Jumat, 20 Februari 2009

Senoro lebih buruk ketimbang Tangguh

Jumat, 20 Februari 2009 21:38 WIB
Formulasi Harga tidak Jelas
Donggi Senoro Lebih Buruk Ketimbang Tangguh
Penulis : Jajang Sumantri
JAKARTA--MI: Akibat tidak jelasnya acuan formula harga penjualan LNG, potensi kehilangan penerimaan negara dari kesepakatan harga jual gas (GSA) Donggi Senoro bisa melampui Rp50 triliun. Selain itu, dengan menggunakan mekanisme besaran persentasi mengikuti fluktuasi harga minyak dunia slope tanpa mengacu pada formulasi harga yang ada, penerimaan negara dari kontrak itu juga akan naik turun.

"Kontrak LNG Tangguh senilai US$2,4 per mmbtu yang mengacu pada formula harga Guangdong saat harga crude US$30 per barel saja sudah cukup rendah. Sekarang dengan US$2,75 pada kisaran crude US$45 tidak akan memberi hasil yang lebih baik meski dengan mekanisme slope yang diberlakukan. Justru akan naik turun dan ini lebih buruk dari Tangguh," ujar Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisa Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, di Jakarta, Jumat (20/2).

Rendahnya penentuan angka patokan (konstanta) itu akhirnya akan membuat harga jual terpaku pada besaran kurva 6,7% saat harga crude dibawah US$45 dan 12% pada saat di atas US$45.

"Sekarang yang harus dimintakan kejelasan ke pihak terkait adalah patokan harga mana yang dianut dalam negosiasi itu. Demikian halnya dengan patokan konstanta US$2,75 per mmbtu itu. Kalaupun selalu dinyatakan masih dalam tahap negosiasi korporasi, tetap saja akan minimal sekali pendapatan negara hingga berakhirnya kontrak," papar Firdaus.

Dia menjelaskan, desain atau perumusan formula harga sangat menentukan berapa besaran penerimaan negara dari penjualan LNG. Formula harga LNG secara umum adalah menggunakan metode "ax +b".

Dimana, "x" merupakan harga Japan Crude Coctail (JCC), sedangkan "a" dan "b" adalah konstanta (negoitable). Dan, berdasarkan formulasi harga tersebut ada beberapa tipe formula harga yang biasa digunakan, yakni Guandong formula, Japan Formula serta New Zealand formula.

Dengan harga minyak US$45 per barel maka, secara Guandong formula harga gas adalah US$4,45 per mmbtu, Japan formula US$6,75 per mmbtu serta New Zealand formula adalah US$7,53 per mmbtu.

Sementara itu, negara merugi yang berasal dari kekurangan penerimaan negara dari kontrak penjualan gas setidaknya senilai Rp74,595 triliun. Hal tersebut hasil penghitungan Indonesia Corruption Watch (ICW) berdasarkan penghitungan pola bagi hasil 65% untuk pemerintah dan 35% untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) selama kurun waktu 2000-2008.

Menurut Firdaus berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) selama periode 2000-2008, total penerimaan negara dari gas adalah Rp440,447 triliun. "Sedangkan menurut perhitungan ICW, berdasarkan jumlah konsumsi atau lifting gas per tahun, seharusnya total penerimaan negara dari gas dari tahun 2000-2008 adalah Rp515,042 triliun," jelas Firdaus.

Seperti dijelaskan tadi, perhitungan di atas menggunakan asumsi bagi hasil 65:35, asumsi tersebut merupakan asumsi yang berada di bawah perhitungan standar. Sedangkan jika digunakan asumsi standar, yakni dengan bagi hasil 70:30, kekekurangan penerimaan negara dari tahun 2000-2008 adalah Rp114,218 triliun.

"Hitungan kami mungkin saja bisa meleset, namun itu tidak akan jauh karena kami melakukan perhitungan dengan sangat hati- hati dan teliti," pungkas Firdaus. (JJ/OL-03)

Tidak ada komentar: