Kamis, 04 Desember 2008

Cara menghitung PDB

Rapor Perekonomian Kuartal III
Jumat, 21 November 2008 | 00:34 WIB

Oleh Cyrillus Harinowo

Pekan lalu Badan Pusat Statistik mengeluarkan laporan tentang PDB kuartal III-2008. Data perekonomian itu menarik perhatian karena dengan data itu, kita bisa melihat lebih dalam dampak krisis finansial global terhadap perekonomian Indonesia.

Laporan BPS juga menarik karena beberapa negara di dunia, termasuk anggota G-7, Jepang, Jerman, dan Italia—berdasarkan laporan PDB terakhir—telah mengalami resesi, yaitu pertumbuhan negatif perekonomian selama dua kuartal.

Laporan BPS menunjukkan, PDB Indonesia pada kuartal III-2008 ternyata relatif masih bagus. Dibandingkan periode yang sama tahun 2007, PDB kuartal III menunjukkan pertumbuhan sebesar 6,1 persen. Bahkan, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi selama tiga kuartal pertama tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan 6,3 persen. Perkembangan itu sejalan leading indicator-nya, yaitu berbagai laporan keuangan yang dilakukan oleh berbagai perusahaan yang terdaftar di bursa saham Indonesia.

Perkembangan ”leading indicator”

Suatu hal yang menarik untuk membandingkan laporan keuangan kuartal III berbagai emiten dengan angka PDB yang dikeluarkan BPS. Berbagai perusahaan emiten itu mencakup berbagai sektor dan bersifat menyeluruh. Karena itu, laporan mereka bisa dikatakan sebagai leading indicator dari angka PDB kita. Itu sebabnya ketika membaca laporan keuangan berbagai perusahaan itu, saya merasa cukup yakin bahwa sampai dengan kuartal III, krisis perekonomian global belum membawa dampak yang signifikan bagi dunia usaha kita. Barangkali dampak yang terasa langsung adalah ruginya beberapa investasi keuangan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama di negara tetangga maupun di dalam negeri. Ini berarti yang terpengaruh adalah ”kekayaan” (wealth) masyarakat kita dan belum menyentuh pada ”pendapatan” (income) mereka.

Sementara itu, BPS sebelumnya juga menyampaikan data produksi beras tahun 2008 (dari ramalan ketiga) yang dikatakan tumbuh lebih dari 5,0 persen. Demikian juga dengan jagung dan tanaman lainnya. Perkembangan itu juga ditunjang oleh tetap tingginya ekspor Indonesia sampai dengan September 2008, sementara impor mengalami penurunan berarti.

Satu hal yang mungkin memberi indikasi adanya perlambanan dalam kegiatan ekonomi adalah sektor industri manufaktur. Indikasi ini, yang dikatakan dilakukan melalui survei, agak berbeda dengan berbagai laporan dari berbagai perusahaan itu.

Produksi mobil, baik untuk penjualan domestik maupun ekspor, masih tetap mengalami pertumbuhan tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Unilever juga melaporkan pertumbuhan penjualan sekitar 22 persen. Bahkan, kalau dihilangkan faktor kenaikan harganya pun, perusahaan barang kebutuhan rumah tangga itu masih membukukan kenaikan penjualan riil jauh di atas pertumbuhan PDB. Karena itu, rasanya masuk akal untuk melakukan rekonsiliasi antara hasil survei itu dan data laporan perusahaan yang dapat dengan mudah diperoleh di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan berbagai catatan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III yang sebesar 6,1 persen adalah sejalan dengan berbagai informasi yang telah muncul sebelumnya, kecuali data industri manufaktur yang perlu ditelaah lebih lanjut.

PDB nominal kuartal III

Satu hal yang menarik dari laporan BPS itu adalah data PDB berdasarkan harga yang berlaku (PDB nominal). Pada saat BPS mengeluarkan data PDB kuartal I di pertengahan Mei 2008, nilai PDB nominal kuartal itu dilaporkan sebesar Rp 1.122,1 triliun atau tumbuh sebesar 21,94 persen dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan angka itu saya memiliki optimisme bahwa PDB nominal sepanjang tahun 2008 bukan tidak mungkin akan mencapai Rp 4.600 triliun. Namun, ternyata tiga bulan kemudian BPS melaporkan data PDB nominal kuartal II yang mencapai Rp 1.230,9 triliun.

Berdasarkan data itu, saya mengubah prediksi saya mengenai PDB nominal sepanjang tahun 2008 menjadi Rp 4.700-Rp 4.900 triliun.

Dalam laporan BPS di kuartal III ini, ternyata PDB nominal dilaporkan mencapai Rp 1.343,8 triliun atau mengalami pertumbuhan sekitar 30 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan tercapainya jumlah itu, sepanjang tiga kuartal pertama tahun 2008, PDB nominal kumulatif telah mencapai Rp 3.705,3 triliun. Angka ini kembali lebih tinggi dibandingkan prediksi saya sebelumnya sehingga kemudian saya merevisi lagi angka prediksi PDB nominal sepanjang tahun 2008 menjadi Rp 5.000 triliun atau bahkan mungkin akan lebih besar.

Mengingat nilai tukar rupiah baru mengalami pelemahan drastis pada Oktober, ini berarti PDB itu dalam mata uang dollar ada pada kisaran 400 miliar dollar AS. Ini berarti PDB sekitar 520 miliar dollar AS akan amat mungkin tercapai sepanjang tahun 2008. Angka ini akan menghasilkan pendapatan per kapita sekitar 2.300 dollar AS, daya beli yang lumayan besar.

Di tengah situasi yang sering disebut krisis saat ini, bagi yang jeli angka-angka itu tetap menjadi suatu kesempatan bisnis tersendiri. Perkembangan pendapatan yang mungkin akan terpengaruh pada kuartal-kuartal mendatang akhirnya merupakan potensi pasar yang besar bagi berbagai industri manufaktur dan jasa untuk terus berkembang pada tahun-tahun mendatang.

Cyrillus Harinowo Rektor ABFII Perbanas

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/21/00340482/rapor.perekonomian.kuartal.iii

Tidak ada komentar: