Senin, 27 April 2009

Suara Pembaca ttg DPT amburadul !

REDAKSI YTH
Minggu, 26 April 2009 | 04:09 WIB

DPT Pemilu Kisruh, Kebodohan atau Kecurangan Sistematis?

Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Kisruh, Rakyat Kehilangan Hak Pilih”, demikian berita utama Kompas (9 April 2009). Berita ini menggugah hati, betapa rendahnya martabat bangsa ini karena hanya membuat daftar saja sudah tidak mampu.

DPT kisruh hanya bisa terjadi karena ”kebodohan” atau ”kecurangan sistematis”. Sebagai bukti, 42 kepala keluarga di RT 011 RW 03 Kelurahan Cipete Utara, Jakarta Selatan, hampir semuanya bermasalah. Kami suami istri dengan dua anak, tetapi yang terdaftar hanya istri saya dan seorang anak, sementara saya sebagai kepala keluarga dan anak yang lain tidak terdaftar.

Padahal, dalam pemilihan umum (legislatif dua kali, dan presiden serta gubernur) sebelumnya kami semua selalu terdaftar. Saya sudah menetap di alamat dimaksud sejak tahun 1989. Sehingga jelas ini bukan kekhilafan manusia, tetapi sudah kebodohan, atau memang bertendensi kecurangan, bahkan mungkin kejahatan terencana secara sistematis dengan menghilangkan hak orang lain dengan tujuan yang tidak jelas.

Alangkah rendahnya martabat orang-orang seperti ini yang dipercaya negara menyelenggarakan peristiwa mulia yang secara tidak disadari juga merendahkan martabat bangsa ini. Mungkinkah ini ulah segelintir penyelenggara pemilihan umum/Komisi Pemilihan Umum atau ada oknum lain?
HALOMOAN PANJAITAN Jalan Damai 2 RT 001 RW 05, Cipete Utara, Jakarta Selatan


DPT Pemilu dan Jatah Tabung LPG

Saya kesal dan sangat kecewa, dan tidak tahu ke mana harus tumpahkan kekesalan saya karena sampai pada hari H di mana orang-orang berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara atau TPS, tetapi saya dan keluarga hanya sebagai penonton alias tidak ikut memilih karena kami tidak mendapatkan panggilan ke TPS.

Padahal, jauh-jauh hari kami sekeluarga (beranggotakan enam orang) sudah sepakat akan memilih satu parpol dan satu caleg yang sama pada pemilu tanggal 9 April 2009. Namun, aspirasi kami tidak tersalurkan. Meskipun tidak mendapatkan panggilan, kami pun sudah mencoba mendatangi TPS yang terdekat, tetapi nama kami tidak tercantum di sana.

Saya teringat pada waktu pembagian jatah tabung LPG (3 kilogram) dalam rangka konversi minyak tanah ke gas, di mana orang-orang memperoleh tabung gas secara gratis, tetapi keluarga saya juga tidak mendapatkan jatah tabung gas tersebut. Lalu ke mana perginya hak saya berupa tabung gas tersebut?

Saya mengharapkan dan mengimbau pemerintah agar pada waktu pemilihan umum presiden yang akan datang hendaknya kami sekeluarga mendapatkan hak sebagai warga negara Indonesia yang baik dengan ikut memilih presiden dalam rangka pesta demokrasi.
Hud Husein Jalan Cililitan Kecil I/11, Kramat Jati, Jakarta Timur


Pemilu Legislatif Hilang Legitimasi

Dalam berita utama Kompas, Kamis (9/4), dimuat ”Syarat Menggunakan Hak Pilih” yang antara lain menyatakan bahwa kendati tidak membawa C4, pemilih tetap bisa menggunakan hak pilih asalkan tercatat di DPT dan menunjukkan kartu identitas diri. Saya tidak mendapatkan C4 meskipun anggota keluarga semuanya mendapatkan.

Oleh karena membaca syarat yang dilansir di media massa itu, saya mendatangi (TPS 23) Kelurahan Ngotirto, Sleman, DI Yogyakarta, dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Memang nama saya tercantum dalam DPT, tetapi mengapa saya tidak dikirimi C4? Akan tetapi, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tetap tidak mengizinkan saya melakukan pencontrengan. Saya disuruh mengambil dulu surat (C4) di kantor dukuh.

Saya menolak dipingpong seperti itu dan terpaksa golput. Saya ikhlas saja. Yang dirugikan adalah salah satu parpol peserta pemilu, caleg dan calon anggota DPD yang seharusnya saya contreng. Karena ternyata banyak orang mengalami kasus seperti saya, bagi saya Pemilu 2009 kehilangan legitimasi.
YAHYA WIJAYA Ngabean RT 001 RW 021, Nogotirto, Gamping, Sleman

Tanggung Jawab Kegagalan Pemilu

Menyikapi amburadulnya penyelenggaraan Pemilu 2009, bukan hanya KPU sebagai penyelenggara yang harus bertanggung jawab, tetapi pihak DPR dan pemerintah juga mempunyai andil besar dari kegagalan Pemilu 2009. Amburadulnya pelaksanaan Pemilu 2009 sudah dapat dilihat dari mulai direvisinya Undang-Undang Pemilu 2003 menjadi UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2009. Perubahan ini merupakan suatu kejanggalan.

Dalam proses pengesahan ada tarik-menarik, juga memuat banyak kepentingan dari partai-partai besar sebagai penguasa sehingga pengesahannya perlu waktu yang panjang, dan ini sudah memengaruhi kinerja KPU dalam mengambil kebijakan. Setelah disahkannya UU Pemilu No 10/2009, banyak terjadi gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pengambilan keputusan, MK juga banyak bermain mata sehingga kurang berpihak pada suara rakyat, dan ini pun lagi-lagi karena Ketua MK adalah mantan anggota parpol besar.

Dalam proses pemilihan anggota KPU juga terlihat ada ketidakberesan karena kurang melihat bibit, bebet, bobot calon anggota KPU. Meskipun dibilang KPU independen, tetapi sangat terlihat adanya unsur titipan pemerintah. Dalam membuat kebijakan kerja KPU, selalu tidak jelas dan kerap melanggar rambu-rambu yang ada.

Saat ini pemilu legislatif belum selesai penghitungan suara yang kacau, tetapi di sisi lain para pemimpin partai-partai besar sudah meributkan hal koalisi untuk saling memperebutkan kekuasaan meraih kursi presiden. Apakah seperti ini yang namanya pemimpin bangsa? Orasi pada masa kampanye selalu mengatakan memperjuangkan nasib rakyat, tetapi belum ada satu bulan kata-kata tersebut diucapkan sudah terlupakan.
SUTJIADI LUKAS Jalan Paradise 11, Sunter Agung, Jakarta


Tidak Partisipasi untuk Nasib Bangsa

Pada tanggal 8 April 2009 saya menerima surat dari RT, bahwa warga Puri Bintaro RT 04 RW 09, Sawah Baru, Ciputat, Tangerang, hanya sebagian kecil yang terdaftar di kelurahan (hanya 68 orang). Pihak RT telah berkali-kali menanyakan ke pihak kelurahan bahwa data yang diserahkan tidak sesuai dengan jumlah warga yang sudah diserahkan.

Pihak kelurahan juga menginformasikan bahwa DPT di RT lainnya yang berada di bawah naungan Kelurahan Desa Sawah Baru juga mengalami hal yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di RT 04 Puri Bintaro, yakni DPT tidak sesuai dengan jumlah warga terdaftar.

Yang paling menyedihkan adalah jawaban kelurahan, bahwa DPT tidak bisa diubah karena dokumen tersebut sudah resmi ditandatangani oleh Ketua KPUD. Berarti, warga tidak terdaftar secara otomatis golput yang bukan karena warga inginkan, tetapi karena negara yang tercinta ini belum dikelola oleh orang-orang yang benar-benar ahli. Suara kami pastinya tidak dapat berpartisipasi menentukan masa depan bangsa ini. Sungguh disayangkan.
DIONESIA SEBAYANG Puri Bintaro PB 14/22 RT 04 RW 09, Sawah Baru, Tangerang


Tidak Dilibatkan Penyusunan DPT

Saya dan istri sudah lebih dari 11 tahun tinggal di Dukuh Dayu, Kelurahan Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Pemilihan umum baik legislatif maupun Pemilihan Presiden 2004, saya ikut memilih. Sampai 6 April 2009, saya dan istri belum mendapat pemberitahuan pemilih dan akan melakukan pemilihan di mana.

Saya telah menghadap Kepala Dukuh Dayu dan mendapat jawaban bahwa yang bersangkutan tidak dilibatkan dengan pemilu, bahkan sampai kecamatan pun tidak dilibatkan. Tidak jelas dari mana KPU/KPUD Sleman membuat DPT kalau aparat setempat tidak dilibatkan. Karena kesal, istri saya menanyakan kepada pejabat paling tinggi di Sleman dan jawabannya, bahwa yang bersangkutan tidak dilibatkan juga dalam penyusunan DPT.

Sangat ironis bahwa KPU telah memasang iklan di media TV untuk berpartisipasi dan tidak golput dalam pemilu 9 April 2009, sedangkan warga negara yang sah tidak dapat memilih. Harus ke mana saya harus menuntut sebagai warga negara yang sadar dan belum meninggal agar suara saya dapat disalurkan dalam pesta demokrasi lima tahunan? Apakah suara-suara yang tidak terdaftar telah dimanipulasi oleh KPUD?
Imam Suharko Jalan Dayu Baru 79 RT 06 RW 28 Km 8.5, Kaliuarang, Yogyakarta


Saling Menyalahkan tentang DPT

Saya kecewa karena sebagai kepala keluarga dan ibunda saya tidak tercantum di daftar pemilih tetap Pemilu 2009 di TPS di lingkungan rumah tinggal saya. Pada hari Minggu, 5 April 2009 ketua RT setempat menyampaikan secara lisan mengenai tidak tercantumnya saya dan ibunda saya dalam DPT.

Ketua RT mempersalahkan KPU. Pada hari Senin, 6 April 2009 ketua RT memberikan undangan untuk memilih kepada kakak saya, dan siang harinya ibunda saya mendatangi kelurahan. Pihak kelurahan mempersalahkan ketua RT.

Apakah tugas dan kewenangan Komisi Pemilihan Umum nomor satu yaitu merencanakan dan mempersiapkan Pemilihan Umum 2009 sudah dianggap mencapai target?
Maria Agnes Citra 3 Ext Blok A 8 RT 001 RW 013, Pegadungan, Kali Deres, Jakarta


Aktif Menanyakan, DPT Nihil

Saya sangat kecewa karena pada Pemilu Legislatif 2009 (9 April 2009), saya tidak masuk DPT. Ini terjadi bukan karena saya tidak aktif mempertanyakan kepada ketua RT tempat saya tinggal. Beberapa kali ketua RT menjelaskan bahwa untuk pemilu kali ini tidak ada kartu pemilih, tetapi dengan menunjukkan KTP saja di TPS sudah cukup.

Tanggal 6 April 2009, semua penghuni rumah tempat saya tinggal sudah mendapat surat pemberitahuan waktu dan tempat pemungutan suara (Model C4). Saya heran karena hanya saya sendiri yang tidak menerima Model C4. Kemudian saya menanyakannya kepada ketua RT yang mengatakan bahwa saya tidak masuk DPT, jadi tidak boleh ikut memilih. Ini peraturan dari KPU.

Lalu saya komplain dengan alasan bahwa saya sudah beberapa kali menanyakan hal itu, tetapi terkejut karena ditanggapi dengan mengatakan, ”Mbak saya paham, tapi Mbak, kan bukan orang sini.” Berkali-kali mengulangi kata-kata kepada saya ”bukan orang sini”. Saya tidak paham arti pernyataan ”bukan orang sini” tersebut.

Saya merasa diperlakukan diskriminatif dengan pernyataan ”Kamu bukan orang sini” tersebut, karena saya resmi mengantongi KTP yang menunjukkan bahwa saya adalah warga yang sah di alamat dimaksud.
Venny Damanik Jalan Kembang Raya RT 007 RW 004, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/26/04093077/redaksi.yth

Tidak ada komentar: