Jumat, 13 Februari 2009

Mega : Pemr sby lamban tangani krisis

Jumat, 13 Februari 2009 18:33 WIB
Mega: Pemerintah Lambat Tangani Dampak Krisis Ekonomi
Penulis : Rini Widuri Ragillia
JAKARTA--MI: Pemerintah dinilai lambat menangani krisis ekonomi global yang sedang melanda. Hal itu terlihat dari runtuhnya stabilitas makro ekonomi mencakup inflasi, anjloknya nilai tukar, melonjaknya harga-harga komoditas, dan hilangnya cadangan devisa.

Demikian diungkapkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dalam acara diskusi dengan tema Pengusaha Bertanya Parpol Menjawab, di Jakarta, Jumat (13/2).

"Kalau kita sudah betul-betul pandai mengelola ekonomi makro dengan baik, mengapa pasar modal dan pasar uang kita menjadi begitu rentan dan termasuk yang paling parah terimbas krisis global. Logikanya imbas krisis global terjadi pada fundamental ekonomi lemah atau pemerintahannya lemah. Itu yang sebenarnya terjadi pada kita," ujarnya.

Mega menjelaskan pemerintah gagal membangun stabilitas dan mengatasi krisis global dimulai sejak tahun 2005 lalu ditandai dengan inflasi mencapai 18% yang merupakan tingkat inflasi tertinggi selama sepuluh tahun terakhir ini, dan rupiah sempat terdepresiasi hingga 11.500 per dolar AS. Di pemerintahan saat ini, rupiah juga sempat menyentuh angka 13.500 per dolar AS. Depresiasi juga mencapai angka 35%.

Indonesia, kata Mega, termasuk negara yang nilai mata uangnya mengalami depresiasi paling parah. Bahkan lebih tajam dibanding euro(28,6%), rupee (28,1%), baht (20%), Rubel (19,1%), ringgit Malaysia (15,9%), dan dolar Singapura (13,6%).

"Itu diperparah oleh ketidiaksiapan pemerintah lambat dan salah langkah, rupiah sempat 13.000 paling lemah 10 tahun terakhir, depresiasi 35%," katanya.

Selain itu, lanjutnya, ketidakstabilan juga ditandai dengan tertekannya pasar saham gabungan yang sempat menyentuh angka Rp11.000 atau mengalami koreksi sebesar 60% dari nilai tertingginya. Mega menambahkan, kembali melonjaknya harga komoditas pada pertengahan 2008 berdampak pada transmisi harga international ke pasar domestik yang relatif penurunannya jauh lebih tinggi. Kondisi ini diperparah dengan larinya modal asing akibat ketidakpercayaan mereka untuk berinvestasi di Indonesia.

"Kalau pemerintah mengatakan bahwa aliran hot money yang masuk Indonesia merupakan bentuk kepercayaan pada fundamental ekonomi yang membaik, maka saya juga bisa mengatakan dengan logika yang sama bahwa larinya modal asing merupakan vote of no confidence terhadap fundamental ekonomi Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, Sekjen PDIP Pramono Anung mengatakan bahwa pemerintah saat ini dan ke depan harus lebih realistis dalam upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, pemerintah saat ini, menurutnya, belum tegas dalam mengambil keputusan.

"Pemerintah harus lebih realistis. Yang pasti presiden yang berkuasa harus tegas ambil keputusan karena masyarakat saat ini butuh ketegasan," ujarnya.

Pramono mengatakan, dalam hal kebijakan ekonomi, jika memenagkan Pemilu 2009 nanti, PDIP memiliki platform perekonomian 28. Yaitu dua prioritas misi melalui delapan langkah strategis. Diantaranya adalh terkait penguatan kedaulatan pangan dan energi, penguatan kedaulatan keuangan, memajukan pendidikan dan teknologi, memajukan usaha nasional, memajukan perdesaan, dan manata pelayanan pemerintah. (*/OL-06)

Tidak ada komentar: