekasi Rp 500.000-Rp 2,7 juta per meter persegi. (RYO)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/03380311/penjualan.kuartal.i.turun

Indonesia masih akan impor beras

Kebijakan Swasembada Beras Dipaksakan
Vietnam Diwajibkan Cadangkan 1 Juta Ton untuk Indonesia
Rabu, 29 April 2009 | 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia memperpanjang kesepakatan impor beras dengan Vietnam hingga tahun 2012. Kesepakatan yang tertuang dalam nota kesepahaman antarpemerintah kedua negara ini mewajibkan Vietnam mencadangkan beras 1 juta ton untuk Indonesia.

Guru Besar Sosial Ekonomi dan Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) M Maksum, saat dihubungi, Selasa (28/4) di Yogyakarta, menilai, perpanjangan MOU itu menunjukkan bahwa swasembada beras yang dibanggakan itu ternyata sangat dipaksakan.

”Swasembada tidak ada jaminan bisa dipertahankan karena tidak didukung infrastruktur dasar yang memadai dan bersifat instan. Dalam sepuluh tahun terakhir, tidak ada investasi yang memadai untuk membangun dan memperbaiki jaringan irigasi, transportasi usaha tani, teknologi perberasan, juga tidak ada perbaikan dalam usaha tani padi,” tutur Maksum.

Dalam kondisi ini, terlihat sikap ambiguitas pemerintah. ”Ambiguitas para elite dalam kebijakan perberasan bukan main. Ini penipuan betul pada publik,” ujar Maksum.

Politisasi beras

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, menjelang pemilu telah terjadi politisasi beras.

”Banyak iklan partai politik yang menunjukkan keberhasilan produksi beras dan akan ekspor, tetapi nyatanya kita menghadapi kondisi yang tidak pasti sekarang,” katanya.

Berdasarkan ramalan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, musim hujan akan berhenti akhir April atau awal Mei 2009. Belum bisa dipastikan kemarau seperti apa yang bakal terjadi tahun ini.

Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, ”Perpanjangan MOU ini demi menjalin hubungan sejarah yang bagus karena puluhan tahun Vietnam membantu Indonesia (memenuhi kebutuhan pangan) saat produksi beras tidak mencukupi,” katanya.

MOU ini tidak menuntut kewajiban pembiayaan apa pun dari Indonesia. Bisa direalisasikan, tetapi bisa juga tidak. ”Seperti tahun 2008, Indonesia sama sekali tidak mengimpor beras dari Vietnam meski sebelumnya ada kesepakatan serupa. Ini terjadi karena produksi beras 2008 bagus,” katanya.

Perpanjangan MOU impor beras 1 juta ton dilakukan pada 25 April 2009 ketika Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Dirut Perum Bulog, dan Kadin melakukan pertemuan bisnis dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam di Hocimin City, Vietnam.

Kesepakatan yang tertuang dalam MOU kali ini efektif berlaku 1 Januari 2010-31 Desember 2012. Adapun untuk 2009, masih terikat MOU yang diditandatangani 2007 dan berlaku hingga 31 Desember 2009.

”Tidak pernah ada kepastian dalam produksi karena siapa tahu ada gangguan bencana banjir, kekeringan, ataupun serangan hama penyakit,” ujar Mustafa.

Selain memperpanjang MOU, pemerintah juga tengah menyiapkan MOU dengan Filipina, Malaysia, dan Timor Leste terkait dengan ekspor beras. ”Jadi, kalau produksi beras kurang, kita bisa impor sewaktu-waktu, kalau surplus berlebih bisa ekspor juga,” katanya. (MAS)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/0341548/.kebijakan.swasembada.beras.dipaksakan

Laporan keuangan pemda memburuk

PEMERIKSAAN
Laporan Keuangan Pemda Memburuk
Rabu, 29 April 2009 | 03:44 WIB

Jakarta, Kompas - Kualitas pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah selama tahun 2004-2007 cenderung memburuk. Belum ada kemajuan yang signifikan dalam peningkatan transparansi keuangan.

Demikian opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas audit laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun 2004 sampai tahun 2007, yang disampaikan Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi Pengembangan dan Diklat BPK Daeng Nazier di Jakarta, Selasa (28/4).

Menurut Daeng, LKPD tahun 2007 seharusnya diserahkan kepada BPK paling lambat bulan Maret 2008. Akan tetapi, sejumlah pemerintah kabupaten/kota terlambat menyerahkan laporan keuangan itu.

Dari total 469 pemda, hanya 275 pemda yang menyerahkan LKPD tahun 2007 tepat waktu. Sejumlah 191 pemda baru menyerahkan LKPD pada semester II tahun 2008. Sementara itu, tiga pemda lainnya belum menyerahkan LKPD, yaitu Kabupaten Kepulauan Aru, Serang Timur, dan Yahukimo.

Berdasarkan pemeriksaan BPK terhadap 191 LKPD, hanya satu LKPD yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian, yaitu Kabupaten Aceh Tengah.

BPK menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas 72 LKPD, opini tidak wajar atas 8 LKPD, dan opini wajar dengan pengecualian atas 110 LKPD.

Daeng menambahkan, potensi kerugian daerah sebanyak 126 kasus dengan nilai Rp 1,31 triliun, di antaranya belanja bantuan sosial Kabupaten Kapuas Hulu Rp 9,14 miliar belum didukung bukti yang memadai sehingga kurang diyakini kebenarannya.

Sementara itu, kekurangan penerimaan daerah mencapai 629 kasus senilai Rp 2,2 triliun. Uang yang belum atau tidak dipertanggungjawabkan sebanyak 212 kasus senilai Rp 1,49 triliun.

BPK juga menemukan indikasi pemborosan terhadap keuangan daerah sebanyak 227 kasus senilai Rp 205,11 miliar, di antaranya alokasi anggaran bantuan sosial ormas di Kota Payakumbuh disalurkan secara berulang kepada ormas yang sama pada tahun 2006 dan 2007. (LKT)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/29/03442483/laporan..keuangan.pemda.memburuk

Penjualan mobil turun !

Ekonomi
29/04/2009 - 17:33
Penjualan Astra Turun 13%

INILAH.COM, Jakarta - Astra International Tbk mencatatkan penurunan penjualan mobil pada kuartal pertama 2009 sebesar 13%. Penurunan ini memicu penjualan mobil nasional juga turun 26% atau hanya mencapai 100.000 unit.

Hal ini disampaikan Presiden Direktur Astra, Michael D. Ruslim dalam siaran pers yang diterima INILAH.COM, Rabu (29/4). Porsi penjualan mobil Grup Astra yang terdiri dari enam merek, yaitu Toyota, Daihatsu, Isuzu, Nissan Diesel, BMW dan Peugeot, turun menjadi 58.000 unit.

Namun, pangsa pasar mobil Grup Astra mengalami peningkatan menjadi 58% dari sebelumnya 49%. Ini disebabkan pada 2009 ini Astra meluncurkan beberapa model facelift dan model barunya seperti Toyota Hilux D Cab 4x4 dan Daihatsu Luxio 1.500 cc.

Kondisi serupa juga terjadi pada penjualan sepeda motor. Penjualan PT Astra Honda Motor (AHM) turun 9% menjadi 585.000 unit, namun pangsa pasar meningkat dari 45% menjadi 48%. Selama kurun waktu ini, AHM meluncurkan new Absolute Revo. [cms]

http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2009/04/29/102967/penjualan-astra-turun-13/

Senin, 27 April 2009

Sby : Jgn galak-galak !

SBY: Jangan Galak-galak
Rabu, 22 April 2009 | 03:19 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di taman depan Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa (21/4), minta elite politik tidak bicara galak.

”Hati-hati, jangan terlalu galak mengatakan curang, curang. Belum lama Pemilu 2004 berlangsung. Saya punya memori yang banyak. Tetapi, biarlah menjadi bagian dari masa lalu. Jangan banyak menguliahi soal curang dan tidak curang. Saya juga punya pengetahuan tentang beliau- beliau pada waktu yang lalu. Tetapi, biarlah. Ini proses dari pendewasaan demokrasi,” ujar Yudhoyono.

Terkait dengan rencana sejumlah pihak yang bersuara hendak memboikot pemilu presiden karena urusan daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak dibereskan, Yudhoyono mengaku memiliki suara yang sama. ”SBY sama berpendapat, selesaikan semua urusan yang timbul akibat pemungutan suara pemilu legislatif ini. Pelanggaran pidanakah, administrasi, gugatan, dan tuntutan. Posisi saya sama. Selesaikan. Lembaga yang berwajib, kepolisian, kejaksaan, MK, MA, Panwaslu, Bawaslu, laksanakan tugasnya,” ujarnya.

Yudhoyono mengaku merasa sakit dituduh curang dengan mempermainkan DPT. Yudhoyono tidak ingin sakit berkali-kali jika menang dalam pilpres, tetapi tetap dituduh berbuat curang dengan DPT. Soal kemungkinan calon tunggal, Yudhoyono mengaku kurang percaya dengan teori calon tunggal.

Persoalkan DPT

Sementara itu, usai bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, kemarin, Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto kembali mengecam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009.

”Ada pihak-pihak yang mengatakan, bagaimanapun buruknya pemilu, rakyat menerima saja. Padahal, hitungan kita ada 50 juta rakyat Indonesia tidak bisa menggunakan hak pilihnya, bahkan bisa mendekati 70 juta. Ini kan benar-benar penzaliman hak politik,” kata Prabowo dalam konferensi pers didampingi Sekretaris Jenderal PDI-P Pramono Anung dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani.

Menurut Prabowo, persoalan buruknya DPT harus terus dipersoalkan. DPT ini berasal dari DP4 yang disusun Departemen Dalam Negeri, yang juga bermasalah. Penyelenggaraan pemilu yang sangat buruk juga akan memengaruhi legitimasi pemerintahan yang terbentuk pascapemilu apabila tidak diperbaiki.

”Kalau ada itikad baik, pemimpin bangsa ini kan harus punya itikad baik, kenapa DPT tidak diserahkan? DPT asli, soft copy, dan hard copy, sampai sekarang belum kami terima,” ujarnya. (SUT/INU)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/22/03194473/sby.jangan.galak-galak

Kecurangan terdeteksi di server KPU !

KPU Dinilai Langgar UU
Kamis, 23 April 2009 | 03:12 WIB

jakarta, kompas - Komisi Pemilihan Umum dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPRD, dan DPD, khususnya Pasal 201, sehubungan dengan molornya penetapan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota.

Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Abdul Mukthie Fadjar, Rabu (22/4).

Secara terpisah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menduga ada kecurangan dalam Tabulasi Nasional perolehan suara pemilu yang disajikan KPU di Hotel Borobudur. PDI-P memperoleh cakram padat (CD) yang menunjukkan adanya perbedaan data antara data yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional dan data yang terekam di server data KPU.

Soal penilaian KPU melanggar UU, Mukthie mengutip ketentuan Pasal 201 Ayat 3 yang menyatakan, KPU kabupaten/kota harus sudah menetapkan hasil perolehan suara dan kursi DPRD paling lambat 12 hari setelah pemungutan suara.

Apabila pemungutan suara dilaksanakan pada 9 April, hasil pemilu untuk DPRD kabupaten/kota harus sudah ditetapkan pada 21 April lalu. Sementara KPU provinsi harus sudah menetapkan paling lambat 15 hari atau 24 April. ”Kursi untuk DPRD kabupaten/kota seharusnya sudah ditetapkan,” ujar Mukthie.

Hal senada juga dikemukakan pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Dia mendesak Badan Pengawas Pemilu untuk merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan KPU. Bawaslu dapat mengusulkan pemberhentian anggota KPU terkait pelanggaran ini.

Pelanggaran tersebut, lanjut Irman, memang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota. Namun, mengingat hal tersebut terjadi secara nasional dari Sabang sampai Merauke, KPU Pusat harus bertanggung jawab un- tuk keterlambatan proses tersebut.

”Harus ada sanksi untuk pelanggaran itu. Soal apa bentuknya, apakah akan diberhentikan atau tidak, itu bergantung pada Dewan Kehormatan. Yang penting, ini diproses dulu,” ujarnya.

Namun, mantan anggota Panitia Khusus RUU Pemilu, Saifullah Ma’shum dan Agus Purnomo, menyatakan tidak ada sanksi hukum atas keterlambatan tersebut. Sekalipun demikian, akumulasi pelanggaran undang-undang yang dilakukan KPU bakal mengurangi legitimasi Pemilu 2009. ”Kepercayaan terhadap jajaran KPU sebagai institusi penyelenggara pemilu juga bakal anjlok,” katanya.

Dugaan kecurangan

Sementara itu, dari CD yang didapatnya, PDI-P menemukan, pada server KPU perolehan suara partai-partai terlihat turun naik (fluktuatif), sedangkan data di Tabulasi Nasional konsisten. Suara yang terhimpun dalam server KPU juga jauh lebih besar dibandingkan dengan suara yang terhimpun dalam Tabulasi Nasional.

Tim Jujur Adil Badan Pemenangan Pemilu Presiden Megawati menyampaikan temuan itu dalam konferensi pers, Rabu. Tim itu terdiri dari Agnita Singedekane Irsal, Hasto Kristiyanto, Arief Wibowo, dan Sudiatmiko Aribowo. Tim siap mempertanggungjawabkan data itu.

Dari data di layar lebar itu, Sudiatmiko menunjukkan adanya data yang sangat berbeda antara data yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional dan data yang ada di server KPU.

Data di server KPU pada 20 April pukul 19.19.00 menunjukkan suara terkumpul sudah mencapai 53.565.637 suara. Sementara pada saat Tabulasi Nasional ditutup KPU pada hari yang sama, hanya sekitar 13 juta suara.

Dalam CD itu juga diketahui bahwa data di server KPU tanggal 21 April pukul 18.07.00 menunjukkan suara terkum- pul sudah mencapai 78.023.386 suara. Sementara itu, data di Tabulasi Nasional tanggal 22 April pukul 21.31.10 baru terkumpul 13.984.142 suara. ”Ada informasi yang ditahan,” kata Sudiatmiko.

Dari temuan ini, tim itu menilai KPU telah melakukan kebohongan publik dan memalsukan data perolehan suara yang ditampilkan dalam Tabulasi Nasional.

Data di server KPU juga menunjukkan adanya fluktuasi perolehan suara partai-partai peserta pemilu. Perolehan suara Partai Demokrat, misalnya, meski selalu berada di posisi teratas, suaranya juga fluktuatif. Pada 17 April pukul 08.06.39, misalnya, Partai Demokrat meraih 23,45 persen suara, tetapi pada pukul 19:36:07 meraih 26,04 persen. Akan tetapi, pada 21 April, suara Demokrat turun menjadi 16,49 persen. Namun, pada Tabulasi Nasional, Partai Demokrat selalu ditampilkan konsisten sekitar 20 persen. Dengan temuan ini, tim menduga data yang dimunculkan di Tabulasi Nasional terkesan dibuat untuk memenuhi hasil hitung cepat (quick count) yang sudah dibuat.

Anggota Tim Ahli Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk Teknologi Informasi KPU, Oskar Riandi, membantah tudingan adanya upaya dari Tim TI KPU mengutak-atik data hasil penghitungan suara sehingga hasilnya mirip dengan hasil hitung cepat dari lembaga survei.

Adanya selisih suara antara yang masuk di server KPU dan yang ditampilkan dalam internet Tabulasi Nasional pemilu juga dibantahnya. Terlebih lagi disebutkan jumlah suara yang masuk ke pusat tabulasi mencapai 74 juta suara. ”Tim TI KPU siap diaudit oleh auditor mana pun,” katanya. (ana/dik/sut/MZW)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/23/03125548/kpu.dinilai.langgar.uu

Sekolah gratis, atau ngibul ?

Menggugat Pendidikan Gratis
Senin, 27 April 2009 | 05:01 WIB

JC Tukiman Taruna

Rupanya Jawa Tengah menjadi satu-satunya pemerintahan provinsi yang ”berani” mengadakan perlawanan terhadap kebijakan pendidikan gratis.

Salah satu indikasi perlawanan itu ialah akan dipanggilnya Gubernur Jawa Tengah oleh Komisi X DPR terkait pernyataan Gubernur Jateng yang bernada tidak setuju terhadap kebijakan pendidikan (dan kesehatan) gratis. Alasannya, penggratisan ini akan membuat masyarakat kian bergantung dan dibodohi.

Pada tataran bawah, sebutlah tingkat kabupaten/kota sampai ke sekolah, ”pendidikan gratis” membawa dampak pada sejumlah persoalan. Pertama, kosakata dan implementasinya menimbulkan salah tafsir dan pertentangan pendapat. Di satu pihak gratis itu berarti tanpa ada pungutan apa pun, tetapi di pihak lain sering dikatakan gratis hanya untuk komponen tertentu.

Kedua, implementasi pendidikan gratis terbukti meresahkan sekolah-sekolah swasta karena sumber pendanaannya yang kian terbatas/tersumbat karena masyarakat sering tidak amat peduli terhadap perbedaan negeri dan swasta dalam pembiayaan.

Ketiga, kebijakan pendidikan gratis ternyata hanya menyangkut komponen biaya operasional, sedangkan biaya investasi dan biaya perseorangan (sesuai PP No 47/2008) tidak termasuk di dalamnya.

Keempat, berbeda dan terbatasnya kemampuan pendanaan kabupaten/kota untuk menunjang pendidikan gratis ini sehingga implementasi gratis di satu kabupaten berbeda dengan kabupaten lain.

Kelima, kebijakan pendidikan gratis telah begitu menyurutkan peran serta masyarakat. Dan tragisnya, termasuk segala bentuk iuran dihilangkan (termasuk iuran saat ada kematian warga sekolah).

Keenam—mungkin ini hanya terjadi di Jawa Tengah—terbukti subsidi pendidikan untuk 22.295 SD dan SMP di Jawa Tengah sudah menghabiskan dana Rp 11 triliun pada 2009.

Ketujuh, nuansa politis pendidikan gratis lebih mengemuka dibandingkan kandungan maksudnya. Contohnya, para siswa dari keluarga kaya tidak dipungut biaya apa pun karena pendidikan gratis dimaknai secara politis sebagai ”hasil perjuangan politis” yang harus dinikmati oleh siapa pun tanpa membedakan kaya miskin.

Jalan keluar

Kebijakan pendidikan gratis telah diputuskan, uang/pembiayaan telah disediakan, tetapi implementasi di tingkat bawah (sekolah dan masyarakat) menimbulkan banyak persoalan, seperti disebutkan di awal tulisan. Jalan keluar terbaik harus ditemukan/disepakati bersama dalam empat pokok pikiran substansial.

Satu, kosakata gratis sebaiknya diganti sesuai realitas yang terjadi, yaitu tidak dipungut biaya untuk komponen tertentu, sedang komponen lain tetap harus dibayar orangtua/masyarakat. Kosakata pengganti itu, misalnya pendidikan terjangkau atau pendidikan bersubsidi atau pendidikan murah bermutu. Penggantian kosakata ini amat penting mengingat dalam kata ”gratis” terkandung satu makna saja, yaitu tidak dipungut biaya.

Dua, tri-matra pendidikan, yaitu pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus terus dibuktikan dalam implementasi sehari-hari. Kebijakan pendidikan gratis secara drastis telah menurunkan peran serta masyarakat dan sekolah. Sementara itu, seolah-olah matra pemerintah kian kuat. Siapa pun pasti tidak bermaksud membuat kepincangan seperti ini. Semua pihak pasti ingin agar tri-matra pendidikan berkembang dan berperan optimal.

Tiga, sudah tiba saatnya analisis pembiayaan pendidikan berbasis subsidi silang. Artinya, pihak-pihak yang memang mampu (perusahaan, masyarakat, orangtua, dan lainnya) layaklah diminta untuk memberikan kontribusi besar/banyak ke pendidikan, sementara mereka yang tidak mampu harus disubsidi dari uang kontribusi mereka yang mampu. Dengan kata lain, dunia pendidikan kita harus semakin adil demi peningkatan mutu, adil di mata pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

Empat, bagaimanapun kemampuan pemerintah itu terbatas dan keberdayaan masyarakat dapat ”menutup” keterbatasan itu sehingga pelaksanaan pendidikan sehari-hari di sekolah terjamin keberlangsungannya. Bukankah sekolah (pendidikan) selalu dihadapkan pada tantangan biaya investasi, operasional, dan perseorangan?

JC Tukiman Taruna Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/27/05015190/menggugat.pendidikan.gratis

Suara Pembaca ttg DPT amburadul !

REDAKSI YTH
Minggu, 26 April 2009 | 04:09 WIB

DPT Pemilu Kisruh, Kebodohan atau Kecurangan Sistematis?

Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Kisruh, Rakyat Kehilangan Hak Pilih”, demikian berita utama Kompas (9 April 2009). Berita ini menggugah hati, betapa rendahnya martabat bangsa ini karena hanya membuat daftar saja sudah tidak mampu.

DPT kisruh hanya bisa terjadi karena ”kebodohan” atau ”kecurangan sistematis”. Sebagai bukti, 42 kepala keluarga di RT 011 RW 03 Kelurahan Cipete Utara, Jakarta Selatan, hampir semuanya bermasalah. Kami suami istri dengan dua anak, tetapi yang terdaftar hanya istri saya dan seorang anak, sementara saya sebagai kepala keluarga dan anak yang lain tidak terdaftar.

Padahal, dalam pemilihan umum (legislatif dua kali, dan presiden serta gubernur) sebelumnya kami semua selalu terdaftar. Saya sudah menetap di alamat dimaksud sejak tahun 1989. Sehingga jelas ini bukan kekhilafan manusia, tetapi sudah kebodohan, atau memang bertendensi kecurangan, bahkan mungkin kejahatan terencana secara sistematis dengan menghilangkan hak orang lain dengan tujuan yang tidak jelas.

Alangkah rendahnya martabat orang-orang seperti ini yang dipercaya negara menyelenggarakan peristiwa mulia yang secara tidak disadari juga merendahkan martabat bangsa ini. Mungkinkah ini ulah segelintir penyelenggara pemilihan umum/Komisi Pemilihan Umum atau ada oknum lain?
HALOMOAN PANJAITAN Jalan Damai 2 RT 001 RW 05, Cipete Utara, Jakarta Selatan


DPT Pemilu dan Jatah Tabung LPG

Saya kesal dan sangat kecewa, dan tidak tahu ke mana harus tumpahkan kekesalan saya karena sampai pada hari H di mana orang-orang berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara atau TPS, tetapi saya dan keluarga hanya sebagai penonton alias tidak ikut memilih karena kami tidak mendapatkan panggilan ke TPS.

Padahal, jauh-jauh hari kami sekeluarga (beranggotakan enam orang) sudah sepakat akan memilih satu parpol dan satu caleg yang sama pada pemilu tanggal 9 April 2009. Namun, aspirasi kami tidak tersalurkan. Meskipun tidak mendapatkan panggilan, kami pun sudah mencoba mendatangi TPS yang terdekat, tetapi nama kami tidak tercantum di sana.

Saya teringat pada waktu pembagian jatah tabung LPG (3 kilogram) dalam rangka konversi minyak tanah ke gas, di mana orang-orang memperoleh tabung gas secara gratis, tetapi keluarga saya juga tidak mendapatkan jatah tabung gas tersebut. Lalu ke mana perginya hak saya berupa tabung gas tersebut?

Saya mengharapkan dan mengimbau pemerintah agar pada waktu pemilihan umum presiden yang akan datang hendaknya kami sekeluarga mendapatkan hak sebagai warga negara Indonesia yang baik dengan ikut memilih presiden dalam rangka pesta demokrasi.
Hud Husein Jalan Cililitan Kecil I/11, Kramat Jati, Jakarta Timur


Pemilu Legislatif Hilang Legitimasi

Dalam berita utama Kompas, Kamis (9/4), dimuat ”Syarat Menggunakan Hak Pilih” yang antara lain menyatakan bahwa kendati tidak membawa C4, pemilih tetap bisa menggunakan hak pilih asalkan tercatat di DPT dan menunjukkan kartu identitas diri. Saya tidak mendapatkan C4 meskipun anggota keluarga semuanya mendapatkan.

Oleh karena membaca syarat yang dilansir di media massa itu, saya mendatangi (TPS 23) Kelurahan Ngotirto, Sleman, DI Yogyakarta, dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Memang nama saya tercantum dalam DPT, tetapi mengapa saya tidak dikirimi C4? Akan tetapi, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tetap tidak mengizinkan saya melakukan pencontrengan. Saya disuruh mengambil dulu surat (C4) di kantor dukuh.

Saya menolak dipingpong seperti itu dan terpaksa golput. Saya ikhlas saja. Yang dirugikan adalah salah satu parpol peserta pemilu, caleg dan calon anggota DPD yang seharusnya saya contreng. Karena ternyata banyak orang mengalami kasus seperti saya, bagi saya Pemilu 2009 kehilangan legitimasi.
YAHYA WIJAYA Ngabean RT 001 RW 021, Nogotirto, Gamping, Sleman

Tanggung Jawab Kegagalan Pemilu

Menyikapi amburadulnya penyelenggaraan Pemilu 2009, bukan hanya KPU sebagai penyelenggara yang harus bertanggung jawab, tetapi pihak DPR dan pemerintah juga mempunyai andil besar dari kegagalan Pemilu 2009. Amburadulnya pelaksanaan Pemilu 2009 sudah dapat dilihat dari mulai direvisinya Undang-Undang Pemilu 2003 menjadi UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2009. Perubahan ini merupakan suatu kejanggalan.

Dalam proses pengesahan ada tarik-menarik, juga memuat banyak kepentingan dari partai-partai besar sebagai penguasa sehingga pengesahannya perlu waktu yang panjang, dan ini sudah memengaruhi kinerja KPU dalam mengambil kebijakan. Setelah disahkannya UU Pemilu No 10/2009, banyak terjadi gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pengambilan keputusan, MK juga banyak bermain mata sehingga kurang berpihak pada suara rakyat, dan ini pun lagi-lagi karena Ketua MK adalah mantan anggota parpol besar.

Dalam proses pemilihan anggota KPU juga terlihat ada ketidakberesan karena kurang melihat bibit, bebet, bobot calon anggota KPU. Meskipun dibilang KPU independen, tetapi sangat terlihat adanya unsur titipan pemerintah. Dalam membuat kebijakan kerja KPU, selalu tidak jelas dan kerap melanggar rambu-rambu yang ada.

Saat ini pemilu legislatif belum selesai penghitungan suara yang kacau, tetapi di sisi lain para pemimpin partai-partai besar sudah meributkan hal koalisi untuk saling memperebutkan kekuasaan meraih kursi presiden. Apakah seperti ini yang namanya pemimpin bangsa? Orasi pada masa kampanye selalu mengatakan memperjuangkan nasib rakyat, tetapi belum ada satu bulan kata-kata tersebut diucapkan sudah terlupakan.
SUTJIADI LUKAS Jalan Paradise 11, Sunter Agung, Jakarta


Tidak Partisipasi untuk Nasib Bangsa

Pada tanggal 8 April 2009 saya menerima surat dari RT, bahwa warga Puri Bintaro RT 04 RW 09, Sawah Baru, Ciputat, Tangerang, hanya sebagian kecil yang terdaftar di kelurahan (hanya 68 orang). Pihak RT telah berkali-kali menanyakan ke pihak kelurahan bahwa data yang diserahkan tidak sesuai dengan jumlah warga yang sudah diserahkan.

Pihak kelurahan juga menginformasikan bahwa DPT di RT lainnya yang berada di bawah naungan Kelurahan Desa Sawah Baru juga mengalami hal yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di RT 04 Puri Bintaro, yakni DPT tidak sesuai dengan jumlah warga terdaftar.

Yang paling menyedihkan adalah jawaban kelurahan, bahwa DPT tidak bisa diubah karena dokumen tersebut sudah resmi ditandatangani oleh Ketua KPUD. Berarti, warga tidak terdaftar secara otomatis golput yang bukan karena warga inginkan, tetapi karena negara yang tercinta ini belum dikelola oleh orang-orang yang benar-benar ahli. Suara kami pastinya tidak dapat berpartisipasi menentukan masa depan bangsa ini. Sungguh disayangkan.
DIONESIA SEBAYANG Puri Bintaro PB 14/22 RT 04 RW 09, Sawah Baru, Tangerang


Tidak Dilibatkan Penyusunan DPT

Saya dan istri sudah lebih dari 11 tahun tinggal di Dukuh Dayu, Kelurahan Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Pemilihan umum baik legislatif maupun Pemilihan Presiden 2004, saya ikut memilih. Sampai 6 April 2009, saya dan istri belum mendapat pemberitahuan pemilih dan akan melakukan pemilihan di mana.

Saya telah menghadap Kepala Dukuh Dayu dan mendapat jawaban bahwa yang bersangkutan tidak dilibatkan dengan pemilu, bahkan sampai kecamatan pun tidak dilibatkan. Tidak jelas dari mana KPU/KPUD Sleman membuat DPT kalau aparat setempat tidak dilibatkan. Karena kesal, istri saya menanyakan kepada pejabat paling tinggi di Sleman dan jawabannya, bahwa yang bersangkutan tidak dilibatkan juga dalam penyusunan DPT.

Sangat ironis bahwa KPU telah memasang iklan di media TV untuk berpartisipasi dan tidak golput dalam pemilu 9 April 2009, sedangkan warga negara yang sah tidak dapat memilih. Harus ke mana saya harus menuntut sebagai warga negara yang sadar dan belum meninggal agar suara saya dapat disalurkan dalam pesta demokrasi lima tahunan? Apakah suara-suara yang tidak terdaftar telah dimanipulasi oleh KPUD?
Imam Suharko Jalan Dayu Baru 79 RT 06 RW 28 Km 8.5, Kaliuarang, Yogyakarta


Saling Menyalahkan tentang DPT

Saya kecewa karena sebagai kepala keluarga dan ibunda saya tidak tercantum di daftar pemilih tetap Pemilu 2009 di TPS di lingkungan rumah tinggal saya. Pada hari Minggu, 5 April 2009 ketua RT setempat menyampaikan secara lisan mengenai tidak tercantumnya saya dan ibunda saya dalam DPT.

Ketua RT mempersalahkan KPU. Pada hari Senin, 6 April 2009 ketua RT memberikan undangan untuk memilih kepada kakak saya, dan siang harinya ibunda saya mendatangi kelurahan. Pihak kelurahan mempersalahkan ketua RT.

Apakah tugas dan kewenangan Komisi Pemilihan Umum nomor satu yaitu merencanakan dan mempersiapkan Pemilihan Umum 2009 sudah dianggap mencapai target?
Maria Agnes Citra 3 Ext Blok A 8 RT 001 RW 013, Pegadungan, Kali Deres, Jakarta


Aktif Menanyakan, DPT Nihil

Saya sangat kecewa karena pada Pemilu Legislatif 2009 (9 April 2009), saya tidak masuk DPT. Ini terjadi bukan karena saya tidak aktif mempertanyakan kepada ketua RT tempat saya tinggal. Beberapa kali ketua RT menjelaskan bahwa untuk pemilu kali ini tidak ada kartu pemilih, tetapi dengan menunjukkan KTP saja di TPS sudah cukup.

Tanggal 6 April 2009, semua penghuni rumah tempat saya tinggal sudah mendapat surat pemberitahuan waktu dan tempat pemungutan suara (Model C4). Saya heran karena hanya saya sendiri yang tidak menerima Model C4. Kemudian saya menanyakannya kepada ketua RT yang mengatakan bahwa saya tidak masuk DPT, jadi tidak boleh ikut memilih. Ini peraturan dari KPU.

Lalu saya komplain dengan alasan bahwa saya sudah beberapa kali menanyakan hal itu, tetapi terkejut karena ditanggapi dengan mengatakan, ”Mbak saya paham, tapi Mbak, kan bukan orang sini.” Berkali-kali mengulangi kata-kata kepada saya ”bukan orang sini”. Saya tidak paham arti pernyataan ”bukan orang sini” tersebut.

Saya merasa diperlakukan diskriminatif dengan pernyataan ”Kamu bukan orang sini” tersebut, karena saya resmi mengantongi KTP yang menunjukkan bahwa saya adalah warga yang sah di alamat dimaksud.
Venny Damanik Jalan Kembang Raya RT 007 RW 004, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/26/04093077/redaksi.yth

Tepuk tangan pun diatur Fox

RAPIMNAS II
Soal Tepuk Tangan di Partai Demokrat
Senin, 27 April 2009 | 03:19 WIB

Kenapa Anda bertepuk tangan? Pasti banyak alasannya dan itu sah-sah saja. Namun, dalam Rapat Pimpinan Nasional II Partai Demokrat di Hall D Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Minggu (26/4), alasan tepuk tangan adalah karena sudah diperintahkan dan dilatihkan sebelumnya.

Perintah dan latihan tepuk tangan itu dikomandani Wakil Sekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh yang berperan sebagai pembawa acara. Hasilnya, selama rangkaian pembukaan Rapimnas II Demokrat tersebut 45 kali tepuk tangan diberikan.

”Habis nyanyi mars tepuk tangan tidak??? Tepuk tangan ya.... Kami mohon dengan hormat tepuk tangannya yang meriah selesai sambutan Ketua Dewan Pembina. Lebih semangat lagi!! Siaaap!” ujar Angelina.

Tepuk tangan menjadi seragam, teratur, dan terkendali di Partai Demokrat. Seperti juga rangkaian panjang kampanye pemilu legislatif, di mana keseragaman itu dijaga konsultan kampanye Demokrat.

Tentu saja, semua atas persetujuan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono, yang dikukuhkan kembali sebagai calon presiden dalam Rapimnas II Demokrat.

Tepuk tangan juga paling banyak diberikan untuk Yudhoyono saat memberi arahan sekitar 45 menit. Jumlahnya sebanyak 21 kali.

Tepuk tangan meriah diberikan saat Yudhoyono berujar soal kunci keberhasilan Demokrat. Melalui perencanaan dan persiapan yang baik sejak 2005. Yudhoyono mengklaim membuat quiet revolution (revolusi senyap) untuk peningkatan suara Demokrat sampai 300 persen.

Tepuk tangan paling meriah diberikan saat Yudhoyono bicara soal calon wakil presidennya. Karena ratusan peserta rapimnas ragu-ragu untuk bertepuk tangan—karena belum mendengar arahan dari baris depan—sambil tertawa, Yudhoyono berujar, ”Tidak dilarang tepuk tangan.”

Selain tepuk tangan, yang juga diatur dan dilatih adalah keseragaman paduan suara. Mahasiswa dan mahasiswi anggota paduan suara diminta berdiri tegak dengan sikap sempurna.

Demikian juga untuk anggota Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Luar Negeri Partai Demokrat yang menyatakan sikapnya. ”Biar seragam, sikap tegak!” ujar Angelina dengan suara lantang. Setelah semua latihan tepuk tangan dilakukan, Rapimnas II Demokrat dimulai. (WISNU NUGROHO)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/27/03191871/soal.tepuk.tangan.di.partai.demokrat

RPJM Sby tidak tercapai

ANALISIS EKONOMI
Menakar Kinerja SBY-JK
Senin, 27 April 2009 | 03:02 WIB

FAISAL BASRI

Cukup banyak perbaikan yang telah dihasilkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK). Tingkat kesejahteraan rakyat rerata naik. Angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin berkurang.

Masih banyak lagi yang telah diklaim sebagai keberhasilan sebagaimana yang dikampanyekan partai berkuasa. Good is not good enough. Pepohonan di hutan belantara bisa tumbuh walau tanpa disirami dan dipupuk. Pohon yang punya daya tahan kuat akan tumbuh kokoh karena memperoleh banyak sinar mentari dan akarnya bisa menerabas jauh ke dalam perut bumi menggapai sumber air dan makanan lebih banyak.

Pepohonan yang lemah akan tumbuh kerdil karena kurang mendapatkan sinar mentari dan akarnya hanya bisa menempel di batang pepohonan yang lebih besar. Fauna yang hidup di hutan berkembang biak secara alami. Manusia pun bisa bertahan hidup sendiri di hutan belantara sebagaimana digambarkan dalam sosok Tarzan.

Kita hidup di alam peradaban yang tentunya bisa berbuat lebih berarti ketimbang sumbangsih hutan yang nyata-nyata telah menjadi penyangga kehidupan umat manusia. Bermodalkan akal budi dan pengetahuan, kita berkewajiban mengembangkan perekonomian yang berperadaban kian tinggi dan memajukan martabat manusia. Bertolak dari landasan di atas, mari kita takar kinerja SBY-JK. Keduanya telah berjanji sewaktu kampanye lima tahun lalu. Selanjutnya, janji-janji tersebut dipatri di dalam Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Kinerja pemerintahan SBY-JK dengan gamblang bisa dinilai dengan mengacu pada RPJM ini. Kita mulai dengan target pertumbuhan ekonomi. Pada RPJM tercantum target pertumbuhan ekonomi rerata selama kurun waktu 2005-2009 adalah 6,6 persen. Sudah bisa dipastikan target ini tidak akan tercapai karena pertumbuhan rerata selama 2005-2008 saja hanya 5,9 persen.

Cuma slogan

Hampir semua target untuk indikator ekonomi utama juga meleset. Yang paling terperosok adalah angka pengangguran dan kemiskinan. Target RPJM untuk angka pengangguran pada tahun 2008 adalah 6,6 persen, kenyataannya 8,4 persen. Untuk penduduk miskin, RPJM menargetkan 8,2 persen pada tahun 2009, sedangkan realisasi untuk 2008 (angka 2009 belum tersedia) adalah 15,4 persen.

Jadi, bisa dikatakan jargon progrowth, propoor, projob yang diusung pemerintahan SBY-JK cuma sebatas slogan. Penurunan angka pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang terjadi selama lima tahun terakhir bisa dikatakan lebih bersifat alamiah. Kebijakan ekonomi sangat tumpul untuk memerangi pengangguran dan kemiskinan.

Selama tahun 2004-2008, anggaran untuk memerangi kemiskinan naik hampir empat kali lipat, tetapi angka kemiskinan hanya turun 1 persen saja. Bukti tumpulnya kebijakan ekonomi untuk memberantas kemiskinan terlihat pula dari perbandingan dengan negara-negara tetangga.

Dengan menggunakan ukuran pengeluaran kurang dari 1 dollar AS sehari (kemiskinan absolut), Laos berhasil mengurangi kemiskinan dari 22,8 persen pada tahun 2004 menjadi 12,2 persen pada tahun 2008.

Untuk periode yang sama, di Kamboja penduduk miskin turun dari 19 persen menjadi 8,7 persen, di Vietnam dari 7,8 persen menjadi 3 persen, dan di China dari 10,3 persen menjadi 6,1 persen. Penurunan di Indonesia adalah yang paling lambat, dari 7,4 persen menjadi 5,9 persen.

Pemerintahan SBY-JK juga bisa dipandang terseok-seok dalam memerangi pengangguran dan meningkatkan kualitas pekerja. Angka pengangguran terbuka memang turun sedikit dari 9,9 persen pada tahun 2004 menjadi 8,4 persen pada tahun 2008. Namun, pada periode yang sama terjadi peningkatan underemployment (separuh menganggur) dari 29,8 persen menjadi 30,3 persen.

Hal itu terlihat dari masih sangat dominannya pekerja di sektor informal, yakni sebesar 69 persen dari keseluruhan pekerja. Sektor industri manufaktur, yang merupakan penyerap tenaga kerja formal terbesar, justru makin sedikit menyerap pekerja.

Sampai saat ini sektor pertanian merupakan tumpuan utama dalam penyerapan tenaga kerja, yakni 43 persen. Sudah barang tentu sebagian besar mereka adalah pekerja informal. Kegagalan memperbesar porsi pekerja sektor formal merupakan salah satu alasan terpenting mengalami basis pajak perseorangan sangat rendah dan penerimaan pajak perseroan sangat bergantung pada segelintir perusahaan besar.

Inilah yang menyebabkan mengapa target nisbah pajak (tax ratio) yang tercantum di dalam RPJM sebesar 13,6 persen pada tahun 2009 hampir pasti tak terpenuhi. APBN Perubahan 2009 hanya mencantumkan nisbah pajak 12,1 persen.

Pemerintahan SBY-JK gagal untuk menghasilkan pola pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mengutamakan penguatan sektor produksi barang. Yang paling mencolok adalah kinerja industri manufaktur.

RPJM menargetkan sumbangan industri manufaktur di dalam produk domestik bruto sebesar 32,5 persen pada tahun 2008. Padahal, kenyataannya, sumbangan sektor ini tahun lalu hanya 27,9 persen. Secara keseluruhan, sektor produksi barang (tradable) makin terseok-seok dan kian tertinggal dari sektor jasa (nontradable). Tahun 2008, sektor tradable tumbuh hanya 3,3 persen, sedangkan sektor nontradable tumbuh menjulang sebesar 9,2 persen. Menyadari bahwa pertumbuhan nontradable yang tinggi lebih ditopang sektor jasa modern di kota besar, konsekuensi logisnya adalah ketimpangan pendapatan semakin memburuk, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan indeks gini yang terus-menerus selama periode 2004-2007.

Sepatutnya penjajakan koalisi yang sedang gencar dilakukan elite partai tak melulu mengurusi pasangan calon presiden dan wakil presiden. Yang sungguh kita tunggu adalah tawaran konsep nyata, terukur, dan rasional tentang bagaimana kita menjawab tantangan dewasa ini dan ke depan di tengah perubahan konstelasi ekonomi politik global dan pergeseran pendulum ideologis.

Kalau tawarannya sebatas melanjutkan yang telah dicapai lima tahun terakhir, niscaya kita bakal kian tercecer, dan bahkan tersesat. Tapi bukan pula yang ”gagah-gagahan” tak membumi, yang diturunkan dari kekeliruan membaca peta persoalan.

Masih ada waktu bagi calon presiden untuk mengoreksi tawaran pembaruan kontrak politik mereka. Kita punya modal dasar yang lebih dari cukup menguakkan masa depan yang gemilang.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/27/03020890/menakar.kinerja.sby-jk.

Jumat, 17 April 2009

Ngutang lagi Sukuk 600 juta dolar !

Kamis, 16/04/2009 19:27 WIB
Hasil Penawaran Sukuk Global Diumumkan Jumat Pagi
Suhendra - detikFinance


Foto: Angga/detikFinance
Jakarta - Departemen Keuangan (Depkeu) akan mengumumkan hasil penawaran sukuk global pada besok, Jumat (17/4/2009) pagi. Pemerintah juga tidak akan menambah nilai penerbitan yang kini ditetapkan maksimum sebesar US$ 600 juta atau sesuai underlying asset yang ada.

"Besok pagi begitu transaksi selesai semua aktvitas ditutup, besok pagi diumumkan," kata Menkeu Sri Mulyani dalam acara konferensi pers di kantornya, Kamis (16/4/2009).

Dikatakannya saat ini transaksi sedang dalam proses yang terus berjalan. Mengenai kemungkinan tambahan karena jumlah peminat, menurutnya penerbitan sukuk selalu didukung dari underlying asset yang sebelumnya ditetapkan maksimum US$ 600 juta.

"Tentu kita tidak bisa naikan meski apptite tinggi," jelasnya.

Sri Mulyani menegaskan penerbitan sukuk global saat ini merupakan untuk pertama kalinya Indonesia meluncurkan sukuk global dalam dominasi dolar.

"Sejak 2007 nyaris tidak ada penerbitan sukuk internasional, ini masuk pertama kali di sukuk pasca krisis dan merosotnya harga minyak," jelasnya.
http://www.detikfinance.com/read/2009/04/16/192717/1116738/5/hasil-penawaran-sukuk-global-diumumkan-jumat-pagi

Kamis, 16 April 2009

Dana PNPM hasil hutangan WB !

Bank Dunia Cairkan Utang RI USD415 Jt

Kamis, 16 April 2009 - 10:11 wib
text TEXT SIZE :
Share

Foto: Corbis

JAKARTA - Bank Dunia mencairkan utang senilai USD415 juta yang akan digunakan untuk mendanai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri tahun ini.

Utang yang dicairkan Bank Dunia ini terbagi dalam dua kategori. Pertama, utang bagi pendanaan operasionalisasi PNPM Mandiri senilai USD300 juta dengan fokus pendanaan program peningkatan sumber daya masyarakat kawasan pedesaan. Kedua, utang bagi pendanaan kapasitas petugas pelaksana PNPM senilai USD115 juta.

Fokus pendanaannya diberikan untuk meningkatkan kapasitas petugas dalam rangka asistensi atau pemberdayaan masyarakat program tersebut. (Zaenal Muttaqin /Koran SI/rhs)

Pemilu amburadul karena dana telat

Kamis, 16/04/2009 18:13 WIB

KPU: DPT Amburadul Gara-gara Dana Telat
Novi Christiastuti Adiputri - detikPemilu


Jakarta - Permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) terus menjadi sorotan dalam Pemilu Legislatif 2009. KPU berdalih, masalah telatnya dana yang menjadi kendala utama.

"Kendala pertama adalah masalah anggaran. Di mana anggaran baru turun pada 25 Juli 2008. Padahal tanggal 25 April sudah mulai (pendataan). Sehingga berakibat pada pembentukan lembaga-lembaga maupun badan-badan yang ada di daerah itu tertunda," ujar Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.

Hal tersebut ia sampaikan saat jumpa pers di Pusat Tabulasi KPU, Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (16/4/2009).

Menurut Hafiz, pada April, Mei dan Juni 2009, saatnya pemutakhiran data dilakukan. Sementara pada Agustus, Daftar Pemilih Sementara (DPS) harus sudah ditetapkan. "Sehingga Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) itu menjadi banyak kendala," kata Hafiz.

Kendala kedua, imbuh Hafiz, di beberapa daerah sedang berlangsung pilkada. Akibatnya, konsentrasi terpecah. Sementara itu masalah-masalah yang dihadapi saat pilkada ini juga ikut mengganggu, sehingga jika kinerja petugas PPDP tidak maksimal bisa dipahami. "Meskipun kita mendorong mereka untuk selalu maksimal," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Hafiz Ada kendala lain, yakni masalah psikologis. Di mana saat proses Pemilu Legislatif, ada penggantian personel di KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal itu ikut mengganggu kinerja terutama di wilayah yang ada pilkada. Pada saat bersamaan mereka harus melakukan verifikasi parpol dan verifikasi calon DPT.

Hafiz menolak jika ada usulan pembatalan hasil Pemilu Legislatif terkait dengan amburadulnya masalah DPT ini. "Kami menolak adanya pembatalan hasil Pemilu Legislatif kemarin. Alasan yang pertama, dasarnya kurang kuat. Itu hanya dugaan-dugaan beberapa pihak saja," elak Hafiz.

Alasan kedua, imbuhnya, tidak ditemukan klausul dalam UU yang bisa membenarkan pembatalan hasil pemilu kecuali jika ada bukti bahwa pemilu tidak terlaksana sesuai UU.

Mengenai adanya permasalahan DPT, KPU merasa sudah sesuai dengan UU. Kalau ada yang tertinggal atau tercecer, itu bukanlah hal yang disengaja. Masih ada kekurangan dan kelemahan. "Itu yang sedang kita upayakan untuk dibenahi saat pilpres. Kalau kesengajaan, sampai saat ini kami tidak menemukan," pungkasnya.
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/04/16/181302/1116707/700/kpu-dpt-amburadul-gara-gara-dana-telat
( anw / iy )

Rabu, 15 April 2009

Pemr Sby tidak proses pelanggaran Pemilu !

Polisi Tutup Laporan Pidana Pemilu
Laporan Panwaslu Ditolak
Rabu, 15 April 2009 | 04:19 WIB

Jakarta, Kompas - Proses hukum ratusan perkara tindak pidana/pelanggaran pidana Pemilihan Umum Legislatif 2009 terancam terhenti menyusul beredarnya telegram dari sejumlah kepolisian daerah di beberapa provinsi.

Telegram itu menginstruksikan jajaran kepolisian untuk menyelesaikan tindak pidana pemilu yang diterima dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) setempat paling lambat 14 April 2009.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), hingga Selasa (14/4), menerima laporan dari sejumlah Panwaslu yang menyatakan bahwa pihak kepolisian daerah setempat menolak atau tidak mau lagi menerima laporan tindak pidana pemilu dari Panwaslu. Alasan polisi adalah batas waktu yang diberikan tidak cukup untuk proses hukum. Laporan itu antara lain dari Panwaslu Sulawesi Selatan, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.

Menanggapi laporan Panwaslu dari sejumlah daerah, kemarin, Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini langsung mengirim surat kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan meminta penjelasan mengenai telegram dari Provinsi Sulsel, Lampung, dan NTB.

Dalam surat itu, Bawaslu menyatakan bahwa penerbitan telegram yang beredar di tiga provinsi tersebut mengakibatkan banyak perkara tindak pidana pemilu yang dilaporkan Panwaslu kepada kepolisian resor/kepolisian wilayah setempat melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu ditolak dan tidak diproses atau ditindaklanjuti.

Pasal 257 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dijadikan rujukan dalam telegram tersebut, telah diartikan secara luas sehingga terhadap perkara tindak pidana yang tidak termasuk dalam kasus pelanggaran pidana pemilu, yang dapat memengaruhi perolehan suara peserta pemilu, yang dilaporkan Panwaslu di beberapa tempat tidak dapat diproses.

”Dalam surat tersebut, kami menyampaikan, perlu ada langkah-langkah dan kebijakan bersama dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di beberapa daerah guna terlaksananya penegakan hukum. Namun, hingga kini kami belum mendapat jawaban dari Kepala Polri,” ujar Nur Hidayat.

Ketua Panwaslu Sulsel Muhammad Alhamid ketika dihubungi semalam membenarkan bahwa per tanggal 14 April 2009 pihak kepolisian menolak laporan tindak pidana pemilu dari Panwaslu menyusul surat telegram Kepala Polda Sulsel tertanggal 7 April 2009.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira mengatakan sejauh ini belum mendapat informasi soal kabar jangka waktu pelaporan pidana pemilu diperpendek oleh kepolisian.

Menurut Abubakar, ketentuan soal jangka waktu pelaporan dan pengusutan pidana pemilu telah diatur dalam perundangan. Polri hanya sebagai pihak yang mengeksekusi aturan tersebut. ”Saya belum dengar soal itu. Akan saya cek lagi,” kata Abubakar.

Kemarin peneliti senior LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, juga yakin telah terjadi berbagai bentuk kecurangan dalam proses pemilu. Kecurangan tersebut ditengarai terjadi sejak penetapan DPT oleh KPU. Ikrar mengaku yakin berbagai kecurangan tadi terjadi secara sistematis.(SON/DWA/SF)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/15/04191311/polisi.tutup.laporan..pidana.pemilu

Ngutang lagi 7,4 T !

14/04/2009 - 17:15
Pemerintah Lelang SUN Rp 7,4 T
Wahid Ma'ruf

INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 7,450 triliun untuk 3 seri.

Dari keterangan tertulisnya, Ditjen Pengelolaan Utang Depkeu melelang SUN seri SPN20100415, seri FR0030 yang bersifat reopening dan FR0044 dengan status reopening melalui sistem BI. Total menawaran yang masuk sebesar Rp 14,57 triliun. "Total nominal yang dimenangkan dari ketiga seri tersebut sebesar Rp 7,45 triliun," tulis rilis tersebut, Selasa (14/4).

Untuk penawaran seri SPN20100415 yang masuk mencapai Rp 7,717 triliun dengan harga terendah 8,87% dan penawaran harga tertinggi 9,62%. Untuk seri FR0030 penawaran yang masuk sebesar Rp 3,98 triliun dengan harga terendah 11,4% dan harga tertinggi yang masuk 11,9%.

Sedangkan seri FR0044 penawaran yang masuk mencapai Rp 2,87 triliun dengan harga penawaran terendah 12,31% dan harga tertinggi 13%. [cms]


http://inilah.com/berita/ekonomi/2009/04/14/98831/pemerintah-lelang-sun-rp-74-t/

Selasa, 14 April 2009

Anggaran Pemilu 2009 10 kali lipat 2004

Kamis, 1 November 2007

Naik 10 Kali Lipat
Biaya Pemilu 2009 Capai Rp47,9 T



JAKARTA - Demokrasi harus kita bayar mahal. Tak hanya proses panjang yang membutuhkan martil korban jiwa, tapi juga biaya finansial. Untuk penyelenggaraan Pemilu 2009, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin (31/10) mengusulkan anggaran Rp 47,9 triliun.
Artinya, anggaran tersebut membengkak hampir sepuluh kali lipat karena dana Pemilu 2004 hanya sekitar Rp 4,4 triliun. Rincian dana penyelenggaraan Pemilu 2004 adalah Rp 3,8 triliun dari APBN dan tambahan dari instrumen APBD Rp 600 miliar.

Ketua KPU Abdul Hafiz Ansyari menuturkan, usul anggaran pemilu tersebut akan digunakan untuk dua tahun anggaran. Yakni, persiapan pemilu pada 2008 sebesar Rp 18,6 triliun dan anggaran pada 2009 Rp 29,3 triliun. ''Jadi, dalam dua tahun, anggaran yang dibutuhkan Rp 47,9 triliun,'' jelasnya.

Untuk diketahui, dana tersebut bakal cukup menguras APBN. Untuk diketahui, RAPBN 2008 yang sudah dipleno di DPR mencapai Rp 836 triliun.

Hafiz yang baru sepekan dilantik menjadi ketua KPU tersebut menuturkan hal itu usai rapat koordinasi yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin. Hadir Menko Polhukam Widodo A.S., Mendagri Mardiyanto, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, dan Kepala Bappenas Paskah Suzetta.

Dana Rp 47,9 triliun itu dialokasikan untuk KPU pusat, 33 KPU provinsi, 456 KPU kabupaten/kota, 5.622 panitia pemungutan kecamatan, 138 panitia pemilihan luar negeri, serta 77.757 panitia pemilihan kelurahan.

Menurut mantan ketua KPU Kalimantan Selatan itu, rincian alokasi anggaran pelaksanaan Pemilu 2009 terdiri atas biaya pelaksanaan pemilu di tingkat panitia pemungutan suara (PPS) Rp 8,2 triliun; panitia pemilihan kecamatan (PPK) Rp 437,6 miliar; serta panitia pemungutan suara luar negara (PPLN) Rp 43 miliar.

Selain itu, anggaran pemutakhiran data pemilih (Rp 479 miliar), anggaran operasional Setjen KPU (Rp 2,2 triliun), anggaran operasional KPUD provinsi (Rp 528 miliar), dan anggaran operasional KPU kabupaten/kota (Rp 2,5 triliun).

Hafiz mengakui adanya pembengkakan anggaran yang cukup fantastis tersebut. Menurut dia, ada sembilan komponen anggaran yang menyebabkan biaya pemilu membengkak dibandingkan Pemilu 1999 maupun 2004.

Sembilan komponen itu, antara lain, sosialisasi pemilu yang dilakukan seluruh elemen penyelenggara pemilu hingga tingkat KPPS. Pada pemilu sebelumnya, sosialisasi pemilu hanya dilakukan KPU pusat.

Faktor lain adalah tahap pemutakhiran data pemilih oleh KPPS serta penambahan partai politik peserta pemilu. ''Kalau jumlah parpol peserta pemilu sampai 50 parpol, salinan data hasil perhitungan suara yang diserahkan kepada saksi-saksi partai juga akan meningkat. Otomatis juga membutuhkan dana tambahan,'' ungkapnya.

Komponen lain penyumbang pembengkakan anggaran adalah formalisasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bappilu). Dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU ditugaskan membentuk Bappilu maksimal lima bulan setelah KPU. ''Berbeda dari Panwaslu yang bersifat ad hoc (sementara), Bappilu akan bertugas selama lima tahun,'' jelas Hafiz.

Pembengkakan anggaran juga disebabkan adanya pemekaran wilayah yang membuat KPU pusat harus membentuk KPUD di setiap provinsi dan kabupaten/kota baru. Pemekaran wilayah juga menyebabkan penambahan daerah pemilihan serta jumlah anggota DPR/DPRD. ''Faktor lain adalah penambahan jumlah penduduk yang berhak memilih dalam pemilu dan peningkatan harga peralatan serta distribusi pemilu,'' katanya.

Dia menuturkan, usul dana penyelenggaraan Pemilu 2009 tersebut memang dibuat KPU periode 2002-2007 yang ditandatangani Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti.

Menanggapi presentasi KPU tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla menginstruksikan agar KPU dan Departemen Dalam Negeri melakukan berbagai upaya untuk menghemat dana pemilu. Karena itu, Depdagri dan KPU akan membentuk tim kecil di bawah koordinasi Mendagri Mardiyanto untuk membahasnya.

Mardiyanto menuturkan, komponen anggaran yang paling mungkin dipangkas adalah pengurangan jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Pada Pemilu 2004, jumlah TPS mencapai 684.477 buah. Satu TPS mencakup 300 pemilih. ''Bila pada Pemilu 2009 satu TPS menampung 600 hingga 1.000 pemilih, akan terjadi efisiensi anggaran yang cukup besar,'' tegasnya.

Efisiensi anggaran tersebut, antara lain, berupa pengurangan biaya untuk petugas, biaya pendirian TPS, logistik pemilu, serta biaya distribusi.

Selain pengurangan TPS, kata Mardiyanto, Kalla meminta ukuran dan kualitas surat suara disederhanakan dibandingkan Pemilu 2004.

Upaya-upaya memangkas anggaran biaya pemilu tanpa melanggar ketentuan dalam RUU Pemilu tersebut akan dibahas tim kecil yang dia pimpin. ''Ukuran keberhasilan pemilu legislatif akan diaplikasikan dalam pemilu presiden,'' jelasnya.

Mardiyanto menuturkan, pengurangan anggaran pemilu juga terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah pusat. Berbeda dari pembiayaan Pemilu 1999 dan 2004 yang berasal dari APBN dan APBD, biaya Pemilu 2009 sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui alokasi APBN. (noe/jpnn)

Pemilu 2009 terburuk

Manajemen Pemilu 2009 Terburuk
Kinerja KPU Merosot
Sabtu, 11 April 2009 | 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif 2009 dari sisi manajemen pelaksanaan merupakan yang terburuk dari pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya. Banyak temuan yang mengindikasikan kinerja pelaksana pemilu yang tidak maksimal dan tidak profesional.

Demikian pernyataan Komite Pemilih (Tepi) Indonesia, Jumat (11/4), yang disampaikan Koordinator dan Sekretaris Jenderal Tepi Indonesia Jeirry Sumampow dan Aziz Hakim.

Menurut Tepi, kinerja yang buruk ini berakibat pada penyediaan logistik yang kacau karena data pemilih yang amburadul serta pelaksanaan pemungutan suara yang tidak profesional karena kurangnya bimbingan petugas dalam teknis pelaksanaan pemungutan suara di lapangan.

Menurut Jeirry, dengan semangat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadikan suara yang terbanyak sebagai landasan bagi penentuan calon terpilih, kejadian surat suara yang tertukar patut disesalkan. Hal ini membuat masyarakat yang ingin memberikan hak suaranya secara langsung mengalami kesulitan saat mencontreng calon yang diinginkan. Seharusnya, tertukarnya surat suara tentu tidak bisa ditoleransi dengan Surat Edaran KPU Nomor 676/ KPU/IV/2009.

”Dengan mengeluarkan SE tersebut, menunjukkan KPU ingin menutupi kelemahannya dalam pelaksanaan pemilu. Hal ini sangat berbahaya dan bertentangan dengan semangat keputusan MK,” ujar Jeirry.

Banyaknya pelanggaran yang ditemukan, baik oleh masyarakat, pemantau, maupun partai politik, dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 ini menunjukkan kinerja pengawasan yang belum maksimal. Terbukti, masih merebaknya politik uang hingga intimidasi yang dialami pemilih.

Benar-benar amburadul

Secara terpisah, ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Isharyanto, menilai kinerja KPU dan kualitas manajemen Pemilu Legislatif 2009 tidak hanya buruk, tetapi jauh merosot dibandingkan penyelenggaraan Pemilu 2004 lalu.

”Yang paling kentara adalah soal DPT. Benar-benar amburadul. Sampai sekarang belum dijelaskan KPU secara transparan kepada publik, kenapa persoalan DPT bisa seperti itu,” ujarnya,

Banyaknya laporan tentang pelanggaran dan kecurangan pasca-Pemilu Legislatif 2009, menurut Isharyanto, menunjukkan dua hal. Pertama, soal legitimasi pemilu. Kedua, soal kompleksitas independensi KPU.

Soal isu legitimasi pemilu, sebetulnya jauh-jauh hari potensi-potensi pelanggaran disuarakan oleh publik, tetapi kenyataannya hal itu tidak dikelola dengan baik oleh KPU. (SON)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/11/03044840/manajemen.pemilu.2009.terburuk

Pemr Sby gelembungkan stimulus ?

Selasa, 14/04/2009 11:12 WIB
Emir Moeis: Pertemuan Four Seasons Inisiatif Depkeu
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Jakarta - Siapa inisiator pertemuan di Hotel Four Season untuk membahas dana stimulus? Para politisi yang namanya dikaitkan dengan kasus ini saling tuding menuding. Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR Emir Moeis menyatakan pertemuan merupakan inisiatif Departemen Keuangan (Depkeu).

"Dari Depkeu, bukan dari Panggar," kata Emir Moeis sebelum diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2009).

Menurut Emir, pertemuan pada 19 Februari 2009 itu bukan atas nama Panggar DPR. Karenanya pertemuan dianggap pertemuan biasa.

Emir juga mengaku tidak menghadiri dan mengetahui pertemuan itu. Sebab dia tidak diundang.

Tapi kenapa ada kenaikan anggaran dana stimulus Rp 2 triliun itu? "Tidak ada penggelembungan itu. Saya belum tahu isi pertemuan Four Seasons," tandasnya.

Sebelumnya, tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan bandara dan dermaga di kawasan Indonesia timur, Abdul Hadi Djamal, mengaku pertemuan di Four Seasons atas inisiatif Wakil Panitia Anggaran Jhonny Allen.

Jhonny Allen, usai diperiksa KPK, Senin (13/4/2009) kemarin menyatakan, pertemuan di Four Season merupakan pertemuan informal untuk menyamakan persepsi yakni karena adanya persoalan global yang mempengaruhi APBN.

"Tidak ada apa-apa di sana. Kita di sana untuk menyamakan persepsi," ujarnya.
(nik/iy)

47 juta warga tidak menggunakan hak pilihnya

Selasa, 14/04/2009 18:12 WIB
47 Juta Warga Tak Bisa Nyontreng
3 LSM Ancam Gugat SBY & KPU
M. Rizal Maslan - detikPemilu

Jakarta - Carut marut penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu 2009 mengakibatkan 47 juta warga negara tidak bisa menggunakan hak politiknya. Oleh karenanya, tiga LSM di bidang hukum dan pemantauan pemilu akan mengajukan gugatan warga negara (Citizen Law Suit) kepada pemerintah.

"Pemerintah dan penyelenggara pemilu masih diberikan toleransi, jika dalam waktu 7 hari hak rakyat dikembalikan dalam bentuk pemilu susulan, maka gugatan itu batal dilayangkan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen dalam jumpa pers bersama dengan PBHI, KIPP dan LBH Apik di kantornya, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/4/2009).

Dalam kesempatan itu, Patra juga menegaskan, agar pemerintah dan KPU tidak lari dari tanggung jawabnya. "Sebab pemilu ini adalah di bawah kontrol eksekutif pemerintah pusat dan daerah. Jadi wajar bila kami menggugat pemerintah, pemerintah daerah dan KPU terkait kerancuan penyusunan DPT ini," jelasnya.

Sementara itu, Ketua PBHI Syamsuddin Radjab menjelaskan, banyak fakta di lapangan mengindikasikan KPU tidak independen dalam penyelenggaraan pemilu. Misalnya, ketika Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary melakukan pencontrengan di TPS SBY dengan alasan ingin melakukan monitoring pemilu.

"Tidak masuk akal Ketua KPU jauh-jauh memonitor pemilu di Cikeas. Apakah ketua KPU ingin menjadi menteri agama?" ujarnya seraya bertanya.

Indikasi lainnya, lanjut Radjab, hal yang menguatkan KPU tidak netral adalah saat mengesahkan surat suara yang tertukar antar provinsi atau daerah. "Selanjutnya, kami menduga kisruh DPT ini dilakukan secara sengaja untuk memenangkan parpol tertentu. Ini membuktikan KPU tidak professional dan tidak
netral," tandasnya lagi.

Dalam kesempatan itu, Patra juga menambahkan, gugatan warga negara (Citizen Law Suit) akan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena telah terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah dan penyelenggara pemilu.

"Sebagai salah satu syarat formil untuk mengajukan gugatan ini, kami hendak menyampaikan secara terbuka pemberitahuan (notifikasi) kepada para pihak yang akan kami ajukan sebagai pihak tergugat, yaitu Presiden, Mendagri, Pemda, KPU, KPUD hingga PPK dan PPS," ungkapnya.

Gugatan tersebut berkaitan dengan hilangnya hak penggugat sebagai warga negara untuk memilih dalam Pemilu Legislatif disebabkan kesengajaan atau kelalaian dalam pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, sesuai pasal 4 UU 10/2008 dan UU No 22/2007.

( zal / iy )
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/04/14/181213/1115454/700/3-lsm-ancam-gugat-sby-kpu

Kamis, 05 Maret 2009

Imbal hasil obligasi RI meningkat

Dana Global Menyusut
Waspadai Beban Utang yang Kian Berat
Kamis, 5 Maret 2009 | 04:43 WIB

Jakarta, Kompas - Dana global yang diperebutkan penerbit obligasi, termasuk Indonesia, menyusut dari sekitar 600 miliar dollar AS menjadi 160 miliar dollar AS. Kondisi ini menyebabkan imbal hasil yang dituntut pemilik dana semakin tinggi sehingga biaya penerbit obligasi semakin mahal.

”Dengan demikian, terjadi penurunan dana yang dialirkan ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sekitar 400 miliar dollar AS,” ujar Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dalam Rapat Kerja dengan Panitia Adhoc II dan IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Rabu (4/3).

Menurut Sri Mulyani, akibat ketatnya likuiditas yang tersedia, imbal hasil (yield) yang diminta pemilik dana atas obligasi yang ditawarkan oleh negara, seperti Indonesia, meningkat 110 basis poin.

Hal tersebut terjadi sejak 26 Februari 2009, atau saat obligasi global Pemerintah Indonesia diterbitkan, hingga saat ini.

”Peningkatan imbal hasil itu juga disebabkan memburuknya perekonomian, yang ditunjuk-kan antara lain oleh pengumuman kerugian perusahaan kelas dunia, seperti AIG,” ujar Sri Mulyani.

Menteri Keuangan menolak pendapat sebagian kalangan yang menyatakan bahwa imbal hasil yang diberikan pemerintah atas dua seri obligasi global yang diterbitkan 26 Februari 2009 terlalu tinggi. Setiap keputusan imbal hasil, diserahkan kepada mekanisme pasar.

”Artinya, yield yang diambil merupakan hasil pertemuan antara permintaan dan penawaran para pemilik modal di saat itu. Sekarang, dalam seminggu saja, imbal hasil yang diminta pasar sudah naik 110 basis poin, sudah semakin tinggi,” kata Sri Mulyani.

Obligasi Pemerintah Indonesia yang diterbitkan 26 Februari 2009 tersebut dilepas dengan tenor lima dan 10 tahun. Untuk

yang jatuh tempo lima tahun, diserap pasar senilai 1 miliar dollar AS, dengan yield 10,5 persen. Adapun obligasi yang jatuh tempo 10 tahun terserap 2 miliar dollar AS dengan yield 11,75 persen.

Kenaikan suku bunga

Pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengatakan bahwa akibat penerbitan kedua seri obligasi tersebut, beban utang Indonesia kian berat. Tingginya yield itu akan mendorong kenaikan suku bunga di dalam negeri, baik untuk perbankan maupun obligasi.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Dradjad H Wibowo menegaskan, setiap tahun jumlah obligasi yang diterbitkan semakin besar untuk menutup pembayaran pokok dan bunga obligasi yang diterbitkan sebelumnya.

Pada tahun 2002, Indonesia hanya menerbitkan obligasi Rp 2 triliun, lalu naik Rp 11,5 triliun, hingga sekarang sudah Rp 150 triliun. ”Pembayaran pokok dan bunga obligasi ditutup dengan penjualan obligasi baru,” ujar-nya. (OIN)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/05/04430786/dana.global.menyusut.

Ngutang dari Bank Dunia, saldo nya 1.667 T

Utang dari Bank Dunia
Posisi Utang Mencapai Rp 1.667 Triliun
Kamis, 5 Maret 2009 | 05:31 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia mendapat pinjaman siaga senilai 2 miliar dollar AS dari Bank Dunia. Tambahan komitmen itu menjadikan total pinjaman siaga yang dapat dihimpun untuk mengatasi dampak krisis ekonomi global mencapai 5,5 miliar dollar AS.

Dana itu efektif dipakai apabila mobilisasi dana dari penerbitan surat utang negara di pasar domestik maupun internasional mengalami kondisi harga yang sangat mahal atau tidak rasional, atau kesulitan mengakses pasar karena likuiditasnya tidak ada.

”Sebenarnya situasi hari-hari ini sudah kategori bisa mencairkan pinjaman itu,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (4/3) di Jakarta.

Per 31 Januari 2009, total utang Indonesia mencapai Rp 1.667 triliun atau 30 persen lebih dari produk domestik bruto. Utang tersebut berupa pinjaman Rp 740 triliun dan surat berharga Rp 920 triliun.

Dalam dua tahun terakhir, pemerintah lebih berorientasi pada penerbitan surat berharga untuk menutup defisit anggaran dan menurunkan pinjaman luar dari lembaga keuangan atau negara dalam kerangka multilateral atau bilateral. Namun, karena meledaknya krisis keuangan global, pinjaman surat berharga menjadi lebih mahal sehingga ada kecenderungan pemerintah kembali pada pinjaman langsung. Pemerintah memperkirakan target defisit anggaran tidak lebih dari 2,6 persen tetap bisa dipenuhi.

Pejabat Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Chris Hoban mengatakan, fasilitas pinjaman siaga ini baru pertama kali dilakukan Bank Dunia. ”Indonesia jadi model percontohan fasilitas pinjaman siaga semacam ini. Bank Dunia sangat optimistis dengan perencanaan Indonesia mengatasi krisis,” ujarnya.

Mendukung stimulus

Pinjaman dari Bank Dunia itu akan digunakan untuk mendukung paket stimulus fiskal Rp 73,3 triliun. Indonesia mendapatkan komitmen serupa dari Pemerintah Australia 1 miliar dollar AS, Jepang 1,5 miliar dollar AS, dan Bank Pembangunan Asia 1 miliar dollar AS. Semuanya untuk tahun 2009-2010.

Sri Mulyani menilai jumlah pinjaman siaga yang sudah didapat Indonesia cukup memadai untuk memenuhi program stimulus fiskal tahun ini. ”Pemberi pinjaman mengharapkan tidak dihabiskan tahun ini,” ujarnya.

Namun, Indonesia akan tetap menjaga akses terhadap pasar keuangan internasional. Indonesia telah menerbitkan obligasi global sejumlah 3 miliar dollar AS.

Menteri Keuangan menegaskan, apabila dinilai masih mungkin, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat bisa membahas stimulus lanjutan. ”Saat ini posisinya pemerintah akan menjalankan yang sudah disepakati dan melihat realisasi sepanjang semester pertama,” ujar Sri Mulyani menjelaskan.

Stimulus Rp 73,3 triliun baru akan berjalan pekan-pekan ini. Efek stimulus akan terlihat pada kuartal II tahun 2009. (DOT)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/05/05311089/utang.dari..bank.dunia

Maret, Kondisi ekonomi memburuk

Kondisi Perekonomian Semakin Buruk
Pertumbuhan Ekonomi Maksimal Hanya 4 Persen
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Para pencari kerja antre untuk menyerahkan surat lamaran pekerjaan kepada salah satu perusahaan dalam bursa karier di Graha ITS Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/3). Bursa kerja yang berlangsung hingga hari ini diadakan di kampus sebagai upaya menjembatani kebutuhan pencari kerja dan perusahaan yang masih mempunyai lowongan pekerjaan di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja.
Kamis, 5 Maret 2009 | 05:37 WIB

Jakarta, Kompas - Kondisi perekonomian global yang lebih buruk dari perkiraan membuat pertumbuhan ekonomi domestik kian lambat. Prediksi pertumbuhan 2009 pun kembali diturunkan. Untuk menahan pelambatan lebih dalam, suku bunga acuan dipangkas 50 basis poin menjadi 7,75 persen.

Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (4/3) di Jakarta, menyebutkan, perkembangan ekonomi global menunjukkan pelambatan lebih dalam, tecermin dari merosotnya perekonomian negara-negara maju yang lebih besar daripada perkiraan. Kondisi pasar keuangan global pun masih sangat rapuh dengan semakin banyaknya laporan kerugian lembaga keuangan dunia.

Hasil Rapat Dewan Gubernur BI juga mengingatkan, perekonomian domestik pun akhirnya juga melambat lebih dalam. Ini tecermin dari penurunan nilai ekspor dan timbulnya sentimen negatif terhadap pasar keuangan domestik, yang ujungnya memengaruhi kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Badan Pusat Statistik, misalnya, melaporkan nilai ekspor Januari 2009 anjlok 17,7 persen terhadap Desember 2008. Jatuhnya nilai ekspor membawa konsekuensi antara lain melemahnya kinerja sektor usaha penyerap tenaga kerja dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja pada sektor industri yang berorientasi ekspor. Ini akhirnya menimbulkan efek menurunnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Padahal, ekspor dan konsumsi rumah tangga merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi.

Rendahnya daya beli mulai tampak pada anjloknya penjualan kendaraan bermotor, semen, dan alat elektronik.

Investasi tidak bergerak

Kondisi perekonomian makin parah karena investasi tak bergerak dan belanja konsumsi pemerintah belum berjalan optimal.

Macetnya investasi dan kegiatan sektor riil terlihat dari posisi kredit yang turun 2,1 persen dari Rp 1.300 triliun pada akhir Desember 2008 menjadi Rp 1.273 triliun per Januari 2009. Seretnya penyaluran kredit makin diperparah oleh kekhawatiran perbankan terhadap meningkatnya kredit bermasalah.

Menyikapi situasi ini, BI pun menurunkan level pertumbuhan ekonomi dari 4,5 persen menjadi 4 persen. Angka 4 persen itu pun bersifat pesimistis karena berpotensi besar turun lagi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, angka proyeksi 4,5 persen masih bisa turun karena ekspor negatif. Kalau titik keseimbangan pertumbuhan lebih rendah, tentu konsekuensinya beberapa target pembangunan tidak tercapai.

Tanda pelambatan ekonomi kian jelas setelah Ditjen Pajak mengumumkan realisasi penerimaan pajak Januari 2009. Penerimaan pajak nonmigas Rp 34,288 triliun, hanya tumbuh 5 persen dibanding Januari 2008.

”Ini menunjukkan pertumbuhan penerimaan pajak melambat. Pada kondisi normal, 18-20 persen per bulan,” ujar Dirjen Pajak Darmin Nasution.

Data perekonomian terkini menunjukkan tidak ada satu indikator fundamental perekonomian pun yang bisa menerbitkan optimisme.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang menjadi jendela perekonomian di dunia internasional terus tertekan. Tidak hanya oleh penurunan ekspor yang drastis, tetapi juga karena masih berlanjutnya penjualan aset-aset rupiah oleh investor asing di pasar modal dan pasar uang.

Defisit ganda pun kini terjadi, yakni dalam transaksi perdagangan dan transaksi modal dan keuangan.

Permintaan dollar AS yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasokannya telah melemahkan rupiah ke level Rp 12.033 per dollar AS pada penutupan perdagangan di BI kemarin. Level ini merupakan yang terburuk sejak Desember 2008.

Memburuknya neraca pembayaran dan juga pelemahan nilai tukar membuat cadangan devisa tergerus. Posisi kini sebesar 50,56 miliar dollar AS, turun dibandingkan Juli 2008, yang tercatat 60,56 miliar dollar AS.

Makin lambat

Sejumlah pengamat menilai perekonomian Indonesia bakal makin lambat dari perkiraan semula. ”Mencapai 3 persen saja sudah hebat karena negara tetangga akan tumbuh negatif,” kata pengamat moneter dan perbankan Iman Sugema.

Apalagi stimulus fiskal sebesar Rp 73,3 triliun dan stimulus moneter berupa penurunan suku bunga acuan (BI Rate) pun diragukan efektivitasnya.

Menurut Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono, stimulus fiskal kemungkinan besar terhambat oleh lambatnya penyerapan anggaran.

Kebijakan moneter pun terhadang banyak hambatan, salah satunya transmisi suku bunga. Sejak Desember 2008, BI Rate telah dipangkas 175 basis poin, tetapi suku bunga kredit hanya turun sekitar 50 basis poin.

Tingginya biaya dana, rendahnya efisiensi bank, kekhawatiran meningkatnya kredit bermasalah, dan tekanan pemilik agar bank tetap memperoleh keuntungan membuat manajemen bank tetap mematok suku bunga kredit yang tinggi, sekitar 16 persen per tahun.

Iman menyarankan, dalam situasi seperti ini, BI harus mendorong perbankan lebih keras berekspansi ke sektor usaha mikro dan kecil, yang telah terbukti tahan menghadapi gejolak.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara menyarankan agar mempercepat pengeluaran pemerintah dan penurunan suku bunga untuk usaha yang prospektif. (FAJ/DOT/REI/OIN)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/05/05371536/kondisi.perekonomian.semakin.buruk

Jumat, 20 Februari 2009

Senoro lebih buruk ketimbang Tangguh

Jumat, 20 Februari 2009 21:38 WIB
Formulasi Harga tidak Jelas
Donggi Senoro Lebih Buruk Ketimbang Tangguh
Penulis : Jajang Sumantri
JAKARTA--MI: Akibat tidak jelasnya acuan formula harga penjualan LNG, potensi kehilangan penerimaan negara dari kesepakatan harga jual gas (GSA) Donggi Senoro bisa melampui Rp50 triliun. Selain itu, dengan menggunakan mekanisme besaran persentasi mengikuti fluktuasi harga minyak dunia slope tanpa mengacu pada formulasi harga yang ada, penerimaan negara dari kontrak itu juga akan naik turun.

"Kontrak LNG Tangguh senilai US$2,4 per mmbtu yang mengacu pada formula harga Guangdong saat harga crude US$30 per barel saja sudah cukup rendah. Sekarang dengan US$2,75 pada kisaran crude US$45 tidak akan memberi hasil yang lebih baik meski dengan mekanisme slope yang diberlakukan. Justru akan naik turun dan ini lebih buruk dari Tangguh," ujar Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisa Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, di Jakarta, Jumat (20/2).

Rendahnya penentuan angka patokan (konstanta) itu akhirnya akan membuat harga jual terpaku pada besaran kurva 6,7% saat harga crude dibawah US$45 dan 12% pada saat di atas US$45.

"Sekarang yang harus dimintakan kejelasan ke pihak terkait adalah patokan harga mana yang dianut dalam negosiasi itu. Demikian halnya dengan patokan konstanta US$2,75 per mmbtu itu. Kalaupun selalu dinyatakan masih dalam tahap negosiasi korporasi, tetap saja akan minimal sekali pendapatan negara hingga berakhirnya kontrak," papar Firdaus.

Dia menjelaskan, desain atau perumusan formula harga sangat menentukan berapa besaran penerimaan negara dari penjualan LNG. Formula harga LNG secara umum adalah menggunakan metode "ax +b".

Dimana, "x" merupakan harga Japan Crude Coctail (JCC), sedangkan "a" dan "b" adalah konstanta (negoitable). Dan, berdasarkan formulasi harga tersebut ada beberapa tipe formula harga yang biasa digunakan, yakni Guandong formula, Japan Formula serta New Zealand formula.

Dengan harga minyak US$45 per barel maka, secara Guandong formula harga gas adalah US$4,45 per mmbtu, Japan formula US$6,75 per mmbtu serta New Zealand formula adalah US$7,53 per mmbtu.

Sementara itu, negara merugi yang berasal dari kekurangan penerimaan negara dari kontrak penjualan gas setidaknya senilai Rp74,595 triliun. Hal tersebut hasil penghitungan Indonesia Corruption Watch (ICW) berdasarkan penghitungan pola bagi hasil 65% untuk pemerintah dan 35% untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama kurun waktu 2000-2008.

Menurut Firdaus berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) selama periode 2000-2008, total penerimaan negara dari gas adalah Rp440,447 triliun. "Sedangkan menurut perhitungan ICW, berdasarkan jumlah konsumsi atau lifting gas per tahun, seharusnya total penerimaan negara dari gas dari tahun 2000-2008 adalah Rp515,042 triliun," jelas Firdaus.

Seperti dijelaskan tadi, perhitungan di atas menggunakan asumsi bagi hasil 65:35, asumsi tersebut merupakan asumsi yang berada di bawah perhitungan standar. Sedangkan jika digunakan asumsi standar, yakni dengan bagi hasil 70:30, kekekurangan penerimaan negara dari tahun 2000-2008 adalah Rp114,218 triliun.

"Hitungan kami mungkin saja bisa meleset, namun itu tidak akan jauh karena kami melakukan perhitungan dengan sangat hati- hati dan teliti," pungkas Firdaus. (JJ/OL-03)

Rabu, 18 Februari 2009

Jangan sombong donk !

18/02/2009 - 20:46
Ekonomi Lamban Kok Koar-koar!
Yusuf Karim

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi kuartal keempat tahun lalu hanya tumbuh 5,2%, di bawah target yang dicanangkan. Belum pulihnya perekonomian global dijadikan kambing hitam rendahnya pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut.

Kondisi tersebut rentan aksi window dressing yang dilakukan oleh pemerintah menjelang pemilihan umum. Klaim-klaim keberhasilan ekonomi harus diwaspadai oleh masyarakat.

Analisis Citibank N.A menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal keempat, berada di bawah target yang diproyeksikan yakni 5,7%. Bank asing itu memprediksikan bahwa perlambatan akan terus terjadi ditandai dengan kejatuhan produksi dan ekspor.

Perlambatan ekonomi triwulan keempat 2008 diperkirakan masih akan berlanjut di triwulan pertama 2009. Dampaknya, PHK terus bertambah. Parahnya, rekayasa statistik ekonomi yang sering terjadi menjelang Pemilu akan semakin memperparah keadaan.

Managing Director Econit Advisary Group, Hendri Saparini menjelaskan bahwa dalam kondisi seperti ini, terdapat sejumlah hidden risk (risiko tersembunyi). Di antaranya, adanya peningkatan ketertutupan informasi dan rekayasa statistik.

Mendekati Pemilu, biasanya banyak terjadi rekayasa data statistik secara sistematis. Data itu antara lain menyangkut angka kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan investasi.

“Dalam mengatasi krisis sekarang ini, pemerintah berhenti sampai mengeluarkan peraturan, instruksi, dan paket kebijakan, tapi tanpa penyelesaian,” papar Hendri.

Padahal, dalam situasi seperti ini, banyak hal yang bisa menggoncang ekonomi. Selain bakal munculnya PHK besar-besaran, tentunya akan ada pengkerutan ekonomi.

Solusi tercepat, Hendri meminta pemerintah benar-benar serius mengatasi masuknya barang-barang impor, apalagi yang ilegal. Dengan begitu, dia berharap daya saing produk dalam negeri dapat terjaga. Dari sisi fiskal, lanjutnya, pemerintah harus berpihak kepada industri dalam negeri.

Hendri yakin kalau solusi terpadu itu dijalankan serius oleh pemerintah, maka dunia industri tidak akan dengan mudah mengurangi karyawan. Berdasarkan analisa Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) potensi pengurangan pekerja diperkirakan mencapai 500 ribu hingga 1 juta pekerja tahun ini.

“Saya melihat pemerintah tidak memiliki kebijakan konkret untuk mengatasi potensi terjadinya pengangguran. Pendekatan yang digunakan pemerintah hanya hand-off,” ketusnya.

Sedangkan Direktur Inter-Cafe, Iman Sugema juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, hasil survey Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan perlambanan kegiatan usaha, masih akan berlangsung hingga kuartal pertama tahun ini. Bahkan dia menegaskan, perlambanan yang terjadi merupakan tanda-tanda bahwa Indonesia sedang memasuki masa resesi. “Ukurannya kan ekspektasi pengusaha yang memang mengerti demand public,” katanya.

Dampak yang perlu diwaspadai dalam situasi seperti itu, kata Iman, adalah pemutusan hubungan kerja. Bagi perusahaan yang permanen, tuturnya, ukurannya adalah enam bulan. Tapi untuk perusahan yang biasa-biasa saja sudah pasti akan melakukan pengurangan pekerja sejak saat ini. “Puncaknya akan terjadi hingga akhir 2009. Kalau pemerintah terus terbuai, situasi akan semakin gawat,” jelasnya.

Survey Kegiatan Usaha yang dilakukan BI pada bulan ini menemukan, perlambanan ekonomi telah terjadi pada triwulan keempat tahun lalu. Penurunan kegiatan usaha terjadi pada empat sektor: industri pengolahan (-2,75%), pertambangan dan penggalian (-2,38%), pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (-0,57%), serta sektor bangunan (-0,29%). Diperkirakan perlambatan ini masih akan berlangsung di triwulan pertama 2009.

Oleh karena itu, antisipasi harus segera disiapkan. Yang perlu diutak-atik adalah kebijakan fiskal dan nonfiskal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Jangan justru angka pertumbuhan ekonominya yang diobok-obok untuk kepentingan politis sesaat. [I4]

Illegal loging era Sby (1)

SP3 Kasus Riau Alot Dibahas
Rapat Kerja Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR Bahas Penghentian Perkara

Selasa, 17 Februari 2009 | 00:28 WIB

Jakarta, Kompas - Surat Perintah Penghentian Penyidikan perkara menjadi tema yang dibahas panjang dan alot dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung, Senin (16/2).

Penghentian penyidikan yang menjadi sorotan Komisi III DPR adalah dalam perkara korupsi penjualan kapal tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) Pertamina dan penebangan liar di Provinsi Riau.

Pada hari Senin, raker diskors selama tiga jam. Raker sempat dibuka pukul 09.45. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyampaikan, ia dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk rapat terbatas. Akhirnya, raker dihentikan sementara. Raker dibuka lagi pukul 13.30, setelah Hendarman kembali ke Gedung DPR.

Pertanyaan tentang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara penebangan liar di Riau disampaikan Maiyasyak Djohan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Panda Nababan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Arbab Paproeka dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Mereka mempertanyakan petunjuk Kejaksaan Tinggi Riau kepada Kepolisian Daerah Riau, saat pemberkasan perkara itu.

Pada 23 Desember 2008, Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal (Pol) Hadiatmoko menerbitkan SP3 untuk 13 perusahaan pemilik izin hutan tanaman industri, setelah berkoordinasi dengan Kepala Kejati Riau Suroso. Menurut kejaksaan, unsur melawan hukum terhadap tuduhan perusakan lingkungan dan pembalakan liar hutan sulit dibuktikan.

Berkas penyidikan sempat bolak-balik dari kejaksaan ke Polri dan sebaliknya, dan tak pernah dinyatakan lengkap. Perusahaan itu berada di bawah dua perusahaan besar, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper serta Indah Kiat Pulp and Paper. Dari 14 perusahaan yang diproses terkait pembalakan liar, hanya yang melibatkan PT Ruas Utama Jaya yang dilanjutkan penyidikannya.

”Apabila SP3 memang sesuai undang-undang, selama dua tahun kan kayu dalam status sita. Dua tahun mondar-mandir perkaranya dari polisi ke kejaksaan. Apa tidak abuse? Dua tahun tanpa pertanggungjawaban hukum,” kata Maiyasyak.

Keterangan ahli dari Departemen Kehutanan dalam perkara itu juga dipertanyakan Komisi III DPR. Mengenai ahli dari Dephut, Hendarman menjelaskan, dalam perkara yang menyangkut kehutanan, sudah ada nota kesepahaman (MOU) antara polisi, jaksa, dan Dephut.

”Dari MOU disepakati, keterangan ahli diambil dari Dephut,” kata Hendarman.

Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyampaikan, Komisi III membentuk tim untuk meneliti lebih lanjut soal penerbitan SP3 kasus di Riau itu. Tim yang diketuai Maiyasyak itu rencananya akan menggelar rapat dengan Kepala Polda Riau, Rabu besok.

Kepala Kejati Riau Suroso yang hadir dalam raker juga diminta menjelaskan perkara pembalakan liar itu. Menurut Suroso, terkait 13 perusahaan pemilik izin hutan tanaman industri, unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi. Pengusaha memiliki izin hutan tanaman industri serta memiliki hak menebang kayu. Berdasarkan keterangan Dephut, mereka tak melanggar undang-undang.

”Hutan yang rusak nanti kan ditanami lagi tanaman industri,” kata Suroso. Ia menambahkan, pencurian juga tidak ada karena kayu yang dibawa keluar dari hutan sah. Pengusaha membayar Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan secara legal.

Dalam berkas penyidikan, ada keterangan ahli, yakni ahli kesuburan tanah dan ahli kebakaran hutan dari Institut Pertanian Bogor. ”Tetapi, tidak ada kebakaran hutan,” ujar Suroso.

Arbab menyinggung pentingnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Dengan disampaikannya SPDP ini dari polisi ke kejaksaan saat penyidikan dimulai, mestinya bolak-balik berkas perkara tak akan terjadi.

Perkara VLCC

Mengenai perkara korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa Pertamina, T Gayus Lumbuun dari F-PDIP menanyakan SP3 yang diterbitkan kejaksaan. Dengan dihentikannya penyidikan, status tersangka pada mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi, mantan Direktur Utama PT Pertamina Ariffi Nawawi, dan mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Alfred H Rohimone otomatis dicabut.

Hendarman menyatakan, saat menyidik perkara korupsi penjualan VLCC, penetapan tersangka dilakukan untuk membuat terang perkara itu. Dengan demikian, bisa meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memeriksa aliran dana. Namun, ternyata aliran dana itu tidak ada.

”Yang ada dalam kasus VLCC itu adalah pelanggaran administrasi. Satu-satunya jalan, diserahkan ke Pertamina supaya ada sanksi administrasi,” ujarnya.

Dalam raker, untuk pertama kalinya semua kepala kejati hadir. Trimedya menjelaskan, Komisi III DPR memang meminta agar semua kepala kejati hadir. ”Biar mereka juga tahu, seperti apa rapat kerja dengan DPR itu,” kata Trimedya.

Selain itu, kehadiran kepala kejati berhubungan dengan posisi kepala daerah sebagai orang partai politik. ”Kita tidak ingin, untuk kepentingan penguasa, dicari-cari kesalahannya. Jaksa kan menangani perkara korupsi,” ujar Trimedya. (idr)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/17/00283145/sp3.kasus.riau.alot.dibahas