Kamis, 01 Januari 2009

Pemr Sby keluarkan 14 SP3 untuk pembalakan liar

"Pembalakan Liar" Bebas
Sebanyak 2 Juta Meter Kubik Kayu yang Ditahan Akan Dilepas
Selasa, 23 Desember 2008 | 00:17 WIB

Pekanbaru, Kompas - Setelah hampir dua tahun terkatung-katung tanpa kepastian hukum, kasus pembalakan liar dan perusakan lingkungan yang dituduhkan kepada 14 perusahaan besar perkayuan di Riau berakhir antiklimaks.

Hari Senin (22/12), secara resmi Kepolisian Daerah Riau mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap 13 perusahaan itu, kecuali terhadap PT Ruas Utama Jaya.

”Kami tidak ditekan oleh pihak mana pun dalam mengambil keputusan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) ini. Kami juga tidak disuap untuk mengambil keputusan. Keputusan ini kami ambil secara profesional dan murni untuk memberikan kepastian hukum. Dari dua pasal kumulatif yang kami ajukan, menurut Kejaksaan Tinggi Riau, tidak bisa dibuktikan, karena itu kami harus menghentikan penyidikannya,” ujar Kepala Polda Riau Brigjen (Pol) Hadiatmoko setelah melakukan pertemuan tertutup dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Suroso di Kantor Kejaksaan Tinggi Riau di Pekanbaru, Senin.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Kejati Riau Suroso mengungkapkan, pihaknya sudah mengkaji semua aspek hukum berkas perkara yang diserahkan oleh Polda Riau. Hanya saja, sampai detik terakhir, Polda Riau tidak mampu membuktikan ”unsur melawan hukum” dalam pasal-pasal yang dituduhkan.

”Karena unsur itu tidak terpenuhi, tidak mungkin jaksa penuntut umum melimpahkan kasus ini ke pengadilan,” kata Suroso.

Hadiatmoko menambahkan, polisi mengajukan dua tuduhan kumulatif, yakni menyangkut perusakan lingkungan (Undang-Undang Lingkungan Hidup) dan pembalakan liar (Undang-Undang Kehutanan). Pada dasarnya, polisi meyakini adanya pelanggaran UU itu berdasarkan kesaksian pakar kehutanan dan lingkungan hidup dari Institut Pertanian Bogor dan Universitas Sumatera Utara.

Sebaliknya, kejaksaan meminta agar Polda Riau meminta kesaksian dari instansi resmi negara, yakni Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan. ”Berdasarkan keterangan pakar dari Kementerian Lingkungan Hidup, tidak ada kerusakan lingkungan dan, berdasarkan keterangan dari Departemen Kehutanan, perusahaan-perusahaan itu tidak melanggar UU Kehutanan karena perusahaan itu memiliki izin, kecuali PT RUJ yang tidak memiliki izin,” kata Hadiatmoko.

Saat ditanya sebaiknya kasus itu dilimpahkan saja ke pengadilan dan biarkan hakim yang memutus, Suroso tidak sependapat. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana membolehkan polisi atau jaksa menghentikan penyidikan jika tidak ditemukan unsur-unsur yang memberatkan.

Ditanya apakah ia tidak khawatir SP3 itu akan mengusik rasa keadilan di masyarakat, Suroso mengatakan, masyarakat bebas beropini, tetapi keputusan itu sudah sesuai hukum.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau Johny Setiawan Mundung menyesalkan langkah Polda Riau menghentikan penyidikan 13 kasus perusahaan kayu di Riau yang terlibat pembalakan liar.

Langkah Kepala Polda itu, menurut Mundung, lebih memihak kepentingan pengusaha dan merusak rasa keadilan di masyarakat.

Akan dikembalikan

Sebaliknya, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Riau Endro Siswoko bersyukur atas keluarnya SP3 dari Polda Riau. Dengan demikian, kepastian hukum yang selama ini dinantikan oleh pengusaha perkayuan Riau akhirnya telah tiba. ”Sudah terlalu lama kami menanti kepastian hukum ini. Kami berharap kayu-kayu yang disita polisi segera dikembalikan kepada pemiliknya,” kata Endro.

Hadiatmoko mengatakan, kayu-kayu yang disita pasti akan diserahkan kepada pemiliknya. Hanya saja, pengembalian itu masih menunggu hasil kerja tim yang akan dibentuk dalam beberapa hari ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, jumlah kayu yang disita polisi dan yang dibiarkan terbengkalai di hutan.

Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper Rudi Fajar, sebelumnya, mengatakan, jumlah kayu milik perusahaan dan anak perusahaan PT RAPP mencapai 1 juta meter kubik.

Kasus pembalakan liar yang melibatkan 14 perusahaan besar di Riau terbilang spektakuler di tangan Kepala Polda Riau Brigjen (Pol) Sutjiptadi. Sutjiptadi menyita kayu-kayu dari perusahaan hutan tanaman industri yang berizin dengan dalih perusahaan itu melanggar ketentuan yang dibuat Departemen Kehutanan, yakni Keputusan Menhut Nomor 10.1 Tahun 2000.

Sutjiptadi juga menemukan bukti sebagian kayu itu ditebang di kawasan lindung gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter. (SAH)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/23/00174369/pembalakan.liar.bebas

Tidak ada komentar: