Rabu, 28 Januari 2009

Sby membuat frustasi rakyat

Ekonomi
28/01/2009 - 14:49
Mega: SBY Tingkatkan Frustrasi Rakyat
Djibril Muhammad
Presiden SBY
(inilah.com/Raya Abdullah)

INILAH.COM, Solo - Dewan Pakar Ekonomi Megawati Institute menilai selama Susilo Bambang Yudhoyono memimpin RI, Indeks Frustrasi Masyarakat (IFM) semakin meningkat.

Hal ini diutarakan anggota Dewan Pakar Ekonomi Megawati, Hendrawan Supratikno dalam acara jumpa persnya di Solo, Rabu (28/1). Menurutnya, ada 2 komponen dalam melihat Indeks frustasi Masyarakat tersebut.

Pertama, dari Indeks Kesengsaraan atau Misery Index yang terdiri dari penjumlahan angka pengangguran dengan angka inflasi. Kedua, Indeks Kelangkaan Kebutuhan Bahan Pokok. "Jadi selama 2008 atau selama 152 hari masyarakat secara terus menerus dihantui kelangkaan pupuk, kedelai, BBM, dan bahan pokok lainnya," ujarnya.

Dari hasil survei dan perhitungan tersebut diperoleh Indeks Kelangkaan di Indonesia mencapai 0,42%. Sedang untuk Indeks Kesengsaraan itu pada 2004 mencapai 15%, namun 2008 meningkat menjadi 19%. Ini terlihat dengan fenomena antre di mana-mana.

Sekarang, lanjutnya, sebagai incumbent SBY selalu mengatakan pengangguran turun, tapi dalam kenyataannya, penurunannya itu tidak sesuai dengan target ketika ia berkampanye dulu. Padahal prinsip ekonomi itu tidak hanya baik tapi harus menjadi lebih baik.

Dia juga menjelaskan selama SBY memimpin dalam kebijakan ekonominya menerapkan sistem hand off atau lepas tangan dengan membiarkan dampak global melanda indonesia. "Kami akan menghentikan neoliberalisasi itu," tukasnya.

Di tempat yang sama, anggota Dewan Pakar Ekonomi Megawati lainnya, Sri Adiningsih mengatakan liberalisasi yang dilakukan SBY sekarang ini ongkosnya akan lebih mahal. "Padahal kita ingin adanya kemandirian dalam ekonomi ke depan," tegasnya.

Adiningsih menambahkan ekonomi itu tidak boleh di bawah tekanan atu pengarus dari luar dan kualitas pembangunan ekonomi tidak boleh merosot. Namun, lanjutnya, saat ini meskipun secara makro ekonomi meningkat pelan-pelan, tapi kualitasnya mengalami penurunan.

Ini terlihat ada industri manufaktur yang terus merosot tajam. Kesempatan kerja juga hanya ada di sektor informal. "Jadi kita ingin membangun ekonomi yang berkualitas bukan membuat kebijakan yang sifatnya populis yang sementara sifatnya," tandasnya. [cms]

Tidak ada komentar: